Jam menunjukkan pukul duabelas siang, saat di mana orang-orang beramai-ramai mencari rumah makan untuk disinggahi. Namun, ayahku yang kala itu terlihat tanpa ekspresi mulai menunjukkan rasa kegelisahannya. Di dalam mobil box putih dengan iringan bunyi sirene yang melaju kencang menuju sebuah rumah sakit yang berjarak kurang lebih 20 kilometer dari tempat tinggalku. Setiba sampai di rumah sakit sesosok wanita yang dari rumah sudah meritih kesakitan sekarang tidak menampakkan rasa sakitnya dia tak sadarkan diri. Ya, wanita itu adalah ibuku. Namaku Rory Andrian Ramadhan. Panggil saja dengan sebutan Rory. Waktu itu umurku baru dua bulan. Masih terlihat lucu dan belum bisa apa-apa. Tanteku bilang aku mirip sekali dengan ibuku, berkulit putih, mempunyai mata yang sayu dan hidung lumayan mancung. Sepeninggal ibuku aku diasuh oleh tanteku adik dari ibu yang melahirkanku. Sebenarnya aku mempunyai 3 saudara lagi, satu laki-laki dan dua perempuan tapi mereka tetap tinggal dan diasuh oleh ayahku. Karena umurku yang masih terlalu belia makanya aku diasuh oleh tanteku sampai aku berusia 12 tahun kemudian aku dijemput ayahku kembali. Ayahku termasuk orang yag terkenal dan tergolong kayaraya di kota itu.