Gue gak tau sih sekarang harus apa, disini gue cuma bisa duduk termangu menatap indahnya titik-titik hujan yang mulai menguasai kota ini. Belum ada satu kata pun yang mampu gue ucapkan sekarang. Tangis yang harusnya memang gue buang jauh-jauh malah semakin menjadi-jadi sekarang. Sakit. Sakit yang gak bisa gue artikan. Harus ya gue menerima semua ini?
Gue ga ngerti ini apa, gue belum pernah merasakan ini sebelumnya. Sakit yang benar-benar sakit. Sakit yang ga bisa gue ungkapkan melalui kata-kata. Terlalu sakit buat diingat, terlalu keluh untuk diucapkan. Gue tau ini akhir, gue harus mencoba melepas kenangan itu. Umm tapi sebelumnya, kalian tau apa itu MOVE ON?
—— Move On Itu Apa? ——
Handphone ini, handphone yang sangat gue sayang ini menjadi saksi bisu kisah cinta gue sama Billy. Ya, Billy Revaldy Ashraf. Seorang cowok yang berhasil ngebuat gue jatuh cinta tak menentu tiga tahun lalu.
Tiga tahun lalu dimana gue sama Billy seperti dipertemukan pada suatu kejadian. Dalam keadaan yang sungguh diluar dugaan gue. Hanya dengan kata 'anjir lo, sakit nji—- eh sorry gue gatau kalau numbur cewek' dengan wajah blushingnya.
Flashback
Kata pertama yang harus gue ucapin pertama kali disekolah ini mungkin cuma sekedar kagum kayak rasa kagum sama sekolah pada umumnya.
Gue baru pindah ke sekolah ini dan gue juga sebenernya orang yang pindah sana-sini karena kesibukkan nyokap bokap gue. So, gue udah biasalah buat masuk sekolah yang baru.
Mereka yang sibuk, tapi gue malah kena imbasnya coba? Gue memperhatikan bercak riuh di dalam sekolah ini, tanpa gue sadari ternyata gue melamun hingga ada sebuah yang eh lebih tepatnya seseorang yang menabrak gue.
"Anjir lo, sakit nji—- eh sorry gue gatau kalau numbur cewek." dengan wajah blushingnya.
Mungkin karena tak tahan menahan rasa malunya, dia ingin berlari dari hadapan gue. Namun, dengan cepat gue menahan lengannya itu. Lengan yang kalau dibandingin sama cowok-cowok lain bisa dibilang termasuk kecil.
Cowok berperawakan tampan, tinggi dan tidak terlalu berisi. Bisa gue deskripsiin badan dia mirip kayak... anaknya David Beckham ituloh, Brooklyn Beckham. Astaga nih cowok ganteng banget, mungkin kata itulah yang ada di pikiran gue saat ini.
"Eh sorry, gue mau tanya ruang guru dimana? Lo kelas?" Tanya gue lancar, cepat, secepat mungkin bisa dibilang.
Mungkin karena ini efek gugup yang mendera gue. Gue gatau ya ini apa, biasanya kalau gue ngeliat cogan sih emang gini, tapi gatau sama nih anak. Gue ngerasa sedikit 'different.'
"Itu." Katanya dengan jari telunjuk mengarah ke sebuah ruangan yang cukup besar dan dihiasi oleh taman dengan tataan sangat indah. "Gue kelas 9."
Ohmaigat? Gue ga salah denger nih? Kelas 9? Muka kayak lo kelas 9? Lo lebih cocok jadi anak kelas 7 tau ga, muka lo masih unyu banget ihh.
"O..oke. Mm, makasih ya." Kata gue sambil tersenyum dingin. "Eh tunggu, gue juga mau kesana, kita bareng, mau?" Ucapnya secepat kilat. Jadilah kini kami, eh maksudnya gue dan dia pergi ke ruang guru bersama-sama.
Gak sampai dua menit, kami udah sampai di depan ruang guru, saatnya masuk. Belum sempat kami mengeluarkan satu kata pun, ada seorang guru yang memanggil nama gue dan siapa itu, kayaknya sih nama cogan disebelah gue ini ya?
"Oh itu kalian ya? Kelia? Billy?" Ucap guru itu. Kami berdua kompak menjawab iya dan tiba-tiba hati gue bergidik geli mendengar kekompakkan itu. Kami mendekat kearah guru itu.
"Jadi, ini hari pertama kalian masuk dan kenalin, Saya Bu Arum, wali kelas kalian dan disana, kelas kalian ada di kelas 9.5. kalian bisa langsung masuk." Ucap ibu itu jelas. Kami berpamitan dan langsung pergi ke kelas 9.5.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Love You.
Teen FictionWe fallin love at unexpected time and unexpected people. Deep inside, I love you so much. Ga ada yang tau apa yang bakal terjadi selanjutnya, tapi kita cuma bisa ngikutin kapan waktu ngasih kita ending yang terbaik. Ya, dan gue percaya happy ending...