Chapter 23

36 3 0
                                    

Keesokan harinya, tepatnya di ruang kelas X IPA 1 dan X IPS 1. Bangku yang biasanya diduduki oleh Lisa dan Ify tampak kosong begitupun dengan bangku Ruth. Sementara itu, Dira yang berada di toilet terlihat begitu gelisah.

"Lo kenapa sih? Dari tadi mondar-mandir gak jelas!" Elsa menegur Dira.

"Aku kepikiran sama Ruth, Ify dan Lisa. Kira-kira mereka bakal berhasil membujuk anak pertamanya pak Nil gak ya?" Dira menggigit kuku jarinya.

"Udah tenang aja, percayakan semuanya ke mereka bertiga," Elsa mencoba meyakinkan Dira. Seketika ide yang diusulkan oleh Tiffani tadi malam kembali terngiang di kepala mereka.

Flashback on

"Sayang banget kita gak bisa ngulik informasi apa pun dari kak Sella karena dia udah terlanjur pergi dari asrama," Aila merasa kecewa.

"Tapi aku penasaran kenapa dia tiba-tiba pergi gitu aja," pikir Ruth.

"Mungkin dia takut perbuatannya terbongkar, makanya dia buru-buru kabur," duga Elsa.

"Udahlah, biarin aja dia pergi. Gak ada gunanya juga kita nyari informasi dari dia, lebih baik kita mikirin rencana selanjutnya," saran Tiffani.

"Rencana selanjutnya?" ulang Ruth.

"Iya, rencana selanjutnya. Rencana untuk menghancurkan kepala sekolah," ujar Tiffani tegas.

"Mood kamu kelihatannya mudah berubah-ubah ya." Dira menarik satu bibirnya ke atas.

"Maksud lo?" Alis Tiffani hampir tertaut sempurna.

Dira hanya menggeleng pelan. "Gak, bukan apa-apa kok. Lupain aja yang gue bilang tadi."

"Bisa jelasin tentang maksud ucapan lo tadi," pinta Ruth.

"Demi mencapai tujuan organisasi RED TAIL, maka langkah pertama yang perlu kita lakukan adalah menyingkirkan kepala sekolah." Tiffani tersenyum miring.

"Asal lo tahu aja menyingkirkan kepala sekolah gak akan semudah membalikkan telapak tangan," ujar Elsa menohok.

"Memangnya surat kuasa itu gak bisa kita pakai untuk menjatuhkan pak Derawan ya kak?" tanya Ify.

"Dokumen itu aja gak bisa dijadikan sebagai bukti," pertegas Ruth. "Memang kalian berharap apa? Setelah kita melaporkan masalah ini ke kepolisian semuanya akan berjalan sesuai keinginan kita? Jawabannya ngak! Karena pak Derawan bisa aja mengelak dan menuduh kita yang berbohong. Gue yakin kalau tim kepolisian pasti akan lebih mempercayai orang dewasa ketimbang anak SMA," tambahnya.

"Kalau begitu kita perlu bantuan seseorang!" seru Tiffani, "dan seseorang yang gue maksud adalah anak perempuan pak Nildan, Rahmaniar Kharisma," sambungnya.

"Ide lo gak buruk, tapi di mana kita bisa nyari dia?" Ruth melipat kedua tangannya di dada.

"Dia bekerja sebagai apoteker di salah satu rumah sakit kecil yang lokasinya gak jauh dari kota kita. Kira-kira cuma tiga jam perjalanan aja dan seingat gue nama rumah sakitnya Mentari Husada." Tiffani lagi-lagi tersenyum miring.

Lisa menyipitkan matanya. "Kak Tiffani tahu dari mana? Aku sendiri bahkan gak tahu informasi itu."

"Itu tandanya lo kurang becus mencari informasi," balas Tiffani sarkas membuat Lisa sedikit emosi.

"Kalau gitu kita atur aja pertemuannya kak, bukannya lebih cepat lebih baik ya," Aila memberi usul.

"Biar gue yang ngatur temu janjinya dan gue rasa semuanya gak perlu pergi cukup gue, Lisa sama Ify aja," putus Ruth.

"Kalian kalau ngomong enteng banget sih! Memang guru-guru pada mau ngizinin?!" seru Elsa.

"Kak Elsa benar, lagian besok bukan wekeend," Ify sependapat dengan Elsa.

THE RED TAIL [END]Where stories live. Discover now