PREVIEW

7.2K 757 167
                                    


Mungkin bagi kebanyakan orang, masa kecil merupakan salah satu masa terindah yang pernah terjadi dalam hidup. Tapi bagi Lisa, agaknya tak begitu.

Apa definisi bahagia bagimu? Bisa mengonsumsi makanan enak? Mengenakan pakaian bagus? Memiliki banyak uang? Kkk~ sampai detik ini, satu-satunya hal yang mungkin bisa membuat Lisa bahagia adalah dengan tidak terlahir ke dunia.

Jika seseorang menyuguhkan sebotol racun dan sebilah pisau di hadapan Lisa, kemudian menyuruhnya untuk memilih salah satu--mungkin gadis itu akan dengan senang hati menenggak racun tersebut, sebelum kemudian menusukkan pisau ke lehernya sendiri.

Yah, pemikiran-pemikiran seperti itu memang kerap kali datang dan mengoyak kewarasannya. Rasanya, mungkin mati akan terdengar jauh lebih menyenangkan daripada harus hidup dalam penderitaan.

Lisa sudah pernah menggunakan beberapa cara, yang ia pikir bisa membuat nyawanya lenyap dalam beberapa waktu singkat. Seperti melangkah di tengah-tengah rel kereta api, memotong nadi sendiri, hendak melompat dari atas gedung, atau mencoba menantang ombak yang akan melahapnya sampai ke dasar laut. Butuh keberanian tinggi untuk melakukannya. Tapi tatkala hatinya sudah mantap dan begitu kuat untuk mengakhiri hidup, selalu ada saja malaikat sialan yang mencoba untuk menyelamatkannya.

Hasilnya? Tentu. Lisa hanya berakhir di rumah sakit dengan beberapa luka di tubuh, lalu menambah beban hidup karena harus membayar biaya perawatan. Belum lagi dengan tatapan iba, rasa simpati, serta beberapa makian yang tersirat dari belah bibir orang-orang yang menyaksikan tindakan bodohnya itu. Haha, lucu sekali, bukan?

Sampai kemudian, ia menyadari bahwa jika Tuhan belum mengizinkan kita untuk mati, maka hanya kegagalan yang akan kita dapatkan sekalipun kita mencoba sekuat tenaga untuk menghentikan napas secara permanen.

Sejak itu Lisa tak lagi berusaha untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Kendati ia tak memiliki alasan kuat untuk bertahan hidup lebih lama, setidaknya kini ia sudah bersedia untuk menjalani skenario takdirnya yang tersisa.

Entahlah. Mungkin sekarang Lisa harus lebih bersyukur atas hal-hal kecil yang ia dapatkan. Seperti melalui satu malam tanpa mimpi buruk, atau akan lebih baik jika melewati satu hari yang flat tanpa dengungan suara manusia yang membuat telinganya terasa nyeri.

Oh, oh! Atau kalau Lisa boleh serakah--boleh tidak, sih, jika ia berharap seseorang di rumahnya itu mati saja? Gadis tersebut tak pernah bisa memanjatkan rasa syukur sedikitpun atas kehadiran ayahnya. Baginya, presensi laki-laki itu hanyalah sebatas kutukan yang dikirimkan para Dewa untuk memberinya penderitaan.

Lihat, tidak? Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tubuh Lisa sudah teramat letih karena harus bekerja paruh waktu di tiga tempat yang berbeda. Ia ingin segera mengguyur tubuhnya menggunakan air hangat, kemudian mendaratkan diri di atas ranjang guna beristirahat.

Iya, setidaknya itu bayangan sederhana Lisa yang hendak diwujudkannya, jika saja sepasang telinganya tak mendadak mendengar samar-samar suara jeritan seorang gadis dari dalam rumahnya.

Lisa memejamkan mata sesaat, mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Sepertinya akan berlebihan sekali jika Lisa berharap bahwa ia menginginkan satu malam yang sempurna ; tidur dengan nyenyak, tanpa terbangun tiba-tiba dengan jantung yang berdegub cepat serta peluh yang membasahi dahi. Sulit sekali, ya, untuk mendapatkan waktu yang tenang? Sekarang ditambah lagi dengan suara jeritan seorang gadis.

Sebenarnya apa yang sedang diperbuat oleh si Tua Bangka itu?

Setelah menghembuskan napas panjang, Lisa mulai melangkah memasuki pekarangan rumahnya. Suara jeritan itu terdengar semakin jelas seiring dengan jarak yang semakin terkikis.

my psycho girl | lizkook ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang