Ada yang Janggal

27 3 0
                                    

"Nak Zahra? Kemari, Sayang!" panggil Ami Fatimah sembari menarik kursi di bagian paling ujung sebelah kiri.

Di sana sudah ada tiga orang menunggu selain Ami Fatimah. Seorang laki-laki yang sudah cukup tua, duduk pada kursi paling ujung. Di sebelah kanannya seorang pria paruh baya. Di sebelahnya lagi ada seorang anak laki-laki yang diapit dua kursi kosong. Dan satu kursi kosong tepat di ujung berhadapan dengan sang pria tua.

Sementara di sebelah kiri tepat di samping pria tua, sebuah kursi kosong. Di kursi sebelahnya seorang wanita seumuran dengan Ami Fatimah. Di sampingnya berjajar seorang gadis belia, seorang anak perempuan, dan terakhir kursi yang ditarik oleh Ami Fatimah.

Zahra mengucap salam dan mencium punggung tangan setiap anggota keluarga yang lebih tua sebelum akhirnya duduk di kursi yang telah disiapkan.

"Inilah keluarga besar kita, Nak Zahra. Yang paling ujung dan di sebelahnya tentu kau sudah tahu. Kakek Ghaffar dan Abi Affan, kakek dan abi-nya Syarif. Sementara ini adiknya Abi, panggil saja Ami Rahma. Yang cantik ini adik bungsu Syarif, Salma. Sementara pria kecil dan gadis mungil ini—Iqbal dan Falisya—anaknya Ami Rahma," terang Ami Fatimah.

Zahra hanya tersenyum sembari menganggukkan kepala sebagai tanda hormat. Bersamaan dengan itu Syam datang dan langsung duduk di antara Affan dan Iqbal.

"Dan saya Syam, pria tampan nomor empat setelah Kakek, Abi, dan Mas Syarif," kelakar Syam, memperkenalkan.

"Syam! Jaga sikapmu," tegur Abi Affan.

"Kau belum tampan sampai kau menikah," celetuk Kakek Ghaffar.

Syam hanya menunduk sambil menggaruk kepala, sementara yang lain menahan senyum. Tak berapa lama Syarif turun bersama seorang wanita. Dia mengenakan celana jins dengan kaus lengan panjang yang dilapisi gaun selutut tanpa lengan. Jilbab segi empat di tata rapi dengan sebuah bros bunga kecil. Wanita itu terlihat sangat modis.

Syarif mempersilakan wanita itu duduk di samping Iqbal. Sementara dia menempatkan diri di kursi paling ujung berhadapan dengan Kakek Ghaffar. Ami Fatimah langsung duduk di antara Kakek Ghaffar dan Ami Rahma, setelah menyapa sekilas pada wanita yang datang bersama Syarif.

Makan siang segera dimulai. Mengabaikan Zahra yang masih penasaran dengan wanita di depannya. Tak ada seorang pun yang mengenalkan mereka. Wanita itu seperti tak dianggap tetapi masih disambut. Entahlah! Zahra segera melupakan hal itu karena gadis kecil di sampingnya meminta bantuan untuk memotong ayam goreng di piringnya.

Zahra membantu Ami Fatimah dan Ami Rahma di dapur. Mereka membereskan meja makan dan mencuci piring. Sekilas Zahra melirik ke arah suaminya yang tampak bicara serius dengan Abi Affan dan wanita yang tadi bersama Syarif.

"Untuk urusan dapur kami mengerjakan semuanya bersama, kalau beres-beres rumah, sudah ada orang yang membantu. Hanya saja, kamar dibersihkan pemilik masing-masing," jelas Ami Fatimah membuka obrolan.

"Oh, iya, Bu."

"Seperti yang lain panggil saja Ami Fatimah dan Ami Rahma. Setelah ini Ami akan tunjukkan semua ruangan di rumah ini padamu," lanjut Ami Fatimah.

"Baik, Ami Fatimah."

Ami Fatimah tersenyum dan kembali sibuk dengan busa dan piring. Zahra membersihkan meja. Sementara Ami Rahma tak banyak bicara. Dia menyimpan semua sisa makanan di kulkas dan lemari. Sesekali tersenyum tipis jika tak sengaja tatapannya bertemu dengan Zahra.

***

"Seperti yang kau tahu, semua kamar ada di lantai atas kecuali kamar kakek. Di sebelah sana ruang kerja kakek tepat bersebelahan dengan perpustakaan. Kakek dan nenek sama-sama hobi membaca, jadi banyak buku yang mereka koleksi. Di sampingnya ruang bermain anak-anak. Televisi juga ada di sana. Kami jarang menonton bersama. Di depannya ruang keluarga, di sini ruang tamu seperti yang kau tahu, di sana dapur dan ruang makan, di ujung ruang olahraga juga kamar tamu. Nafis yang menempatinya," jelas Ami Fatimah panjang lebar.

Madu di Bawah TanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang