•
•
•
•
•
Bugh!
Semua murid yang ada di kantin memekik terkejut. Satu pukulan berhasil dilayangkan pada anak pemilik sekolah. Semua mata menatap pelakunya.
“Berani lo sama gue? Hah?!”
“Kenapa enggak? Jangan karena lo anak pemilik sekolah ini, lo bisa seenaknya sendiri Jay!” Pekiknya dengan nada tinggi yang membuat Jay semakin geram.
“Gue bisa buat lo di drop out dari sekolah ini, Jake Sim.” Ancaman membosankan itu keluar dari mulut Jay.
Jake tersenyum miring. “Silahkan saja! Tapi gue harap lo gak lupa kalau gue anak emas penyumbang prestasi di sekolah ini.”
Jay yang sudah tidak bisa membendung amarahnya langsung membanting Jake bersiap memukulnya, namun Jake lebih dulu menghindar hingga pukulan Jay meleset ke tembok dibelakang . Jake secepat kilat membalikkan tubuh mereka, mengunci pergerakan Jay dan memukulnya membabi buta.
Semua murid tampak terkejut. Bagaimana penampilan seorang Jake yang biasanya rapi bak kutu buku, kini berbanding terbalik bak berandalan. Mereka berpikir mungkin Jake lelah menjadi mainan Jay, dan saat ini Jake sedang melampiaskannya.
Tak ada yang berani memisahkan, kantin telah berubah menjadi arena tinju. Semua meneriaki nama jagoan masing-masing, bahkan beberapa merekam dengan ponsel.
Beberapa detik kemudian Jay berhasil mengunci pergerakan Jake diatas meja, mencekik lehernya dengan amarah membuncah. Wajah Jake memerah, ia meraba benda disekitarnya. Setelah berhasil mendapatkan semangkuk cabe, Jake melemparkannya ke wajah tampan Jay.
Jake menghirup udara sebanyak mungkin, membiarkan Jay berguling dibawah memegang matanya dan meneriakkan air berulang kali. Jake mengambil kursi disebelahnya, mengangkat ke udara, bersiap melayangkannya pada Jay.
“SIM JAEYOON!”
Suara ricuh dikepala Jake mendadak hilang, ia segera menegakkan tubuhnya. Senyap. Jake mengamati sekitarnya, lalu membuang nafas kasar. Teriakan barusan adalah suara Mami.
Ternyata cuma mimpi huh!
Setelahnya Jake menertawakan kebodohan dirinya, mana berani dia melawan Jay di dunia nyata. Andai mimpi barusan adalah kenyataan, maka tak ada seorang pun yang bisa merendahkan dirinya.
Tapi ia bukanlah antagonis, Sim Jaeyoon adalah sosok protagonis.
Ketukan pintu semakin keras, Jake sadar ia harus berangkat ke sekolah. Jake segera menyingkap selimutnya, menyambar handuk, lalu menyahut agar Mami-nya tahu ia sudah bangun.
“INI JAKE MAU MANDI MAM!”
≪•◦ ❈ ◦•≫
Sim Jaeyoon, atau lebih dikenal sebagai sosok Jake Sim. Lahir pada tanggal 15 November 2002, Brisbane, Australia. Dan seorang anak tunggal.
Jake tampan, tapi tidak banyak digandrungi para wanita. Jake pintar, tapi tidak jadi idola di sekolahnya. Jake anak baik, penuh dengan sisi positif. Jake kaya, tapi penampilannya sederhana. Satu kata yang menggambarkan dirinya adalah, perfect. Tapi bagi Jake, dia adalah murid biasa-biasa saja yang berharap memiliki banyak teman.
“Boy, what are you doing huh?” Tanya Jenny ketika putra semata wayangnya memeluk manja dari belakang.
Meski panggilan boy terdengar berlebihan diusianya sekarang, tapi bagi Jake ia senang dengan panggilan itu. Menurutnya itu adalah panggilan sayang dari sang Mami.
“I miss you Mam.”
Jenny tersenyum manis, ia mengusap sayang rambut hitam Jake. Menuntunnya untuk dipeluk dari depan. Jake dengan senang hati menyambut hal tersebut.
“I know, and miss you too Boy!” Jenny melepaskan pelukannya lalu menata sandwich dipiring Jake dan suaminya. “Let’s breakfast! Mami gak mau kamu telat.”
Mengikuti saran Maminya, Jake segera melahap sarapannya. Ia sempat menatap Papinya, sebelum teringat akan satu hal.
“Pi, Jake butuh beberapa buku fisika lagi. Senin depan akan ada olimpiade, apa Papi bisa membelinya?” Tanya Jake hati-hati.
Jake tidak terlalu dekat dengan sang Papi. Sesekali mereka komunikasi hanya membahas seputar sekolah dan pelajaran, Papinya terlalu sibuk. Jake tau Papinya tak akan menanggapi dirinya jika bukan tentang hal serius, padahal Jake ingin bercanda dan menghabiskan waktu.
“Tentu! Kirim saja judul bukunya, pulang kerja akan Papi bawakan.” Respon Jaehwa. “Apa sekolah mu baik-baik saja? Tidak ada masalah kan Jake?”
Jake menghentikan kunyahan dimulutnya, tampak Jenny juga ikut menunggu jawaban darinya. Jake ingin berkata jujur tapi hanya akan membuat orangtuanya khawatir. Sontak Jake mengangguk dengan senyum lebarnya.
“Good. Everything is good, yeah.”
No. I’m just trying to be good.
Faktanya mata tidak bisa berbohong, tapi beruntung orangtua Jake tidak menyadarinya. Jake tau baik Jenny maupun Jaehwa menaruh kepercayaan tinggi padanya.
Melihat waktu yang terus berjalan, Jake segera menyandang tasnya. Sambil membenarkan letak kacamatanya, Jake berpamitan pada Jenny dan Jaehwa.
“Jake pergi dulu!”
“Hati-hati dijalan Boy! Jangan lewatkan makan siangmu!” Nasehat Jenny dibalas anggukan oleh Jake.
Mobil mewah itu membelah jalanan ibukota, sang supir memastikan kenyamanan tuan mudanya. Ia tersenyum ketika melihat Jake membaca buku dari pantulan cermin.
Jake memang tidak diizinkan membawa kendaraan sendirian sampai ia lulus SMA nanti. Alasannya tentu saja demi keselamatan, lagipula usianya masih terlalu muda.
“Pak Haru, Jake butuh bantuan.”
“Bantuan apa tuan muda?”
“Hari ini wali murid harus datang di acara rapat sekolah. Jake lupa kasih tau Mami dan Papi, Pak Haru mau yah jadi wali Jake?”
Bohong! Jake memang sengaja tidak memberi tahu Mami dan Papi, karena Jake sudah tau jawabannya. Mereka akan menolak dengan alasan pekerjaan.
“Tapi Pak Haru cuma pakai baju supir tuan muda, tuan muda tidak malu kah?” Ungkap Haru. “Memangnya diperbolehkan dengan supirnya?”
Jake terkekeh. “Gak apa-apa, Pak Haru.”
Lagipula sudah biasa kan?
Haru selalu menanyakan hal yang sama, padahal hampir setiap saat ia menggantikan keberadaan Jenny dan Jaehwa untuk Jake.
“Siap tuan muda!”
Dalam hati Haru berdoa, agar anak baik itu selalu bahagia. Kalau bisa ia juga ingin dikaruniai seorang anak seperti Jake Sim.
Berbeda dengan Haru, Jake justru selalu berdoa agar tidak ada yang seperti dirinya. Ia tak ingin orang lain mengalami penderitaan yang sama dengannya. Karena terkadang jadi orang baik itu merepotkan.
Dari jendela Jake melihat daun maple yang terbang ditiup angin karena saat ini sedang musim gugur. Jake mengibaratkan dirinya dengan daun tersebut, yang terbang tanpa arah diterpa angin.
Hanya mengikuti takdir.
≪•◦ ❈ ◦•≫
👑
B L U E B B I K E Y S
17/07/2021
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT | ENHYPEN
FanfictionBully hanya akan menyisakan trauma. Tidak mudah menyembuhkan lukanya, juga tidak mudah menghapus memori pedihnya. Seandainya semua pendidikan lebih memperhatikan karakter anak didiknya, maka semua anak tidak akan terobsesi pada nilai dan pujian. Se...