pertemuan

1 0 0
                                    

Di dalam ruangan yang dingin, membuat bulu kuduk berdiri dan kulit membeku. 5 derajat celcius yang bisa membuat mu menjadi ice cream. Vara yang sedang membaca buku dengan seksama tak merasakan kedinginan sedikitpun. Ia sedang meratapi mesinnya dan mencoba menelaah apa yang salah dari mesin yang ia ciptakan. Tubuhnya yang frustasi terus menghentak-hentakan kakinya ingin mendapatkan jawaban yang ia cari. Temannya yang ikut frustasi melihat Vara mulai terganggu lalu bergumam “Var, cape banget liat kamu hentakin kaki, berisik banget.” Vara berbalik dan menjawab “ Maaf Nu, ini lagi kesusahan banget daritadi. Bukannya bantu malah marah-marah terus.” Benua yang tak mau kalah menjawab “ Var, kan yang tau cara buat mesin waktu kamu, aku gak ngerti sama sekali. Terus aku harus bantu apa?” Vara pun menjawab “diem aja Nu.” Benua yang kesal pun meninggalkan ruangan dan mulai menghilang dari pandangan Vara.

Benua dan Vara adalah teman yang tak terpisahkan, mereka mulai mengenal sedari umur 9 tahun, mereka bertemu saat Vara pindah ke tempat sekolah Benua berada. Kini mereka telah menjalin persahabatan selama 17 tahun dan masih menghitung. Benua mengambil sepuntung rokok dan menyalakannya dengan korek lalu mulai menghisap puntungnya. Menikmati malam yang dingin dengan pemandangan yang tak terlihat tetapi Benua menikmatinya, suara burung dan hewan lainnya terdengar merdu di telinga Benua. “Nu, masih ngerokok? Bisa kurangin ga sih. Udah berapa kali kubilang jangan ngerokok terus,Nu.” Vara yang mulai terlihat keluar dari dalam rumah pun menghampiri Benua. Benua yang lelah hanya merespon dengan tangan membentuk O seperti OK lalu melanjutkan aktivitas yang tak bisa diganggu gugat itu.

Dari arah gerbang masuk terlihat bayangan yang mendekat dan menghampiri Benua dan Vara.  “Kalian di sini lagi? Kok belum pulang?” ternyata orang itu adalah Pak satpam. Vara dan Benua memang memiliki basecamp mereka sendiri untuk berkumpul, yaitu di kaki gunung. Dulu saat berumur 9 tahun mereka berangan-angan untuk membuat rumah kecil di kaki gunung sambil menikmati pegunungan dan kabut setelah penat dengan hiruk-pikuk sibuknya kota. Akhirnya mereka mengabulkan impian masa kecil mereka dengan membuat rumah kecil di kaki gunung. “belum pak, saya lagi bikin projek. Lagi sibuk banget pak. Kayaknya baru pulang besok atau lusa.” Jawab Vara dengan sopan. Lalu Pak Satpam mengiyakan perkataan Vara dan kembali melanjutkan patroli malamnya. Karena dinginnya kaki gunung Vara dan Benua kembali masuk.

Hari terlihat tidak terlalu cerah, kabut menutupi pandangan, dingin menusuk kulit ingin menggerogoti tubuh mangsa nya. Kaca jendela yang berembun membuat suasana menjadi terlihat syahdu. Sedikit demi sedikit hujan turun membasahi rumah Benua dan Vara. Vara yang masih bergelung dengan selimut di kamarnya jadi tambah tidak ingin keluar dari teritorialnya. Sebaliknya, Benua telah keluar dari kamarnya terlebih dahulu dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua, lalu ia tersenyum saat melihat mesin yang dibuat Vara akhirnya telah berhasil, setelah semalam begadang mencari jawaban Vara akhirnya menemukan jawaban itu sendiri dan berhasil. Mereka berniat untuk mencobanya besok.

Setelah beberpa jam bergelung dengan selimutnya, Vara mencium aroma yang menggugah selera makannya dan bergegas untuk mengambil sarapannya. Ia menikmati sarapannya di ruang makan dengan hati senang karena telah memecahkan misteri. Raut mukanya yang bahagia membuat Benua ikut bahagia melihat sobat seperjuangannya itu. Vara mulai berdiri dan membuka kulkas lalu melihat kulkasnya yang kosong melompong lalu raut mukanya berubah seketika. “ kayaknya hari ini harus ke pasar deh, bahan makanannya habis, kalo aku ga ke pasar nanti kita gak makan hari ini. Kamu temenin kan Nu?” Benua yang tengah menikmati sarapannya pun menjawab “ Gak bisa Var, aku ada kerjaan hari ini. Padet banget harus nge liput ke tiga tempat. Bisa sendiri gak? Pakai mobilku aja gapapa aku bisa pakai motor.” “yah Nu, gausah deh ke pasar doang naik mobil. Aku pakai sepeda aja Nu” setelah meyakinkan Benua untuk naik sepeda akhirnya Benuapun pamit pergi karena jadwalnya yang padat.

Sepanjang jalan yang sangat membuat relaksasi dari penatnya kota. Samping kanan dan kiri sawah dan pegunungan yang indah, sepeda yang tak terlalu kencang ia kayuh supaya bisa menikmati suasana yang nyaman itu. Lalu ia melewati terowongan pemisah antara pemukiman setempat dan pasar disitu. Ia menepikan sepedanya di depan pasar lalu melihat-lihat daftar yang ia buat, apa yang habis dan apa yang harus ia beli sampai ia tak sadar bahwa ia telah melewati mesin waktu yang seseorang ciptakan.
Pakaian mereka terlihat berbeda dari Vara, terlihat vintage dan sedikit kuno. Bahasa mereka juga Vara sedikit tidak mengerti, ia mulai menyadari. Ini bukan masa kini, ia telah berada di masa lalu dan Vara bergegas bertanya kepada orang di sekitar sana “ Pak, mohon maaf mau bertanya, ini tahun berapa ya pak?” tanya Vara gelisah. “Lho nduk, masa ndak tahu ini tahun 1972.” Ia sangat terkejut dan berlari menjauh dan mulai berpikir bagaimana bisa ia berada di masa yang sangat lalu dan bagaimana caranya kembali. Ia mulai merasa ketakutan dan gemetar. Ia mengayuh sepedanya dengan kencang berlari seperti sedang mencari pertolongan, bukan ini yang ia mau. Siapa yang membuat mesin waktu selain dia? Apa ada orang lain?

Vara sudah mulai menjauh dari daerah pegunungan setelah 2 jam mengayuh sepeda. Ia melihat warung dan beristirahat sebentar di sana. Matahari mulai terik dan ia mulai mengayuh sepedanya setelah beberapa jam. Ia telah mencoba segala cara, berbalik ke arah tempat ia meuju ke pasar, mencari daerah yang sedikit ramai dan lain-lain sampai ia tak punya tujuan. Ia hanya mengayuh terus menerus sampai kakinya lelah, lalu ia mengayuh terus sampai matahari mulai terlihat terbenam.

Ia menemukan pelabuhan, ia ingin sekali pulang, tapi ia tidak tahu caranya, ingin membeli tiket kapal tetapi mata uangnya berbeda, ia sudah ingin menyerah. Ia mulai berdiri di pinggir pelabuhan dan berpikir untuk  menenggelamkan tubuhnya, ia buntu, tak ada harapan dan lelah. Tak bisa kembali ke masa depan karena mesinnya tak ada. Ia mulai pasrah dan hampir menuntun tubuhnya sampai “tunggu!” terdapat sosok lelaki menghampiri mencegahnya untuk bunuh diri.

Vara menengok ke belakang dengan air mata berderai tak sadar ia memeluk lelaki tersebut. Lelaki tersebut sedikit terkejut. Ia melihat wajah Vara dan membalas pelukannya. “kenapa kamu mau bunuh diri?” tanyanya. Vara sedikit terkejut, ia memakai bahasa yang sama dengannya. Tersadar, Vara langsung melepaskan pelukannya dan berkata dengan lirih “ maaf, aku gatau harus apa lagi, aku kayaknya tersesat deh.” Lalu lelaki itu membalas “ kenapa kamu tersesat? Kamu gak bilang ke aku kamu mau ke pelabuhan. Tau gitu aku antar tadi Var.” Vara tambah terkejut, ia bingung karena sosok ini mengenalnya dan tahu namanya, seolah mereka telah mengenal lama. “kalo kamu udah cape sama hubungan kita, ceraiin aku aja. Jangan bunuh diri.” Vara tambah-tambah terkejut sampai tak bisa berkata-kata. Kenapa dia ada di hubungan pernikahan dengan seseorang, ia masih muda. Umurnya 26 tahun dan single. Ia tak tertarik dengan pernikahan sama sekali.

Lelaki itu mulai menggandeng Vara ke arah daratan dan berhenti di warung seafood di sekitar pelabuhan. Lelaki tersebut mulai duduk dan memerhatikan wajah Vara, ia mengusap air mata Vara dengan tulus. Lelaki tersebut terlihat tampan, tinggi semampai dengan kulit yang pucat. Alis yang tebal dengan tahi lalat di hidung dan pipi kirinya. Rambutnya yang hitam gelap membuat ketampanannya semakin bertambah. Vara mulai membuka percakapan. “kamu siapa?” lelaki itu sedikit tertawa kecil dan memperlihatkan senyum manisnya. “apasih kamu, aku suami kamu Var, aneh deh.” Vara memasang wajah ketakutan dan bersiap ingin berdiri dan kabur. Ia berikir lelaki ini gila atau apa. “Aku Dermaga, suami kamu. 27 tahun.” Jawabnya setelah tertawa kecil. Vara masih bingung dan membalas dengan segudang pertanyaan “kok kamu tahu nama aku? Kamu kok pakai bahasa yang sama kayak aku? Kamu kenapa tau aku ada di pelabuhan tadi?” Dermaga sedikit kaget dengan pertanyaan Vara. Ia menampakkan raut seperti Vara tidak mengenalnya dan saat ia ingin menjawab Vara menyela “ gausah basa-basi, aku Vara, dari Jakarta. Belom nikah dan masih single seutuhnya. Aku dari tahun 2018. Aku gatau kenapa bisa disini.” Dermaga menampakkan raut sedikit terkejut dan tidak percaya.

Makanan sudah sampai di meja mereka dan Vara yang lapar mengabaikan Dermaga yang belum membalas pertanyaannya. Ia langsung membabat habis makanannya saking laparnya. Dermaga yang melihat hanya bisa tersenyum pasrah “Var, aku gatau kenapa kamu tanya gitu. Aku tahu nama kamu karena nama kamu memang Vara. Kenapa aku bilang aku suami kamu karena aku memang suami kamu Var. Aku pakai bahasa yang sama kayak kamu karena aku bukan asli sini. Aku juga tahu kamu di pelabuhan tadi karena emang kamu selalu disitu kalau lagi sedih.” Dermaga memulai percakapan lagi. Vara dengan mulut penuh membalas “Pokoknya, aku mau balik ke 2018. Ini aneh tapi aku pingin banget balik, sahabat aku nungguin aku pasti di rumah.”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 18, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

dermagaWhere stories live. Discover now