Prologue

11 6 3
                                    

Gretha membuang handphone sialannya itu ke atas kasur ke sekian kali, Gretha sudah selesai berias satu jam yang lalu. Sementara Daryan belum juga memberi kabar untuk segera menjemputnya. Kalau bukan karena gabut di rumah, Gretha sendiri sangat malas untuk meng iyakan ajakan Daryan untuk nonton sore ini.

Benda pipih yang Gretha lempar tadi bergetar, tampak dari home screen-nya, bahwa Daryan sudah berada di depan rumah. Dengan sedikit kesal Gretha mengambil tas hitam kesayangannya lalu berlalu keluar rumah tanpa pamit.

"Kurang lama tau gak?!" Kesal Gretha.

"Kan dibilang, gue tadi pagi keluar kota bentar. Ini juga gue sempat-sempatin jemput Lo."

Gretha menatap Daryan sinis. "Kalau ada urusan gausah bikin janji lah."

"Guekan niatnya cuman ngehibur lo, nih taro tas gue di kamar lo dong!"

Gretha memukul pundak Daryan dengan kesal. "Bisa gak gausah nyusahin?!"

"Apa si orang cuman numpang, kan adil. Lo numpang di motor ganteng gue. Tas gue numpang di rumah jelek lo."

Dengan berat hati Gretha berjalan lagi ke dalam rumah dengan menenteng tas itu, lalu meletakkannya sembarangan di depan ruang Tv.

Setelah itu kaki panjangnya berlari kecil menghampiri Daryan lalu bertengger di belakang. Suasana angin sore yang sangat Gretha inginkan setelah patah hati yang sudah menimpanya.

"Jadi nonton?" Tanya Daryan.

Gretha terlihat masih sangat kesal, ia hanya mengangguk. Daryan hanya tersenyum melihat kelakuan Gretha dari kaca spion motornya.

"Tha, kalau lo balikan lagi sama dia bagaimana."

Gretha diam, ia sendiri bahkan sudah tidak mengingat cowok brengsek itu. Gretha sudah menguburnya dalam-daam.

***

LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang