Prolog

2 0 0
                                    

Aroma petrichor tercium begitu pekat di hidung seorang gadis bermata cokelat. Aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh ke permukaan adalah hal paling gadis itu sukai. Ia baru saja pulang dari minimarket, usai membeli bahan-bahan dapur. Gadis itu ditemani oleh seorang wanita paruh baya dengan usia bekisar 40 tahun. Jemarinya terus memegang hasil belanjaan dengan erat. Sesekali wajahnya mendongak, menatap riang kearah rintik hujan.

"Ibu, Vina lupa membeli sesuatu. Ibu tunggu Vina ditaman Dandelion ya, Bu." Wanita paruh baya itu mengangguk, mulai berjalan ke arah taman, memilih duduk di bangku taman.

Sementara di seberang jalan, Vina tengah melihat-lihat beragam syal yang dijual oleh sang pemilik toko. Mata Vina langsung tertarik dengan sebuah syal berwarna biru dengan motif bunga-bunga. Setelah membayar syal tersebut, Vina mulai berlari kecil menuju taman Dandelion.

"Ibu, liat, Vina bawa sesuatu loh. Ibu pasti suka."

Mulut Vina terbuka, syal biru yang tengah dia sembunyikan di belakang badannya, langsung terjatuh. Vina berlari kencang menuju Ibunya. "Ibu!!!" Tangis Vina mulai pecah saat itu juga. Entah bagaimana caranya, Ibunya kini tengah terkulai lemah tak berdaya di pelataran taman. Darah segar terus mengucur dari balik sweater biru yang Ibunya kenakan. Vina memeluk Ibunya dengan erat, matanya tertuju pada sebuah pisau yang terlihat berlumuran darah.

Detik terakhir sebelum meninggal, Ibunya berkata, "Selamat ulang tahun anakku, Vina. Semoga kamu bisa membawa kebahagiaan untuk semua orang. Jadilah anak baik yang tulus, maafkan orang yang telah melakukan semua ini kepada Ibu, nak. Ini adalah kesempatan terakhir Ibu bisa mengucapkan selamat ulang tahun secara langsung buat kamu. Tapi, Ibu bahagia, karena disaat terakhir Ibu, Ibu bisa bersama kamu. Berjanjilah kamu akan selalu menyayangi Ayahmu, tidak peduli bagaimana dia nantinya. Ibu sudah menyiapkan kue ulang tahun serta kado spesial buat kamu. Maaf Ibu nggak bisa nemenin kamu tiup lilin sama-sama seperti yang selalu kita lakukan. Se-la-mat ti-ng-gal sa-yang."

"Nggak. Ibu!! Ibu bangun!! Ibu harus buka mata Ibu. Vina disini buat Ibu, Bu. Vina gak bisa hidup tanpa Ibu. Vina mohon Ibu harus sadar!!" Vina mengguncang-guncangkan tubuh Ibunya, berharap Ibunya bisa kembali membuka kedua kelopak mata yang selalu menatapnya dengan hangat. Berharap Ibunya bisa menggerakkan kedua tangan yang selalu membelainya dengan kasih sayang. Namun, semua itu tidak akan mungkin terjadi karena Ibunya telah pergi untuk selama-lamanya.

 Namun, semua itu tidak akan mungkin terjadi karena Ibunya telah pergi untuk selama-lamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pisau ini adalah benda yang membuat Ibu menjadi seperti ini. Siapa pun pelakunya, gue gak akan pernah memaafkannya." Vina terus menangis sambil merengkuh tubuh Ibunya. Tangannya mulai mengangkat sebuah pisau yang berlumuran darah.

"DASAR PEMBUNUH!!!"

Itu adalah kata-kata terkasar yang pernah Vina dengar dari Ayahnya. Rasanya detik itu juga, Vina ingin lenyap dari muka bumi agar ia tidak akan pernah dianggap sebagai 'pembunuh' oleh Ayahnya sendiri. Ini adalah peristiwa besar yang akan mengubah hidupnya 180°. Tentang bagaimana kelamnya hidup seorang Vina, yang dipenuhi dengan air mata.

-

Hai dunia orange.

Apa kalian suka sama cerita ini?

Aku harap kalian bisa menikmati alur cerita ini.

Jangan lupa vote dan comment sebanyak-banyaknya.

Selamat bertemu di part 1☺️


Salam hangat

YuSarMa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang