Bagi sebagian orang yang tidak percaya tentang adanya dimensi lain setelah alam ini pasti akan menganggap seseorang yang bisa melihat atau berkomunikasi itu gila. Kebanyakan orang mengatakan bahwasanya itu hanyalah khayalan semata yang dibuat untuk menakut-nakuti. Padahal tidak, bagiku mereka yang tak kasat mata memang nyata adanya. Memang kelebihan melihat apalagi bisa berkomunikasi itu tidak semua orang miliki.Seperti biasa di setiap pagi menunggu di halte bus adalah kegiatan favoritku. Kegiatan yang selalu aku lakukan di keseharianku. Selang beberapa lama menunggu akhirnya datanglah bus yang akan mengantarkanku ke tempat tujuan utama yaitu kampus. Di dalam bus terlihat banyak kursi yang masih kosong. Namun, samar-samar aku mendengar suara agak berat memanggil namaku. "Kinan," panggil seseorang yang sedang duduk di kursi paling belakang sambil menatapku. Sebenarnya ada sedikit keraguanku pada orang itu pasalnya aku sama sekali tidak mengenalinya. Tetapi harus kupaksakan berjalan dan bertanya tentang siapakah dia? Kenapa dia memanggil dan menatapku seakan-akan ingin berbicara sesuatu? Toh, tidak ada salahnya juga. "Permisi ... ," sapaku pada lelaki yang mungkin masih seumuran denganku itu. "Ngobrolnya di taman kampus saja," jawabnya dengan nada sedikit ketus.
Aku hanya terdiam mendengar kalimat yang dikeluarkan dari mulutnya itu. Pemandangan demi pemandangan kota telah kulewati. Tak terasa bus yang kutumpangi ini telah sampai di depan pintu masuk kampus. "Mari ikut saya," ajaknya sambil berjalan duluan. "Iya," balasku singkat.
Sesampainya di taman lelaki itu mengeluarkan secarik kertas dan pulpen tinta merahnya dan menyuruhku untuk duduk di sampingnya. "Maaf sebelumnya, Kinan. Perkenalkan namaku Rafael panggil saja Rafa dari Fakultas Kejuruan Hukum. Aku mengenalmu sudah sejak lama dan alasan mengajakmu secara tiba-tiba kesini karena aku ingin meminta bantuan kepadamu. Apakah kamu mau membantuku?" ucap Rafa secara panjang lebar. "Apa yang bisa kubantu?" Dia terdiam sejenak dan langsung menyodorkan secarik kertas dan pulpen tinta merah itu kepadaku. Secarik kertas putih kosong tanpa tulisan tangan sekalipun membuat siapapun akan terheran-heran. Lama sekali Rafa tidak menjawab pertanyaanku dan hanya terdiam bagaikan patung di mall. Hingga akhirnya..."KINANTI, AYO CEPAT KELAS PAGI KITA UDAH MAU MULAI!" terdengar suara teriakan dari arah belakangku dan Rafa. Suara yang sangat memekakkan telinga bagi siapapun yang mendengarnya. Ya! Suara siapa lagi kalau bukan suara Melinda sahabatku. Tanpa basa-basi akupun langsung lari menyusul Meli dan meninggalkan Rafa sendirian. Meli dan aku berusaha lari secepat mungkin untuk mendahului kedatangan Dosen pagi ini. "Huft ... untung saja kita sudah datang lebih dulu ya, Mel!" ucapku sambil mengeluarkan buku catatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerbang Dimensi Kedua
HorrorSelamat menikmati:) Mahasiswi semester akhir itu sedang gencar-gencarnya menyelesaikan skripsi yang telah di kerjakannya sedari lama. Namun, di sela kesibukannya ia malah ditimpa berbagai permasalahan. Masalah yang menurutnya sungguh di luar ekspekt...