chapter 1

0 0 0
                                    


   Gerimis membungkus kota. Udara terasa dingin seiring hembusan angin menyamai rintikan hujan. Jalanan kota yang biasa padat sekarang hanya di lalui beberapa kendaraan saja. Mungkin orang orang malas bepergian dari rumah dan lebih nyaman berkumpul bersama keluarga dirumah sambil menghangatkan diri bercengkrama. Entahlah.

Aku menatap sekitar. Gerimis tidak bertambah pun tidak berkurang. Aku menyukai cuaca seperti ini. Mendung, dengan rintikan hujan membasahi bumi.

Kuperhatikan sekitar. Halte tempat pemberhentian bus serta tempat berlindung dari basah nya hujan ini terlihat Ramai. Yang mulai hanya satu dua orang saja sekarang terlihat berdesakan. Entahlah apakah mereka benar benar tengah menunggu bus atau hanya ingin berteduh sebentar atau hanya sibuk dengan pikirannya sepertiku?

Seorang laki laki berjas rapi berlari kecil menuju halte. Ia terlihat takut sekali baju nya akan basah oleh air hujan. Ia menoleh. Tepatnya melihatku yang sedari tadi menatap nya seakan ia adalah buronan yang kabur dari penjara. Aku kikuk. Segera melempar pandangan ke arah yang lain. Ah sial mengapa pula aku harus segitunya memperhatikan orang itu? Dasar.

Bus yang biasa membawa orang orang menuju tujuannya terlihat mendekat. Orang-orang yang sibuk dengan urusan masing-masing pun menghentikan aktivitasnya. Berdiri bersiap menunggu bus yang akan berhenti beberapa detik lagi.

Laki-laki berjas rapi yang pertama masuk ke dalam bus. Sesekali ia melirikku seakan aku adalah mata mata dunia paling berbahaya. Dan aku tidak peduli.

Orang-orang bergantian masuk. Sepilah halte yang beberapa detik lalu terlihat ramai ini.

"Nak, kamu tidak naik?"

Wanita tua yang duduk di samping ku - yang tidakku sadari keberadaannya bertanya heran.

Aku menoleh, Kulihat ia juga tidak bersiap siap akan naik.Aku menggeleng 

"Tidak nek."

Wanita tua itu tersenyum. Senyum ramah yang pernahku lihat dari banyak nya senyum kepalsuan di dunia ini.

"Nenek tidak naik?"

"Ah tidak, tujuanku tidak dengan bus itu. Aku senang saja duduk di halte ini seakan akan menunggu sesuatu. Memperhatikan sekitar. Mencari tahu banyak hal. Kamu juga begitu bukan?"

Aku menatap wanita tua yang duduk di sampingku dengan rasa heran. Kalimat yang ia ucapkan tadi benar adanya. Aku memang senang melakukan hal itu. Duduk di halte menikmati aktivitas orang orang banyak. Dan wanita tua ini juga melakukan hal yang sama.

Hei aku tidak pernah melihat wanita tua ini selama aku menetapkan berdiam diri di halte ini. Mungkin ia melakukan nya di halte lain? Ah benar juga halte di kota ini tidak hanya satu tentunya.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu anak muda? Kamu seperti melihat buronan paling berbahaya saja."  Ia tertawa.

"Tidak apa apa."  aku tersenyum canggung. Apakah tatapanku memang seperti itu heh?

"Kamu tahu? Duduk berlama di halte ini dan menunggu bus datang. Dan ketika ia datang, kita membiarkan nya pergi. Ya kita tidak naik, biarkan ia pergi setelah lama nya kita menunggu. Membiarkan nya pergi dengan hati tulus. Dengan lapang dada. Itu lah hakikat melepaskan wahai anak muda. Suatu pelajaran bukan? Melepaskan sesuatu itu dengan lapang dada tidak semua orang bisa melakukannya." 

Wanita tua itu menghela nafas sebentar. Membiarkan percikan air mengenai kakinya.

"Terkadang kita sulit sekali melepaskan sesuatu yang kita anggap amat berharga sekali. Amat berarti bagi hidup kita. Tapi sayangnya dengan melepaskan justru adalah pilihan terbaik." 

Rain or Shine✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang