Agustus, 2017
Pagi ini begitu banyak pesan yang masuk pada ponselku. Wajar saja, hal itu terjadi karena saat ini aku sedang menjadi narahubung untuk sebuah pertandingan futsal. Salah satu peserta mengirim pesan kapadaku dan menanyakan alamat rumahku untuk mengambil formulir yang hilang.
"Dasar lelaki, formulir segala hilang. Jadi harus buru- buru mandi deh..." ujarku sambil melihat pesan yang dikirim oleh salah satu peserta.
Tak lama kemudian, aku belum selesai mandi ternyata Bramantya sudah sampai di titik janjian kami. Ia datang berdua dengan temannya yang bernama Rizky, sebelumnya Rizky sudah melihatku saat mengambil formulir yang pertama. Tanpa mengulur waktu lama, aku berpakaian dan bergegas menuju depan gerbang perumahan tanpa sedikit polesan bedak di wajahku.
Sesampainya di titik janjian, aku melihat Bramantya dan temannya sama- sama mengenakan kemeja putih. Aku jadi teringat bahwa beberapa hari kedepan aku juga mengenakan pakaian yang sama seperti itu karena untuk foto Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) di kampusku.
"Pasti abis foto KTM juga nih.", batinku.
"Pada abis daftar kerja atau gimana? Samaan gitu bajunya.", mencoba basa- basi.
"Abis dari kampus.", jawab Bramantya.
"Dimana kampusnya?", tanyaku.
"UI", jawabnya.
"Unindra ya? Sama dong kalo Unindra.", sahutku dengan semeringah karena tau mereka akan menjadi teman satu kampusku.
Sebelumnya memang Bramantya ini sudah chatting denganku seperti ingin menarik perhatianku. Namun, aku hanya membalas pesannya dengan secukupnya dan seperlunya karena aku berpikir tidak akan bertemu lagi setelah pertandingan selesai. Ternyata dia malah menjadi teman satu kampusku tapi dengan jurusan program studi yang berbeda, ia Teknik Informatika sedangkan aku Pendidikan Bimbingan dan Konseling.
"Emang ngambil jurusan apa kalian?", lanjutku.
"Teknik Informatika.", jawab mereka.
"Oh kalau gua BK.", sahutku.
Percakapan yang membuatku malas menjawabnya...
"Rumahnya dimana kak?", Bramantya dengan lancangnya hingga temannya kebingungan melihat keberaniannya.
"Tidak jauh dari sini, di belakang perumahan ini."
"Oh kirain jauh, nanti dianterin kalau jauh...", sahutnya sambil senyum- senyum.
Saat itu aku tidak sepenuhnya melihat wajahnya karena malas dengan tingkahnya. Menurutku itu hal yang aneh untuk orang yang pertama kali bertemu. Tiba- tiba Bramantya melontarkan kata- kata picisannya kembali...
"Panas ya kak? Gak bawa payung sih, adanya jas ujan. Kalo bawakan jadi bisa mayungin kakak..."
"Hah? Iya iya.", jawabku dengan muka yang membingungkan.
Setelah itu, mereka pun menanyakan arah untuk ke jalan raya dan meninggalkan tempat dimana kami bertemu.