STORY 02 : Cookies

393 22 1
                                    

MAIN CAST : Kim Taehyung X Park Chaeyoung


- secuil biskuit nyatanya lebih ampuh untuk mendapatkan kembali perhatiannya -


Chaeyoung mencomot sekeping biskuit berlapis cokelat mete dari stoples dalam dekapannya,lagi. Kembali menggerakkan rahangnya untuk meremukkan penganan itu

 Kembali menggerakkan rahangnya untuk meremukkan penganan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


dan menyalurkan sedikit kesalnya yang menyesaki dada. Dalam lima belas menit belakangan, hanya hal tak berguna itu yang dilakukannya. Selain melirik ponsel merah jambunya yang tergeletak di atas sofa, di sebelah tubuhnya.

Rasa gurih dari mete yang berlumur cokelat manis nyatanya tak mampu mengurangi gemuruh amarahnya yang sudah mendidih di ubun-ubun. Dan akibat mengonsumsi cokelat di larut malam yang dapat menambah bobot tubuh tak lagi dia hiraukan. Chaeyoung hanya kesal, karena perbuatan seseorang.

Ting tang. Ting ting. Ting tang.

Cahaya biru yang berkelip dari ponsel yang bergetar di dekat kaki itu menyedot penuh perhatiannya. Bukan berarti dengan cekatan dia mengangkat benda itu setelah melihat ID caller-nya. Yang dilakukan Chaeyoung malah memelototi layar ponsel tersebut dengan raut yang seakan merutuk, jangan pernah berharap aku sudi mengengkat teleponmu!

Ponsel itu kembali bergetar, memperlihatkan penelepon yang masih sama. Sudah enam kali orang itu mencoba menghubunginya dan sebanyak itu pula Chaeyoung mengacuhkannya.

Percobaan ketujuh sepertinya sudah menghabiskan kesabarannya. Dengan berengut yang hampir mempertemukan kedua alisnya, Chaeyoung mengangkat sambungan telepon. "Ada apa?" sungutnya dengan suara melengking, bahkan saat seseorang yang terhubung dengannya belum mengeluarkan sepatah kata pun.

"Kau ini tidak ada manis-manisnya sama sekali," suara dari seberang merespon putus asa.

Bibir Chaeyoung mengembuskan nafas berlebihan, sampai anak poninya tergerak lemah. "Dan memangnya kau siapa sampai aku harus bermanis-manis padamu?" timpalnya keberatan.

"Ah, lupakan! Cepat buka pintunya," suara itu menggerutu, "apa di rumahmu tidak ada jendela? Sampai kau tak lihat hujan menusuk-nusuk kulitku saat ini."

Pandangan Chaeyoung seketika bergeser pada jendela berdaun ganda yang dibingkai kusen kayu cendana di sisi ruang tengah. Meski tertutup korden berwarna ivory berenda, petir yang saling menyambar dapat dilihatnya. "Kalaupun itu badai es, aku tak akan peduli. Dan lagi, cobalah untuk mengucapkan kata tolong, tae!"

Suara di ujung mendengus -atau mungkin mendesis lantaran kedinginan, Chaeyoung tak terlalu memedulikannya. Mengingkari janji adalah hal yang paling dibencinya dan Taehyung telah melakukannya; membatalkan acara makan malam mereka dengan alasan konyol. Dan sekarang, dia memohon-mohon di tengah hujan badai seperti ini.

"Chaeng-a," suara serak dari speaker ponsel membuat Chaeyoung merinding tiba-tiba. "Sedetik saja, bukalah pintunya."

Chaeyoung menggigit bibir bawahnya sesaat, lantas menggigiti kuku jarinya yang tak rata dan tak tertata. Dia bukan kategori gadis yang mudah tersentuh apalagi gampang terperdaya, tetapi ketika sesuatu terjadi pada Taehyung, hal paling tak masuk akal pun akan dilakoninya.

"Aku sedang marah padamu, tae. Apa kau berpura-pura tak tahu?" ujarnya lebih rendah ketimbang pertama tadi pada ponsel tipis di pipi kanannya.

taehyung tak menjawab. Hanya suara batuk-batuk kecil yang bersaing dengan suara berusik hujan yang menghantam tanah dan atap sesekali menyusupi gendang telinga Chaeyoung. Gadis itu mendadak tegang.

"Tae, kau baik-baik saja?"

Belum ada jawaban.

Sejurus tubuh Chaeyoung meloncat dari sofa dan meletakkan stoples biskuitnya sembarangan di lantai. Langkahnya panjang-panjang menuju pintu di depan. Setelah mencapai pintu dan menarik gagangnya terlampau kuat, gigi Chaeyoung beradu, kesal mendadak merayapi dadanya.

Di hadapannya sekarang telah berdiri seorang lelaki dengan mantel anti air tebal yang menarik ujung bibirnya kelewat lebar.

"Hai, Chaeyoung," sapa Taehyung dengan suara lembut yang terkesan dibuat-buat dan naasnya sangat kentara.

"Sialan!" pekik Chaeyoung teredam amarah pada Taehyung yang masih memperlihatkan deretan giginya yang tertata sempurna, lengkap dengan sebuah cengiran yang menjengkelkan. Chaeyoung sangat tahu jika sekarang lelaki itu menahan kuat-kuat untuk tidak tersenyum ketika melihat betapa bodoh dirinya yang sangat mudah dikelabui. "Tidak lucu, bodoh."

Chaeyoung menggeram, segera membalikkan tubuhnya dan meninggalkan Taehyung yang masih berdiri di ambang pintu. Yang sekarang tengah menertawainya.

"Kau marah?" teriak Taehyung setengah berlari.

Mulut Chaeyoung terkatup, enggan menanggapi pertanyaan tolol yang diajukan Taehyung. Gadis itu lantas mengentakkan tubuh dengan serampangan ke atas sofa tempatnya duduk tadi. Rasa malu terasa menutup seluruh wajahnya saat ini. Dipermalukan oleh seorang Kim Taehyung benar-benar telah menggores harga dirinya sebagai seorang gadis yang nyaris selalu menang dalam adu mulut dan pertikaian remeh lainnya. Dan dia bersumpah akan menuntut balas walau sampai sembilan turunan sekali pun.

"Hey! aku bertanya padamu," tuntut Taehyung setelah berhasil mengikuti dan mengambil tempat di sebelah Chaeyoung.

Masih bertahan dengan membisu dan mengunci mulut, Chaeyoung lebih memilih untuk mengambil stoplesnya yang tadi ditinggalkan di atas lantai dan mengambil biskuit lagi. Menyumpalkan satu keping biskuit berlapis cokelat tersebut ke dalam mulutnya, sekaligus. Mengunyahnya berlebihan, hingga terkesan bernafsu untuk menggilas sesuatu yang mengganggu.

Mata bulat Taehyung melebar, memandang Chaeyoung takjub. Di saat marah sekalipun, gadis itu masih bisa memasukkan makanan ke dalam perutnya. Hebat!

Tetapi, Taehyung bukanlah lelaki yang dikaruniai kesabaran seluas samudra. Dan dia sudah cukup bersabar melihat kelakuan Chaeyoung sampai-

"Kau tidak bisa mengacuhkanku lagi, Chaeyoung," bisiknya tepat di depan telinga Chaeyoung.

Tulang punggung Chaeyoung berdesir tiba-tiba. Dia telah membuat kesalahan. Fatal.

Sebelum berhasil memikirkan cara menghindar, bibir Chaeyoung sudah menggigit keping biskuit yang tersisa separuh di mulut Chaeyoung. Turut andil untuk menghabiskan potongan kecil biskuit tersebut. Sementara wajah Taehyung memanas dan bersemu merah muda, Taehyung malah mengikat manik mata gadis itu. Menguncinya agar tak bisa berkelit lagi.

"Brengsek," Chaeyoung mendesis disela kegiatan Daehyun yang mulai menempelkan bibirnya yang dingin di atas bibirnya. Menekannya lembut dan hati-hati seperti menyentuh porselen antik yang gampang pecah.

Otak Chaeyoung sangat ingin berontak dan mendorong kepala Taehyung sampai lelaki itu terjengkang. Sialnya, syaraf dan anggota tubuhnya yang lain tak menyetujui itu. Menginginkan kecupan Taehyung bertahan lebih lama di bibirnya. Dia hanya tak ingin terlihat gampangan lantaran terlena oleh perlakuan seorang lelaki seperti taehyung.

Layaknya satu set peralatan yang dapat bekerja optimal jika bersama, begitulah mereka. Saling mengingkari eksistensi masing-masing, tetapi tidak bisa mengelak lagi ketika sudah berdekatan.

| E N D |

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VROSE SHORT ROMANCE FICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang