Zona Nyaman

11 1 0
                                    

❜❜Kita sudah terbiasa dengan segala kenyamanan ini. Sampai kita lupa caranya untuk melangkah.❜❜

. . .

Pagi itu. 12 Februari.
Hujan membungkus daratan kota. Membuat kelabu suasana.

Orang-orang malas keluar rumah. Udara dingin ini menyeruak tak tertahankan. Mereka lebih memilih berada di rumah,berlindung di bawah atap dengan pemanas udara atau mungkin hanya selimut tebal yang membungkus badan. Seperti mumi kelihatannya.

Desing mesin pemanas,audio tv,dan lantunan musik mendominasi rumah-rumah itu. Berpacu dengan rintik hujan.

Aku lelah terus berdiam di rumah. Aku memutuskan pergi keluar,sejenak menikmati aroma hujan yang menenangkan. Daripada hanya duduk di rumah dan menikmati secangkir cokelat panas. Jenuh.

Jalanan lenggang. Mobil-mobil terparkir rapi di garasi,sudah tidak berdesakan di sepanjang aspal hitam. Takut kehujanan.

Pukul tujuh pagi. Waktunya orang-orang seharusnya berangkat menjemput nasib yang lebih baik. Waktu dimana biasanya aku menenteng tas abu-abu,mengenakan seragam putih biru dan melintasi jalanan ini sambil sesekali berhenti untuk melirik secuil kesibukan. Tapi sayang,12 Februari kali ini dicetak bold dengan tinta merah. Mencolok. Membuka lebar-lebar pintu kesempatan untuk tetap berdiam diri menikmati kenyamanan. Dan menutup rapat pintu produktivitas di pagi berhujan ini.

Mereka bukan malas. Mereka hanya lelah dan butuh rehat.

Zona NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang