Pemanduku adalah Youkai
#AuthorNote :If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, You're very likely to be at risk of a MALWARE ATTACK. If you wish to read this story in it's ORIGINAL, SAFE, FORM, PLEASE GO TO :
http://wattpad.com/noveloper
Copyright ©️ 2021 noveloper
◐●◑
Aku ingin pulang. Itu saja. Apakah aku masih bisa hidup sampai besok pagi? Apapun itu, adakah yang bisa menolongku?
Sebelum ini terjadi, ekspektasiku begitu luar biasa. Berada di tengah padatnya ibukota. Bagaimana cantiknya aku saat memakai pakaian musim dingin. Makan makanan yang enak-enak. Membeli aksesori lucu dan berfoto di tempat-tempat keren. Seberapa serukah, itu? Akan tetapi saat aku menginjakkan kaki pertama kali di tanah Jepang, keadaannya berbalik sampai 360 derajat.
"Kenapa kita ada di sini?" Sejauh mata memandang, yang ada hanyalah pohon-pohon, kayu mati, lumut, rumput, batu, dan burung gagak. Di mana gedung-gedungnya? Di mana jalanan bersih nan estetiknya? Di mana nuansa Kota Tokyo yang maju dan berbudaya? Orang-orangnya? Yang kurasakan hanyalah merinding karena suara burung gagak itu!
"Ini memang bagian dari daftar perjalanan kita." Atris menghadap papan penunjuk arah.
Dalam diam aku mengurai kembali apa yang terjadi sejak pertama kami tiba di bandara. Beristirahat di Shinjuku. Lalu Atris dan Haru mengatakan, mereka akan mengajakku ke suatu tempat.
"Udah gue kasih tahu, kok," komentar Haru di sisi saudarinya itu. "Dengar, Reni. Kita bakal ada di Jepang selama dua hari untuk eksplore lokasi horor."
"Aku tahu. Kalian, kan, mau membuat konten."
"Baguslah kalau kamu ngerti."
Aku mengerti. Namun tidak pernah terbayangkan di benakku bahwa tempat horor yang mereka maksud adalah Hutan Aokigahara. Ya, bukan salah mereka, sih. Tempat ini betulan horor. Malah sepuluh kali lebih horor dari yang aku kira.
Mengeluh saja tidak akan menyelesaikan masalah. Aku yang salah. Seharusnya aku tanya-tanya dulu sebelum berangkat. Kecintaanku pada Jepang yang membuatku lupa berpikir jernih dan langsung mengiyakan ajakan mereka. Memang sesuatu yang berlebihan itu tidak pernah baik. Berlaku juga dalam kondisi 'terlalu senang'. Dan kini ekspektasku hancur berkeping-keping.
Jalan setapak panjang ada di hadapan kami. Mungkin hutan yang sunyi dan dalam mampu membuat kecamuk di kepalaku terdengar. Dekat dengan alam seharusnya membuat jiwa terasa nyaman. Namun hutan ini, meskipun cukup indah untuk sebuah hutan yang masuk predikat paling menyeramakan di dunia, tidak ada yang tahu apa yang akan kami temui nanti. Aku tidak ingin melihat sesuatu yang tak seharusnya dilihat.
Angin berhembus terlalu tenang. Aku yang cukup berpengalaman dengan suasana horor, tidak suka keadaan ini. Kiri, kanan, kiri, kanan. Semakin jauh semakin sempit. Krek, krek, krek. Sepatuku terhenti di batu yang tertutupi daun kering. Atau aku berhalusinasi karena tidak ada batu sama sekali di situ. Jalanannya kering, rata dan sedikit berkabut. Kulit pipiku mendingin.
"Reni, cepatlah! Kau terlalu lambat."
"I-iya," Siapa itu yang berbicara? Atris atau Haru? Seperti bukan suara mereka. Ah, rasanya aku sedikit linglung. Istirahat sebentar saja mungkin bisa membantu. Di sisi dua pohon tinggi besar yang berpasangan. Aku dapat mendengar napasku sendiri, saat punggungku sepenuhnya menyentuh pohon. Ketenangan ini terasa ganjil.
Ada sesuatu menyita perhatian. Dari sudut mataku tampak sesuatu yang berkilauan. Sinar di balik bebatuan muncul begitu saja. Seperti memanggil-manggil. Aku menyanggupinya, melewati dua pohon berdampingan itu. Cahayanya samar, tetapi enggan meredup.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Tour Guide is Yōkai
Short Story🦊: Apa jadinya jika tour guide-mu adalah setan oni Jepang yang berusia ratusan tahun?