song :
billie eilish - happier than ever
● ● ●
"Giano, hari ini kamu ganteng."
"Tumben?"
"Gantengnya beda."
Giano mengulum senyum singkat. Kembali tatapannya mengarah pada Anaya. "Sudah makan?"
"Sudah, gak enak."
"Memangnya tadi makan apa?" tanya Giano penasaran.
Anaya terlihat memutar bola mata. "Sup ubi tanpa garam. Bayangin rasanya."
"Lama-lama entar biasa. Lagian mulut kamu kan sejak dulu gak lepas dari makanan enak. Sekali dikasi yang gak sedap, langsung protes."
"Selera Gian. Memang kamu bakal tahan juga kalau aku masakin sup ubi gak pake garam?"
Gian cengengesan. "Mana mau aku makan gituan."
"Nahkan. Sama kayak aku," tutur Anaya.
Mereka berdiam diri. Kembali mata yang saling berbicara, menyalurkan rindu lewat si indra penglihatan. Tanpa sadar berdua tersenyum simpul.
"Aku rindu kamu."
"Aku disini, Anaya." Giano membalas dengan tenang.
Guratan cemas tampak jelas di wajah sang wanita. Dirinya tahu kalimat itu hanyalah sekedar penghibur sesaat. Anaya menggeleng kepala. "Tetap aja--"
"Anaya, semuanya bakal baik-baik."
"Kamu bisa bahagia," lanjut Giano tak melepas pandangannya daripada Anaya, istri tercinta.
Anaya diam saja, membiarkan insan di hadapannya bergulat dengan emosi dalam pikiran. Wanita itu tak mau yakin lagi dengan segala kata yang datang dari mulut Giano.
Giano suka berbohong.
Dan sayang sekali, Anaya cukup sering tertipu.
"Jangan suruh aku bahagia."
"Kamu yang seharusnya bahagia," timpal Anaya lagi.
Dahi menggurat membentuk kerutan disana. Mulut sedikit terbuka menampilkan deretan gigi putih bersih. "Anaya, kamu barusan bilang apa? Kamu suruh aku bahagia?"
"Gimana aku bisa bahagia kalau kamu ada disini?"
"Memangnya apa yang salah dengan aku di penjara, Giano?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisakah Kita Bahagia? ✓
Short StoryKata Giano, Anaya bisa bahagia. Tanya Anaya, bagaimana caranya? ©biangpenat, 2021