Sebelum membaca alangkah lebih baiknya klik tombol bintangnya ya frenn.
□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■
Saga- la
Kedai kopi yang telah berdiri sejak 2 tahun terakhir, lonceng pintu kedai juga tak ada hentinya berbunyi disetiap menitnya, kedai dengan gaya kekinian ala anak muda yang setiap tahunnya selalu berenovasi mengikuti jaman itu dibanjiri oleh puluhan para anak remaja yang datang.
Tring
Terlihat seorang lelaki dengan tubuh menjulang tinggi serta baju formal yang melekat ditubuhnya tak lupa juga dengan tangan mungil yang mengaut dengan telapak besar tersebut tengah masuk kedalam kedai, detik selanjutnya keduanya kini berjalan ke meja kosong yang berada tepat dibawah mesin pendingin ruangaan.
"Aga disini dulu tunggu Papito ya?" ujar lelaki tersebut sambil melepas jas biru bergaris- garis putih serta menggulung lengan kemeja putihnya.
Agara, anak laki- laki yang kini berusia empat tahun tersebut hanya bisa mengangguk lemah dan menaruh kepalanya diatas meja yang bertumpuh dengan kedua lengan mungil yang ia lipat, ia benar- benar lemah sekarang.
Seharusnya ia tengah tertidur dikamarnya, namun apa daya dengan sang ayah yang memaksanya ikut kekedai. Papito tidak mau jauh dari Aga, jadi ikut yaa? begitu alasan yang sang ayah lontarkan kepadanya beberapa menit yang lalu.
Setelah sang ayah pergi meninggalkan dirinya seorang diri, terlihat beberapa pasang mata tengah menatapnya dengan gemas. Bagaimana tidak? Lihatlah dia.
Umurnya yang masih sangat kecil itu benih- benih berliannya sudah terlihat sangat jelas, belum lagi pipinya yang berisi serta plester penurunan panas yang menempel didahi kecilnya terlihat memberi aksen yang begitu cute kepada Agara.
"Agara?" sapa seseorang yang membuat bocah kecil itu mau tak mau harus mengakat kepalanya untuk melihat orang dewasa yang kini tengah berdiri disebrangnya.
"Ih! Kamu sakit?" lanjutnya dengan oktaf suara yang sedikit tinggi, membuat seluruh penghuni kedai mentap kearah keduanya.
Sedangkan Agara, lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya sejenak sambil menatap lelaki dewasa itu nanar, "Kalo sakit kenapa disini? Seharusnya kamu tidur dirumah." ucap pria itu sambil memeluk nampan coklat yang sempat ia gunakan untuk mengantar makanan pada para pembeli.
"Ya begitulah..." balas Agara yang nampaknya langsung dimengerti oleh Hilmi.
Hilmi tak habis pikir dengan apa yang ada di pikiran atasannya itu, sekarang anaknya sedang sakit lemah tak berdaya, namun masih saja ia bawa kekedai. Lagian juga dia bos? Mengapa harus ikut turun kelapangan juga? Aneh.
"Tapi Papimu sudah membawamu kedokterkan, Ga?" tanya Hilmi sekali lagi.
Terdengar ditelinga Hilmi bahwa anak lelaki tersebut tengah menghembuskan nafas secara kasar serta mata kecil yang tengah menatap dirinya dengan licik.
"Iya- iya maaf, yaudah kalo gitu abang Imi balik kesana dulu" pamit barista tersebut dan pergi begitu saja dengan gaya yang ketakutan karena tatapan yang Aga lemparkan.
"Gak anak gak bapak sama aja" gerutunya.
Jarum jam terus saja berjalan kearah kanan hingga langit malam mulai menghitam begitu saja, Agara sudah mulai bosan disini. Ini sudah malam namun para pengunjung justru terus bertambah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘴𝘢𝘨𝘢- 𝘭𝘢; +𝘴𝘶𝘯𝘨𝘤𝘩𝘢𝘯
General FictionTidak semua diksi 'selamat' selalu terucap untuk sebuah kebahagian bukan? Ada kalanya diksi tersebut menyatakan sebuah perpisahan dengan kurun waktu yang lama. "Semua akan baik- baik saja."