Memories ΦJuric editionΦ

432 43 21
                                    

Juyeon menatap langit kota Jakarta yang mulai gelap dari kaca jendela mobilnya, sudah hampir dua jam lamanya ia habiskan untuk berkeliling  kota sendirian. Juyeon membawa mobil hitam itu melaju membelah jalanan yang lenggang dan berkabut menuju pesisir pantai.

Perjalanannya akhirnya berhenti pada warung angkringan kecil yang terletak cukup dekat dengan pantai. Kakinya yang panjang melangkah menapaki jalan yang berkabut, matanya mengamati jalanan yang sepi padahal hari mulai malam waktu yang tepat untuk berjalan-jalan.

"Bu, boleh minta kopi susunya satu?"

Ibu itu mengamatinya sebentar lalu tertawa kecil, "Kopi aja mas gak mau gorengan? Itu saya ada tempe sama tahu kali aja masnya mau."

"Nanti saja bu, saya belum laper."

"Sendirian atau sama istrinya mas?" ibu itu bertanya lagi sembari menuang air panas pada gelas yang di pakai untuk membuat kopi.

Pertanyaan itu selalu muncul jika Juyeon sedang berpergian ke suatu tempat, menanyakan soal istri. Memang umurnya sudah matang untuk menikah tetapi ada hal yang menahannya untuk tidak membuka hati untuk siapapun.

"Sendirian aja bu, memang kenapa?"

"Anak saya juga sendiri, bisa kali nanti saya kenalin."

Juyeon mengerutkan dahinya, ini ceritanya ia sedang di tawarkan untuk menjadi menantu sang penjual?

"Hahaha bu, saya sendiri bukannya saya lajang. Saya sendiri karena sedang menjaga hati untuk seseorang yang saya cintai."

Berbohong sedikit tidak apa-apa kan? Mungkin saja dengan begitu sang ibu akan berhenti mengoceh dan segera memberi kopi yang ia beli.

"Kan udah janji kok gak jadi sih? Tau gitu tadi aku langsung pulang aja, capek tau pulang kerja langsung kesini mana ongkos aku tinggal sedikit."

Juyeon menolehkan kepalanya pada lelaki yang terlihat memaki-maki seseorang lewat ponselnya.

"Ck, tau ah. Kebiasaan kalo udah janji ga di tepatin, kalau kayak gini terus hubungan kita bisa aja kandas. Dah sana lagi sibuk kan?" lelaki tersebut memutuskan sambungan secara sepihak dan membuang napas kesal.

Juyeon memberanikan diri menepuk bahu orang itu dan dibuat terkejut siapa lelaki itu.

Cinta pertama dan terakhirnya.

"Eric? Kau kah itu?"

Juyeon langsung memeluk orang itu dengan erat seakan tidak memperbolehkan lelaki tersebut pergi dari hadapannya setelah sang lawan bicara membalikan badan ke arahnya.

"I miss you so much, kemana aja kamu astaga. Kamu ngehindarin aku?" Juyeon langsung mencercar lelaki itu dengan berbagai pertanyaan.

Eric Sohn, Cinta pertama seorang Lee Juyeon bertemu pada saat ospek maba di fakultas. Eric yang saat itu telat datang dan di hukum membersihkan sampah sisa acara jatuh pingsan dan Juyeon yang menolongnya.

Sejak saat itu mereka saling bertukar pesan, jalan bersama dan akhirnya berpacaran setelah tiga bulan pendekatan. Alasan putus karena Juyeon terlalu posesif membuat Eric yang kelebihan energi dan suka berpergian merasa tak nyaman, jika tidak mengabari dalam sepuluh menit Juyeon akan menelepon tiada henti sampai panggilan itu diangkat.

Klise memang.

Juyeon melepas pelukan di lihatnya Eric sedang menggigil kedinginan rona merah muncul pada hidung, telinga dan pipi. Eric adalah orang yang tidak kuat hawa dingin, ia ingat sekali walaupun hubungan mereka sudah hampir satu tahun kandas.

"Lho kak ngapain disini? Ini bukan wilayah rumahmu kan?"

Eric mendongak untuk menatap Juyeon yang sedang mengelus-elus punggungnya. Sedikit heran kenapa mantan kakak tingkatnya ada disini.

You Da OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang