spoiler

15 2 3
                                    

Des, apa ini semua sudah berakhir?
Cerita yang sejatinya gak pernah kita mulai, Des. Entah kenapa aku merasa kehilanganmu. Kosong, hampa, Des.
Kamu kemana? kamu dimana? kamu kenapa?
Setelah hari dimana kita saling berbincang di telepon hampir satu jam, kamu menghilang tanpa aba-aba.

"aku bakal ngadain acara buat bulan Ramadhan, kalau-kalau nanti pembimbingnya kurang karena pesertanya terlalu banyak, kamu siap, ya?"
"acaranya berapa hari? jam berapa sampai jam berapa?"
"duh, nanti aja aku jelasin lewat telepon, ya. males ngetik hehe. kalau masalah transportasi, ada aku. aku antar jemput kamu nanti."
"oh yaudah oke, aku siap. lagian lumayan juga buat ngisi waktu luangku biar ada kegiatan hihi."

Beberapa menit kemudian, telepon genggamku menampilkan panggilan masuk.
"Halo, assalamualaikum." ucapku.
"Wa'alaikumussalam, aku mau jelasin yang tadi."
"Oke, gimana gimana?"
"Nanti acaranya selama bulan Ramadhan, cuma dua minggu aja. Dari ashar sampai buka puasa."
"Dua minggu?"
sejenak aku berpikir, 'dua minggu, berarti aku bakal ketemu dia setiap hari selama itu. Dan diantar jemput olehnya.' Aku senyam senyum, tidak bisa berbohong atas kesenangan ini. Namun, apa pertahananku bisa kuat selama itu? Haduh, sadar sadar! Dia kan sudah punya pacar, dia hanya teman kamu saja, Ta. Tidak akan lebih, kuatkan hatimu!

"Iya dua minggu doang. Masalah transportasi kamu gak perlu bingung, kan ada aku. Nanti aku antar jemput kamu."
"Emm, oke. Boleh deh. Tapi aku gak janji ya. Takutnya nanti di hari H aku ada hambatan."
"Iya, gapapa. Yang penting kamu siap aja dulu."
"Oke, yaudah. Udah kan? Gitu aja?"
"Udah sih kalo bahas itu. Yaudah matiin kalau kamu mau."
"Yaudah matiin aja sama kamu."
"Kan kamu yang mau matiin."
"Kan kamu yang tadi nelpon."
"Kamu mau matiin teleponnya? mau udahan aja?"
"Iya, kan emang udah selesai apa yang kamu jelasin."
"Yaudah, kamu yang matiin."
"Dih, kamu aja kenapa sih."
"Bener? Kamu gak bakalan bosan kalau aku tutup telponnya? Aku lagi nugas."
"Emmm hehehehe. Yaudah selamat nugas."
"Yaudah temenin aku nugas."
"Lah, pacarmu kemana?"
"Dia juga sama, lagi nugas. Gak bisa diganggu kalau dia lagi nugas."
"Kan bisa aja kalian video call sambil nugas."
"Bosen hehehe."
"Wah, parah banget sih kamu. Wah bener-bener."
"Ya abisnya gimana. Bosan wajar, kan?"
"Iya sih. Tapikan..."
"Rasa bosan tuh manusiawi tahuu."
"Iya tahu, Des. Tapi kamu gak bisa...."
'tapi kamu gak bisa kaya gini, cari kenyamanan dan hiburan di orang baru. Tanpa pedulikan dia yang membuatmu bosan. Aku bisa apa, Des? Kamu gak pikirin aku? Gak pikirin perasaan aku, Des?' ingin sekali mengatakan ini padanya. Tapi mulutku seakan kaku kehilangan cara berbicara.

"Enaknya punya pacar tuh, kalau ada tugas gampang. Tinggal copas-copas aja."
"Oh pacarmu sekampus?"
"Sekelas, bukan sekampus lagi."

"Oh iya?"
"Iyaa hahaha."
"Baguslah kalau gitu."
"Eh iya, kamu cerita dong."
"Cerita apa?"
"Apapun, terserah maumu."
"Ceritaku terlalu banyak sepertinya, sampai aku bingung hahaha."

....
Tak terasa, di beberapa menit terakhir yang hampir satu jam untuk obrolan yang tidak penting, obrolan itu ditutup sepihak secara tiba-tiba.



telepon tiba-tiba mati.



Kutanya dia lewat chat.
"Kenapa mati? Kepencet?"
"Engga, pacarku telepon aku. Maaf ya."

ENTAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang