layu.

12 1 0
                                    

Menurutku, cinta pandangan pertama itu tidak pernah benar-benar ada. Kita hanya sekedar kagum dengan pemilik mata yang membuat kita jatuh. Kita hanya melihat sekilas senyuman yang ternyata efeknya bisa separah dan sehebat itu.

Masalah perasaan memang agak rumit.

Setidaknya hal-hal di atas adalah asumsiku sebelum mengalaminya sendiri sore ini.

Sore tadi, aku tengah terduduk di kursi sebuah halte. Menunggu seorang teman yang dari jauh-jauh hari telah membuat janji denganku. Agak aneh memang, menunggu dan bertemu di halte saat kalian tidak berencana naik angkutan umum untuk pergi. Tapi menurutku sendiri, halte adalah tempat bagus untuk menunggu. Meskipun bukan menunggu bis. Ya, kau tidak perlu ikut membenarkan. Sudah aku bilang 'kan? Ini hanya menurutku.

Menunggu kali ini terasa lebih lama dan lebih membosankan dari yang biasanya aku lakukan. Entah kenapa. Mungkin karena baterai handphone-ku habis. Atau karena orang yang aku tunggu sedari tadi tak kunjung-kunjung datang dan menyapa diriku yang telah menunggu kehadirannya sedari tadi.

Sehingga, untuk menghilangkan kebosanan itu sendiri, aku menghitung mobil dan sepeda motor yang lewat. Tapi, lebih daripada itu, aku lebih tertarik pada langit biru hari ini. Biru itu membentang indah. Kelihatan beda dan lebih indah dari biasanya.

Selepas dari langit, mataku beralih ke objek yang kini tengah membelakangiku. Tadi, sekilas aku memang mendengar suara sepatu mendekat. Tapi, tidak membayangkan bahwa yang akan berhenti di depanku adalah seorang laki-laki dengan posisi membelakangiku. Tidak bisa dibilang tidak sopan, sih, sebab posisinya memang agak jauh di depanku.

Lupakan soal itu! Dari yang aku perhatikan, ia membawa gitar di punggungnya. Dan yang lebih menarik, disana terselip bunga mawar putih yang telah layu. Entah apa fungsinya, aku juga kurang mengerti.

Terhitung beberapa menit setelahnya, aku beranjak agak ke samping hanya untuk memenuhi keingintahuanku untuk melihat wajahnya. Dan itu sia-sia, karena yang terlihat hanya masker hitam yang menutupi bagian bawah wajahnya.

Aku menghela nafas pelan. Kenapa juga aku ingin tahu.

Hendak bergeser kembali ke tempat semula. Agar tepat berada di belakangnya, lagi. Tapi gagal waktu matanya melihat ke atas. Ke langit. Iya, ke langit yang aku bilang indah tadi. Kau tahu? Matanya bahkan lebih indah dari langit yang seluruhnya berwarna biru. Iya, itu memang sangat berlebihan. Aku tahu. Tapi, untuk kasus yang ini, itu benar adanya. Pukul aku jika terbukti aku sedang mengada-ngada.

Kembali ke si pria gitar itu, dalam hitungan detik setelah itu, ia menurunkan benda hitam yang menghalangi sebagian wajanhnya. Setelah menurunkan benda hitam itu, dia menghela napas kasar lalu tersenyum setelahnya. Seolah menyemangati diri sendiri, atas apa yang terjadi hari ini. Aku hanya menerka. Namun, jika benar adanya aku bisa apa?

Oh, aku hampir lupa. Kau tanya senyumannya?
Dari sekian banyak hal yang tidak terdefinisikan di dunia, senyuman si pria gitar ini adalah salah satunya.

Oh, inikah yang orang-orang sebut dengan cinta pandangan pertama?

Rasanya aneh, seaneh namanya. Pun termasuk penderitanya. Mereka aneh.

Jadi sekarang.., sudah bisa kusebut diriku aneh?

Wajah itu terus kupandangi seakan akan hilang sekejap lagi. Jujur, itu bukan sekedar ungkapan. Karena beberapa menit setelahnya hal yang akan membawanya pergi telah tiba.

Dia naik ke bis itu. Pergi. Meninggalkan tatapan memujiku. Meninggalkan halte tanpa nyawa. Meninggalkan aku yang sampai saat ini masih belum mampu mendefinisikan senyumannya menggunakan kata apa. Oke, itu sangat sulit.

Aku menghela nafas kembali. Pandanganku beralih ke arah pria gitar tadi berpijak. Bukan kosong yang aku temui, bukan debu tanpa pemilik. Itu bunga. Bunga mawar putih layu yang sebelumnya tesampir di gitar belakang punggungnya. Bunga itu tergelatak tanpa nyawa.

Dan tanpa pikir panjang, tanpa perhitungan, bahkan tanpa aba-aba aku mengambil hal itu dengan perlahan. Sudah berada di genggamanku sekarang.

Setidaknya, jika perasaan yang aku punya tidak bisa bersama pemiliknya, ada saksi bisu yang jadi bukti kalau aku pernah bertemu dengan pemilik mata yang lebih indah dari langit yang sepenuhnya biru. Pemilik senyuman yang tidak terdefinisikan. Ya, aku pernah bertemu dengannya.

***





wilting flower.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang