1 - Kebahagiaan Alana

0 0 0
                                    

"Dor. Dor. Dor!"

Seorang pria kecil menembak ayahnya layaknya polisi intel yang mengintai penjahat. Pistol itu menyemburkan air sebagai pelurunya.

"Penjahat mati!" Ujar Azka berloncat-loncat kegirangan.

Pria yang tertembak itu pura-pura pingsan ketika air dari pistol mengenai kepalanya.

"Yeeeee. Kak Alana, Kak Alana," panggil Azka berlarian mencari sosok wanita remaja yang sedang asyik membaca novelnya.

"Kak Alana, aku hebat!" Ucapnya ketika menemukan Alana yang masih sibuk dengan aktivitasnya.

Azka menepuk kencang paha gadis itu dengan sorot mata bahagia.

"Kenapa sayang? Kakak lagi baca buku," jawabnya risih.

"Kak Alana. Barusan Azka nembak penjahat sampai mati. Azka hebat, ya!" Cerocosnya sekali lagi.

Alana menutup bukunya. Menyimpan dengan seksama di atas meja. Menatap adik kecilnya dengan senyum paling tulus.

"Wah. Adik kakak hebat sekali. Nanti, kalau sudah besar, Azka juga harus bisa melawan para penjahat, ya. Biar Azka jadi pahlawan," tutur Alana mengacak rambut pendek Azka.

"Oke, Kak. Makanya, Azka mau jadi polisi atau tentara biar bisa nembak para penjahat," jawab Azka masih dengan nada semangat.

Alana mengusap sayang kepala Azka. Merasakan betapa bahagianya dirinya. Di lawan arah, pria yang berpura-pura sebagai penjahat tadi berjalan tersenyum ke arah mereka. Senyum jahil dari Alana kemudian tersurat di bibirnya. Matanya menyipit seraya berbisik kepada Azka.

"Azka, itu penjahatnya bangun lagi. Ayo, kejar! Tembak lagi sampai pelurunya habis!" Tunjuk Alana kepada ayahnya.

Anak kecil itu menoleh ke belakang mengejar kembali Ayahnya. Ayah yang melihat Alana bisa memastikan bahwa anaknya mempunyai niat jahil terhadap ayahnya.

"Penjahat! Jangan kabur! Kamu akan mati!" Teriak Azka semangat mengejar ayah yang mulai sedikit berlari.

Ayah berbalik arah untuk menghindar dari kejaran Azka. Senyumnya tak lepas dari bibirnya.

"Awas, ya. Alana! Baju Ayah sampai basah! Tunggu balasan  dari Ayah," pesan Ayah berteriak membuat kaget Alana.

Bagaimana ayah bisa tahu bahwa anak kecil itu disuruh oleh kakaknya. Ia tersenyum geli. Melanjutkan kembali kegiatan yang menjadi kegemarannya, membaca buku.

"Ah, biarin. Yang penting bisa santai lagi baca buku," gumam Alana tersenyum melihat bukunya.

Beberapa menit kemudian, seorang wanita berkepala tiga datang dari dapur membawa nampan berisikan makan siang. Ia menyimpan makanan itu di atas meja ruang keluarga. Kemudian, berbalik sekali lagi ke dapur untuk mengambil makanan selanjutnya.

Setelah meja penuh dengan hidangan spesial dari wanita itu, ia berteriak memanggil seluruh anggota rumah.

"Ayah, Alana, Azka?" Panggil Alisa mencari keberadaan ketiga orang itu.

Terlihat dua makhluk yang sedang berkejaran di halaman rumah.

Dug.

Ayah menubruk wanita yang memanggilnya tadi, yang tidak lain adalah bunda dari anak-anaknya.

"Aw," ujar Alisa meringis.

"Ayah, sakit tahu. Ya Allah, sampai basah kuyup begini. Ayah habis ngapain, sih? Berenang?" Cerocos Alisa tak henti.

"Tuh, anakmu!" Ayah menunjuk dengan menggerakkan kepalanya ke arah Azka yang sedang nyengir tanpa berdosa menatap ke arah Alisa.

"Maasyaallah, Azka. Udah, yuk. Makan dulu," ajak Alisa kepada putra kecilnya.

Ia meraih tangan Azka. Menyimpan pistol mainannya di sebuah kursi santai di halaman. Azka mengaitkan jemari kecilnya di tangan besar Alisa.

"Dadah, penjahat. Nanti, kita main lagi, ya, Ayah," seru Azka melambaikan tangannya.

"Mas, kamu ganti baju dulu, ya. Habis itu kita makan siang," ucap Alisa sebelum masuk kembali ke dalam rumah.

Pria yang bernama Ando itu mengangguk mengiyakan apa yang dikatakan istrinya. Ketika sampai di ruang keluarga, seorang gadis tengah menikmati camilan yang dibuat oleh Alisa.

"Hai, Bunda. Aku nyicipin duluan, ya. Habis aroma makanan Bunda kebawa angin sih sampai ke atas," ucap Alana menunjukan deretan giginya kepada Alisa.

"Ya, dong. Siapa dulu yang masak? Yuk, makan. Kita tungguin Ayah sebentar lagi," jawab Alisa duduk di samping Alana.

Ando datang dari arah kamar. Bajunya telah diganti. Ia nampak lebih segar dari tadi.

"Anak Ayah kalau sama makanan tahu aja!" Sambar Ayah menyipit ke arah Alana.

Alana yang merasa tersindir menatap jahil Ayah. Tak peduli apa yang dikatakan ayahnya. Meneruskan melahap camilan yang saat ini sedang dipegangnya.

Akhir pekan selalu menjadi suasana yang dirindukan oleh keluarga kecil ini. Sebab, di hari lainnya mereka selalu sibuk dengan kegiatan masing-masing, sehingga tak ada waktu untuk menghabiskan waktu bersama seperti saat ini.

Ando, Alisa, Alana dan Azka terlarut dalam suasana bahagia sebuah keluarga. Menghabiskan waktu libur dengan makan bersama di rumah saja menjadi suatu hal yang berharga, yang tak bisa dirasakan setiap hari oleh orang-orang sibuk seperti mereka.

*****

Hallo, sahabat KBM. Jangan lupa dukung aku dengan berlangganan novel "Renjana Alana" yg sedang on going, ya

Novel ini diikutsertakan dalam lomba menulis inspiring story yang bertema "Bangkit dalam Masa Sulit".

Semoga kalian suka, ya. Kalau ada kritik dan saran boleh tulis di komentar.

-Widia Dealova-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Renjana AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang