Prolog

5 2 0
                                    


Gelap.

Dan senyap.

Tiba tiba saja gadis itu mengerjapkan mata, melihat sekeliling kamarnya. Semuanya masih sama. Lemari di sudut ruangan, meja belajar, dan tentunya dua buah buku di atas nakas. Buku bersampul biru dengan hiasan bulan.

Dia Nadine, Nadine Larasva

Senyum Nadine perlahan terbit. Walau kali ini terlihat sendu dari pada kemarin. Ah ya, jangan lupakan air mata nya yang perlahan turun.

Sial, aku merindukanmu, langit. lagi dan lagi.

Keputusannya untuk menyalakan Lampu kamar ternyata sebuah kesalahan besar. Di dinding hanya ada kamu. Di atas meja belajar hanya ada kamu. Dan di pikarannya pun hanya ada kamu. Berlari dan terus berlari kesana kemari.

Nadine mengusap wajahnya yang berair. Menapaki lantai dingin dibawah telapak kaki. Langkah pelan nya tiba-tiba mengarah ke balkon kamar.

"Langit, aku rindu."

Haha. Percuma, Nadine. Dia tidak ada di sini. Sejak awal pun dia tidak berniat menetap. Hanya singgah lalu pergi begitu saja. Seperti pelangi.

"Nadine...."

Tidak. Itu bukan suara langit, itu hanya ilusi.

"Nadine bisa lihat kebawah sebentar?"

Nadine memejamkan mata kuat-kuat.
Langit tidak mungkin kembali. Tidak, setelah hampir dua tahun dia pergi. Dia---

"Nadine please."

Dengan ragu Nadine menurunkan kepalanya. Netra hitamnya beradu dengan netra hitam si pemuda di bawah balkon kamar.

Langit ada Disana.

Dengan Hoodie hitam Favoritnya dan di padukan ripped jeans, pemuda itu berdiri, kepalanya terdongak ke atas. Rambutnya selalu berantakan Sama seperti dulu kala Nadine sering menyisirnya dengan jari.

Dia ada disana, bukan ilusi, tapi nyata.

"Nadine, i Miss u."

Air mata Nadine tiba-tiba menyeruak keluar. Suara itu, suara itu masih sama seperti dulu.

Tanpa banyak bicara Nadine berlari menuruni anak tangga menuju halam rumah. Ini sebuah kesempatan baik dan dia tidak boleh menyia-nyiakan Nya.

Tubuhnya terhenti beberapa langkah di depan langit. Napasnya masih terengah, seolah dia baru saja lari marathon berkilo-kilo meter jauhnya.

"Langit."

Diantara malam, Nadine dapat melihat wajahnya bercahaya terkena sinar bulan purnama. Tubuh tegapnya menjulang tepat di hadapan Nadine. Sementara itu, senyum tipisnya terbit.

"Saya juga rindu kamu."

Tuhan, tolong, Nadine ingin menangis saat ini juga.

Tubuhnya tiba-tiba di rengkuh oleh langit. Wanginya masih sama, campuran antara kopi dan coklat. Hanya saja tubuhnya terasa lebih besar dari sebelumnya sampai-sampai ia tenggelam dia antara kedua lengannya.

"Langit, jangan pergi lagi."

Langit melepas pelukan nya. Ia menatap Nadine dengan tatapan teduhnya, mengusap Surai hitamnya dengan lembut.

"No, i won't."

Lalu setelahnya, tubuh Nadine kembali di tarik langit ke dalam pelukannya. Dia benar-benar menyalurkan semua kerinduannya malam ini. Di tempat yang sama ketika Nadine melepasnya pergi, dulu.

Selamat datang kembali pada masa lalumu, langit.

*Happy reading*

Follow ig: @nnaldmy

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SillentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang