Seorang pemuda dengan tubuh babak belur menyiram wajahnya dengan air di wastafel. Area matanya tampak membiru akibat di pukul oleh para pembully. Hidungnya yang bersumpal kapas karena mengeluarkan darah. Bajunya kotor akibat di injak-injak, yang membuatnya harus berguling di permukaan tanah yang kotor.
Lee Hwan namanya, murid tingkat akhir yang akan segera lulus di sekolahnya jika dia masih tahan dengan perundungan untuk satu semester kedepan.
Rambut hitamnya yang selalu acak tampak lebih acak. Manik matanya yang berwarna amber berkilau oleh pantulan cahaya oleh air dan cermin.
Dia merasa lelah, tertekan dan muak. Dia bertanya-tanya apa yang dia lakukan sehingga di bully. Apakah dia pernah berbuat salah?
Segala cara dia lakukan agar tidak di bully lagi.
Pernah dia melapor pada sang wali kelas.
"Bu Guru, aku di bully teman-teman!"
Sang wali kelas hanya memarahi para pemully itu, menghukum mereka dengan hukuman ringan membersihkan lapangan sekolah.
Itu bahkan tidak cukup. Para pembully itu bahkan tidak jera. Setelahnya, mereka menghajar Lee Hwan lagi dan mengancam jika mereka akan membuat Lee Hwan masuk ke rumah sakit jikalau melapor pada para guru.
Lee Hwan memang salah satu murid pintar di kelasnya, tetapi dia cukup bodoh untuk menghadapi para pembully itu. Otaknya buntu setiap kali melihat wajah satu persatu para pembully.
Karena semua itu, Lee Hwan menjadi di jauhi dan menjadi penyendiri. Dia menjadi tertekan, lelah, tertekan, lelah, keduanya.
"Hahahahahahahaha..."
Dia tertawa pahit saat menatap wajah babak belurnya di cermin. Melihat, betapa dia menyedihkan.
Apa penyebab para pembully itu membullynya?
Apa karena tinggi badannya tang hanya 165 cm?
Karena dia bodoh di depan mereka?
Karena dia lemah?
Karena dia tidak berguna?
Tawa Lee Hwan semakin menjadi, bahkan saat adik kelasnya baru saja masuk ke area toilet laki-laki langsung putar balik dengan wajah setengah takut, mengira Lee Hwan sudah gila.
"Benar..." Lee Hwan berbisik pada dirinya sendiri. "Kenapa aku tidak mati saja sejak awal jika terus begini. Ah, iya. Mati adalah hal yang tepat"
Dengan pelan dia melangkah, menyaksikan koridor sudah sepi. Dia sadar bel pertanda masuk kelas sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu, tetapi dia terlalu lelah untuk peduli dengan itu. Bahkan, jika dia masuk ke kelas dengan wajah babak belur, guru hanya bertanya ada apa dengannya. Mereka akan percaya jika Lee Hwan seperti kebiasaannya berbohong dan memgatakan dia baik-baik saja dan hanya jatuh dari tangga. Mereka bahkan lebih bodoh dan hanya mengangguk dengan acuh untuk memberi nasehat agar hati-hati.
Lee Hwan menderita. Orang mana yang mengatakan luka-luka serta lembam di wajahnya adalah jatuh dari tangga. Mungkin hanya orang buta yang mengatakannya, yang jelas-jelas jika di lihat dengan mata telanjang bahkan dari jarak 20 meter bahwa semua luka di tubuh Lee Hwan adalah pukulan dari para preman sekolah. Para pembully.
Saat sepatunya menginjak atap sekolah, angin spoi-spoi menyambut, menerpa surai hitamnya dengan lembut. Alam seolah-olah tahu apa rencana hatinya dan dengan senang hati mendukungnya.
Dia tahu, kematiannya tidak berarti apa-apa. Di sekolah dia akan menjadi babak belur dan buruk. Dia tak memiliki teman untuk sekedar iba atas kematiannya. Di rumahpun sama. Ibunya gila bekerja setelah cerai dengan ayahnya sejak umurnya 9 tahun. Wanita itu hanya berusaha menutupi sakit hatinya dengan lelah bekerja. Dia mengabaikan putranya yang meminta di perhatikan.
Lee Hwan tidak menghina ibunya, tetapi ibunya juga bodoh saat percaya bahwa luka-luka di wajahnya adalah hasil jatuh dari tangga. Wanita itu mungkin terlalu sibuk untuk peduli pada anaknya.
Menghela nafas, Lee Hwan menoleh pada pemandangan bawah. Lantai 3. Dia berharap dia langsung mati setelah ini.
Baiklah, dia benar-benar yakin.
Tubuhnya condong kedepan hingga dia tahu kakinya tak lagi menyentuh apapun.
'Selamat tinggal dunia yang menyedihkan!'
Tetapi, sesuatu memberontak di dadanya.
'Kenapa aku melakukan ini? Tidak, aku ingin hidup! Aku ingin jadi orang yang berguna! Aku ingi mebuat ibu tersenyum! Apa yang aku lakukan?!'
Sepintas imajinasi tentang ibunya yang menangis di ruangan temaram membuat dada Lee Hwan berdenyut. Lalu, kegelapan menghampirinya.
Tetapi tidak,saat dia membuka matanya, dia merasa aneh pada penglihatannya, seolah dia dapat melihat seluruh dunia dengan itu. Tetapi kenapa tubuhnya tidak bisa di gerakkan?
Butuh waktu 5 menit untuknya benar-benar paham, sebelum akhirnya dia tahu_
"AKU MENJADI PEDANGGGGGGGGGG!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration to a Sword of the Hero
مغامرةLee Hwan, murid sekolah SMA tingkat akhir yang selalu di bully mulai tertekan dan mendorong diri untuk bunuh diri. Dia melompat dari atas gedung sekolah hingga tiba-tiba merasa aneh pada tubuhnya. "Hah? Apa aku sebuah pedang?!" 'Jika aku memang hany...