Part 3 • Rain

149 29 12
                                    

00.05

Keadaan kamar Katya masih terang nampak dari luar, sang ayah menyadarinya saat melewati kamar itu, bahkan ia sudah tahu putrinya itu sedang bekerja keras memaksimalkan kemampuannya. Namun, ada rasa sedikit khawatir karena Katya terlalu memforsir tubuhnya dengan belajar.

"Masuk aja, Pa," ujarnya dari dalam saat mendengar suara ketukan pintu.

Ketika pintu terbuka, Katya dapat melihat raut wajah khawatir yang memaksakan senyum itu.

"Kamu masih belajar?"

Katya hanya mengangguk.

"Jangan lupa istirahat, Katya. Kamu sudah melakukan yang terbaik, Papa sering mendapat kabar dari wali kelas kamu kalau kamu adalah siswi kebanggaannya."

Memang benar seperti itu dan Katya merasakannya, namun tetap saja ia tersipu malu mendengarnya.

"Tidak perlu terlalu keras Katya, tubuh kamu juga butuh istirahat." lanjut Papa.

"Pa, kalau lengah sedikit aja turun peringkat, saingan di kelas unggulan gak main-main."

"Kamu udah masuk kelas unggulan aja Papa sudah senang mendengarnya."

"Tapi kata Mama aku harus jadi nomor satu Pa, nanti kalau Mama pulang terus dengar laporan aku pasti seneng."

Papa tersenyum tipis mendengarnya, "Besok sekolah kan?"

"Iya, besok jangan telat anterin aku ya Pa soalnya ada kelas praktik Kimia, gurunya minta agak pagi."

"Yasudah kalau tidak mau telat, Katya juga tidur."

Katya menurut, ia merapikan beberapa bukunya dan beranjak ke tempat tidurnya, Papa memastikannya lalu mematikan lampu kamar dan meninggalkan Katya yang akan terlelap.

***

"Biar gue aja, Kat. Lo balik ke kelas sana." Edgar menahan lengan Katya yang hendak merapikan peralatan yang di pakai di laboratorium bekasnya.

"Ada maunya kan?" cibir Katya, namun ia menurut pada Edgar untuk langsung kembali ke kelas.

"Itu lo tahu."

"Kalau gak ikhlas gak usah, Gar." tetapi Katya justru benar-benar meninggalkan laboratorium kimia.

"Gunting kertas batu, yuk." tiba-tiba ajak Jevan yang mengejarnya saat Katya berjalan menuju kelasnya.

"Terus main apaan?"

"Yang kalah beliin minun di kantin."

"Kalau jus atau ice cream mau, minum doang mah aku juga bawa, Van."

"Oke deal. Ayok mulai." ajak Jevan.

Sepanjang jalan mereka melakukan permainan tersebut padahal Jevan sudah menang tiga kali.

"Kan lima kali menang," ujar Katya yang memang di awal permainan tidak ada persetujuan berapa kali menang.

"Jangan licik dong, Kat."

"Kan emang belum ditentuin Van berapa kali suit."

"Yaudah main lagi."

"Eh tujuh kali aja deh, Van." melihat Jevan sudah memegang empat poin, Katya lagi-lagi merubahnya.

"Lah?"

"Tadi pas aku tentuin lima kamu gak bilang iya oke, jadi aku tambahin."

Tak terasa mereka sudah sampai di depan kelas mereka dan permainan masih belum berakhir, sampai tiba-tiba sebuah jus alpukat yang mengejutkannya berada tepat di depan Katya menghentikan perdebatan mereka.

MAGIC VIOLET ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang