A/B/O
***
“Apa kau melihat Flying Dutchman atau semacamnya, Bung?”
“Tidak, aku melihat Siren setengah telanjang menyanyikan opera klasik. Kau puas?”
“Ck. ” Seorang awak pria terlihat bersandar pada haluan kapal. Tidak menghiraukan decakan malas dari sosok lain yang saat ini sedang memanjat pada tiang layar kapal. Lebih memilih menggeluti teropong dan melihat lautan luas yang sedikit bergejolak. Badai memang sulit untuk dijadikan sahabat. Dan sebagai awak kapal … mereka memang diberi upah untuk melakukan hal-hal semacam ini.
Memuaskan Kapten gilanya yang terus berbicara tentang Cape of Good Hope. Tahun 1821 sudah berlalu lama sebelum sel telur dan sperma membentuk mereka menjadi manusia, menyisakan teori tentang Kapal kutukan yang berlayar selamanya tanpa bisa berlabuh. Dan 1881 menyambut mereka semua saat mereka beranjak dewasa … memperkenalkkan mereka pada Chris—Kapten gila yang memiliki kapal bak kapal Galleon yang ter-upgrade seribu kali lebih … mundur. Ah tidak … lupakan saja! Hal memusingkan itu tak akan terlalu berarti asal mereka tetap dibayar.
“Changbin hyung! Kenapa kau biarkan Hyunjin memanjat? Nenek kita itu Pelaut bukan Petani Kelapa!”
“Diam kau, Bodoh! Siapa suruh kau sedari tadi tertidur? Aku akan menyelesaikannya jika saja tong minyak sialan itu tidak menggelinding dan membuat tanganku terkilir!”
“Han! Changbin hyung! Hentikan!”
PLUK
“Aish!” Han memegangi kepalanya. Mengelusnya sembari menatap Hyunjin—orang yang melemparinya sepatu dari atas tiang layar—dengan tatapan sebal. Sosok sok senior itu memang sepertinya tidak pernah peduli jika teman-temannya bisa saja bocor kepala. Hyunjin mulai menuruni tiang saat dirasa tali layar sudah diikatnya dengan kuat. Lagipula dia harus mengantisipasi kalau-kalau Han melemparkan sepatunya ke lautan. Tiga meter terakhir sebelum dia mendengar pasangan double alpha—ah Hyunjin terlalu gila menyebutnya begitu—berdebat hal yang selalu saja sama.
“Apa Wakil Kapten sudah menyiapkan makan siang?”
“Kau akan dapat makan siang dari tuan Minho saat kita sampai di Tanjung Harapan, oi. Itu pun jika kau tidak dijadikan umpan Hiu oleh Kapten.”
“Kau mau mati ya, dasar babi!”
“Idiot!”
“Bedabah!”
“Nematoda!”
JDUK
“Arghh!”
“Bertengkar sekali lagi! Dan akan kupastikan hidung kalian lepas dari tempatnya. Akan kupersembahkan dagingnya pada Cthulhu atau akan kugoreng untuk makan siang!”
Han menatap shock pada Hyunjin yang mendadak melompat dari tiang layar. Kecepatannya saat melayangkan kaki ke wajah teman double alpha—maaf tapi Hyunjin memang suka menyebut mereka seperti itu—membuat Changbin sama sekali tidak bisa menghindar. Memberi tendangan telak yang membuat Changbin mimisan. Ah, Nenek Moyang Hyunjin memang bukanlah seorang pelaut. Tapi preman atau semacamnya.
“Selain berputar haluan karna cuaca, kita memang harus mengantar satu keluarga pengungsi kebakaran dari pulau Clasia ke dermaga pulau hijau. Jadi jangan membuat penumpang tamu jadi tak nyaman dengan percekcokan romantis kalian!” Hampir saja Changbin ingin mencekik Hyunjin yang sekarang melenggang ke anjungan kapal sambil memakai sepatu. Han mencegahnya, karna bahkan tenaga kuda pun tidak akan bisa melawan kebrutalan penyembah Cthulhu seperti Hyunjin. Tidak ada yang akan menyangka jika Hyunjin adalah Omega. Tidak ada gunanya marah … lebih baik bersabar daripada patah hidung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Folklore [Han, Hyunjin]
FanfictionHan Jisung, Hwang Hyunjin Oneshoot stories Fanfiction Fantasy Alternative Universe 🌌