DIARY 3

6 3 0
                                    

Si Permen karet

Jantungku berdegup dengan gencang sekali, tapi aku menyukai ritme jantungku ini. Tau tidak Diary? Aku sangat amat senang sekali. Dia, yang ku panggil si Permen karet memperkenalkan dirinya padaku. Rayyan, nama yang sangat bagus bagiku sesuai dengan tampangnya.

Ahhhh, aku sangat bahagia sekali.

Tertanda
Tavisha Gavaputri

Sudah dua Minggu lamanya Ia bersekolah di sini. Seperti pagi biasa yang padat dengan para kendaraan yang berlalu lalang, bedanya Tavisha kali ini berangkat sendiri tidak bersama Cahaya. Tavisha terlambat, Ia goes sepedanya cepat-cepat menuju sekolah.

Nasib naas menimpanya, walaupun Tavisha telah menggoes sepedanya dengan cepat tetap saja ia terlambat. Kalau seperti ini lebih baik Tavisha bersepeda dengan santai saja, membuat lelah saja, pikirnya.

Oleh guru piket yang berjaga di gerbang, Tavisha digiring menuju pos satpam. Di sana sudah terdapat Kakak OSIS yang berjaga, bertugas untuk mencatat siapa-siapa saja yang terlambat dan mereka yang terlambat akan diberi poin, jika poin telah mencapai sepuluh kali dalam satu semester maka orang tua akan dipanggil.

Tavisha dengan lesu memberi tahu nama dan kelasnya kepada Kakak OSIS yang berjaga. Setelah itu, Tavisha harus berlari dua kali memutari lapangan utama. Double kill capenya, pikir Tavisha. Belum selesai lelahnya bersepeda kini harus berlari, melelahkan.

Setelah menyelaisaikan hukumannya Tavisha memilih pergi menuju kantin. Ia malas mendapat ceramah untuk kedua kalinya, lagi pula waktu pergantian jam akan datang lima belas menit lagi.

Tavisha duduk sendiri di salah satu bangku kantin, tasnya Ia taruh di sebelah kursinya, tangan kanan memegang es teh plastikan yang harganya hanya seribu rupiah tapi nikmatnya tiada tara, tangan kirinya men- scrool  beranda instagram.

Tavisha terjengkit kaget saat kursi di hadapanya ditarik dan kini seorang laki-laki duduk di sana. Matanya membulat, cepat-cepat Tavisha membetulkan cara duduknya menjadi tegap.

"Hai, ketemu lagi kita," ucap Rayya seraya membuka botol air mineral, kemudian ditenggaknya air itu.

"Hehehe, iya."

"Bolos?" alis Rayyan terangkat sebelah, tangannya sibuk membuka tutup botol air mineral.

"Engga," jawab Tavisha dengan cepat.

Kali ini Rayyan mengkerutkan dahinya, pertanda bingung atas jawaban Tavisha. Bagaimana bisa ia ada di sini kalau tidak membolos? pikir Rayyan.

Tavisha yang mengerti dengan kebingungan Rayyan cepat-cepat menjelaskan apa yang terjadi padanya.

"Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Tavisha. Kini keadaanya sudah tak begitu canggung seperti beberapa saat lalu.

"Tadinya mau ke koperasi beli Tip-X, tapi liat lo di sini sendiri, tujuan gue jadi berubah."

"Kenapa?"

"Because, your my friend."
____

Kelas sepulah ipa 1, kelas ini berbeda walaupun diisi dengan anak-anak yang pandai tapi kelas ini tak hening seperti gambaran kelas unggulan pada umumnya kelas ini terlalu berisik, bahkan saat guru sedang menerangkan pelajaran.

Di pojok kelas terdapat Angga yang sedang tertidur dan Abram yang bermain game online di ponselnya beserta sisa anggota kelompoknya. Ada Nindi dan kelompoknya yang tengah mengosip dengan suara yang lumayan keras. Ada beberapa anak perempuan juga yang sedang bergerombol. Padahal ini waktunya untuk berdiskusi kelompok sesuai intruksi Bu Diyah.

Moto kelasnya saja santuy asal cerdas jadilah mereka kelewat santuy. Untung mereka pintar jadi terserah saja.

Seperti kelompok Rayyan, mereka seharusnya membahas materi untuk didiskusikan tapi yang mereka lakukan adalah bermain game online. Satu kelompok terdapat empat anggota yaitu meja depan dan belakang saja.

"Yan, gue liat lo kayanya lagi deket sama anak kelas Ipa 4." Ucapan Abram berhasil membuat intensitas Danu- teman Rayyan yang duduk bersebelahan dengan Abram teralih ke arah Rayyan.

Rayyan santai saja hanya menanggapinya dengan anggukan.

"Yang bener. Liat di mana lo, Bram?" tanya Danu yang sudah menghentikan permainannya.

"Tadi 'kan gue ke toilet, sebelum balik kelas nyasar dulu ke kantin. Eh, liat curut satu ini lagi duduk berdua sama cewek kelas Ipa 4." Jelas Abram yang juga menghentikan permainnanya. Membuat Rayyan dengan terpaksa ikut menghentikan permainan online.

"Siapa?" tanya Danu.

"Tavisha," ucap Rayyan dengan tersenyum cerah, sedikit salah tingkah.

"Visha temen gue, tuh." Tiba-tiba saja Angga menyeletuk dalam telengkupannya. Rayyan terkejut juga kedua temannya, kemudian Rayyan tersenyum pikirannya melayang membayangkan dapat begitu mudah dekat dengan Tavisha jika ada orang dalam seperti Angga.

"Yang bener? Comblangin gue, lah," ucap Rayyan menarik rambut Angga, sehingga Angga dengan terpaksa menegakan tubuhnya. Angga geram, ia memukul pelan tangan Rayyan, kemudian menghembuskan napas dengan lesu.

Rayyan yang menerima balasan seperti itu tidak tahu harus membalasnya seperti apa, ia hanya tersenyum bodoh, begitupun dengan Danu dan Abram.

"Ngga bisa, hubungan gue sama dia kacau," ucap Angga. Senyum Rayyan luntur seketika. Danu dan Abram memajukan tubuhnya siap mendengar penjelasan Angga.

Pikiran Rayyan berkecamuk. Bagaimana bisa ia melanjutkan rasanya pada Tavisha? Bagaimana nanti jika Tavisha tahu ia berteman dengan Angga? Bagaimana jika nanti ia harus memilih antara pertemanan dan cinta? Akh, ia benturkan pelan kepalanya ke meja.

"Emang si Visha-Visha itu anaknya gimana?" tanya Duna, seraya menyalin tulisan di buku paket.

"Yang gue lihat, sih ... dia cantik, kayanya juga baik, deh," ucap Abram.

"Jangan nilai orang dari luarnya," ucap Angga kemudian membuka ponselnya, entah apa yang Angga lakukan Danu dan Abram tidak peduli.

Bahu Duna seketika turun mendengar jawaban menohok dari Angga. Memang benar apa yang dikatakan Angga. Tapikan Duna kepo, apalagi dia tidak tau bagaimana perawakan si Tavisha yang kini sedang dibicarakan.

"Kenapa bisa kacau?" Tanya Rayyan.

"Rahasia."

"Dalam pertemanan ngga ada yang namanya rahasia, Bro," ucap Abram menepuk pelan punggung Angga.

"Setiap orang pasti punya rahasia, hargai rahasia setiap orang."

"Gue bolehkan deketin Tavisha, walaupun hubungan kalian kacau?" Tanya Rayyan dengan suara kecil, berhati-hati agar Angga tidak merasa tersinggung

"Silakan, bukan hak gue ngelarang Lo deket sama siapapun," ucap Angga seraya mengedikan pundaknya, matanya fokus pada buku tulisnya yang masih kosong dengan catatan.

"Thanks, bro." Lega Rayyan, tangannya melayang ingin ber- high five namun gagal, Angga mengacuhkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIARY SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang