Prolog

4 2 0
                                    

"Abaa, jangan dulu ke mana-mana baa!"

"Umaa lihat! Aba bandel nih."

Setelah satu minggu Halim bangun dari masa kritisnya, dokter memperbolehkannya pulang dengan syarat memerhatikan pola hidup yang sehat dan jangan sampai kelelahan.

Sebenarnya telinga Halim tidak tuli, hanya saja ia sengaja membuat kedua wanitanya mengoceh tentang kesehatannya. Sikap protektif yang semakin menjadi dari kedua bidadarinya menunjukkan bahwa mereka sangat mencintainya.

"Abaaa... jangan kemana-mana!" Seru Uma setengah berteriak dari dapur.

"Tuh Ba, apa kata Iza juga."

"Aba itu baru sembuh, jangan terlalu banyak gerak dulu."

Gadis cantik berhati lembut dan penuh kasih sayang itu bernama Haiza Anindhita Abdullah merupakan anak semata wayang Halim dengan sang pemikat hati, Fathimah Ariqah.

Beliau tersenyum tatkala melihat putrinya yang kini sudah beranjak dewasa. Tidak terasa waktu seakan berputar begitu cepat. Lihatlah anaknya yang dulu akan mengadu kepadanya dengan air mata bercucuran karena jatuh, sekarang justru menguatkan Abanya saat sakit.

"Iya Ba, kata dokter jangan sampai kelelahan." Uma yang baru saja selesai ritual masaknya pun ikut bergabung di ruang keluarga.


Halim menoleh ke tempat suara berasal. Suara seorang wanita yang sudah 16 tahun menemani sisa hidupnya dalam suka maupun duka. Suara yang akan selalu ia rindu meski setiap hari bertemu. Ada cinta dan kasih sayang yang tulus yang ia temukan di mata teduh istrinya.

"Yaah, padahal Aba kan sudah berjanji sama Pak Heri, mau masuk kerja hari ini," timpal Aba menyebut nama rekan kerjanya, sembari memutar kursi roda mendekati istrinya.

"Jangan dulu, Ba!"

"Uma gak ngizinin Aba kerja, lagian satu minggu ini Aba kan lagi masa pemulihan," ucap Uma menatap serius.

"Kak, coba beritahu Aba apakah ini termasuk tanda akhir zaman karena istri lebih galak dari suami?" kelakar Aba sembari dagunya menunjuk ke arah Uma. Sementara yang ditunjuk mengerutkan keningnya.

"Hahaha Abaa.. kesian Umanya gak paham Baa."

Iza tertawa saat matanya menangkap kebingungan di wajah Uma.

"Hahaha" Aba tertawa lepas, hanya karena ini saja kerutan di dahi istrinya tercetak jelas.

"Ck, oke kalau begitu, Uma tidak peduli." Fathimah memalingkan wajah berpura-pura tak peduli, padahal di dalam hatinya bertanya-tanya kenapa mereka bilang perlakuan tadi disebut tanda akhir zaman.

Uma memperhatikan pakaian, kerudung, dan kaos kaki sudah lengkap di tubuhnya. Uma mengendikan bahunya, sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Hahaha, lihat Umamu itu Kak... dia masih saja sama seperti pertama Aba kenal dulu, masih menggemaskan," goda Aba melihat Uma yang terlihat gengsi dengan rasa penasarannya.

Blush!

Wajah Uma seketika memerah. Uma yang merasakan pipinya memanas, langsung berpamitan kembali ke dapur meneruskan masak-memasaknya yang tertunda, katanya.

Iza menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat kejailan Aba ke Uma.

***

Tepat pukul tiga pagi di ruangan serba putih, Iza terbangun dari mimpinya. Bibir tipisnya masih membentuk lengkungan indah di wajah, terbayang wajah bingung sekaligus kesal Uma saat dijaili Aba. Tapi rasanya kehangatan itu serasa hampa. Matanya mengerjap beberapa kali, ternyata tawa yang ia rindukan itu hanya mimpi. Ternyata, kebersamaan yang kembali ia rasakan itu mimpi.

O' Allah Fix My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang