Bloed 1~

3 3 0
                                    

***

   Gabriel, Rafael dan Henry kini sedang duduk di sofa menonton TV, sedangkan Athea dan Nathania sedang berada di dapur membuat makan malam. Kini mereka sedang berada di rumah Gabriel. Orang tua Gabriel biasa pulang larut malam sehingga hanya ada mereka dan beberapa pelayan di rumah tersebut.

"Guys! Makanan sudah siap, ayo sini!" ujar Nathania sedikit berteriak dari arah meja makan.

"Ya!" ujar Gabriel, Henry dan Rafael bersamaan.

    Mereka menghampiri meja makan yang sudah dipenuhi dengan makanan favorite masing-masing. Mereka duduk berhadapan dengan Athea dan Nathania.

"Wihh, lo berdua buat makanan favorite kita semua?" tanya Henry.

"Yups. Udah lama kita gak makan malam bersama lagi," jawab Nathania.

"Tunggu! Gue foto dulu terus gue upload  makanannya," ujar Gabriel.

"Oh iya! Gue juga deh!" seru Nathania.

"Jangan cuma makanannya, sama kitanya sekalian," usul Henry.

"Ayo! Ayo!" seru Gabriel dan Nathania dengan penuh semangat.

   Athea dan Rafael yang sejak tadi tidak berbicara hanya bisa pasrah ketika ditarik untuk ikut foto. Dengan senyum tipis dan tawa bahagia mereka berfoto bersama berkali-kali.

Ting tong ...

"Malam-malam begini siapa yang datang?" guman Gabriel.

    Gabriel melihat teman-temannya sambil mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya, 'siapa yang datang?'. Dengan pandangan sekilas mereka saling memandang dan mengangkat bahu tanda tidak tau.

   Dengan kesal bercampur bingung, Gabriel berjalan keruang  tamu untuk  membuka pintu. Terlihat seseorang berdiri menggunakan jubah hitam panjang dan masker hitam, ia  menundukkan kepala sehingga hanya rambutnya yang terlihat. Cara berpakaiannya menyulitkan seseorang untuk menebak apakah ia pria atau wanita. Sekilas terlihat memberikan rasa misterius dan waspada.

"Cari siapa ya?" tanya Gabriel sopan. Namun orang tersebut hanya terdiam tanpa bergerak ataupun bersuara.

  Gabriel semakin waspada terhadap orang dihadapannya. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahunya membuat ia reflect menarik tangan tersebut dan memutarnya ke belakang punggung orang tersebut. Gabriel membelakangi seorang berjubah hitam itu.

"Akh! Shit! Sakit Gabriel!"

   Dengan cepat dan perasaan bersalah Gabriel melepas orang tersebut yang ternyata adalah Nathania. Gabriel menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal dengan ekspresi bingung diwajahnya.

"Sorry, gue reflect," ujar Gabriel.

   Athea, Rafael, dan Henry yang mendengar suara Nathania menghampirinya. Mereka melihat Nathania yang mengelus pergelangan tangannya dan Gabriel yang memasang wajah bersalah.

"Siapa?" tanya Athea.

"Ah! Iya!" seru Gabriel saat mengingat kembali seorang berjubah hitam tadi. Ia membalikkan badannya namun tidak melihatnya. Ia berlari keluar dan menatap sekeliling rumahnya. Tatapannya terpaku pada seorang berjubah hitam tadi yang kini memanjat dinding pagar di samping rumahnya.

"Shit! Dia sudah kabur!" ujar Gabriel geram. Ia berlari untuk menghampiri pria berjubah hitam tadi.

   Rafael dan Athea menyusul Gabriel. Mereka mengikuti arah pandang Gabriel yang sedang menatap ke arah dinding pagar.

"Gimana? Ada?" tanya Rafael.

"Shit! Orangnya kabur!" ujar Gabriel kesal.

   Rafael mengangkat sebelah alisnya lalu berbalik sambil berkata, "Biarkan saja."

   Gabriel menganggukkan kepala dan ikut kembali ke dalam rumah bersama Rafael. Sedangkan Athea terus memperhatikan ke arah dinding pagar tersebut dengan tatapan rumit.

"Gimana?" tanya Henry setelah melihat Gabriel dan Rafael masuk ke dalam rumah.

"Kabur!" ujar Gabriel sedikit berteriak Karena masih kesal.

"Yasudah biarkan. Eh, dimana Thea?" tanya Nathania sambil melirik ke belakang Gabriel dan Rafael.

"Eh iya, dimana dia? Gue pikir dia ada di belakang gue," ujar Gabriel sambil menengok ke belakang.

    Rafael membalikkan badan sambil mengerutkan kening. Tepat saat ia akan berbicara, Athea terlihat memasuki rumah sambil menundukkan kepala.

"Thea, lo baik-baik aja?" tanya Henry sambil memegang kedua bahu Athea.

  Athea mengangkat kepalanya lalu mengangguk. Ia mendorong Henry pelan sambil tersenyum kecil. Ia berkata, "Ayo lanjut makan. Riel, jangan lupa kunci pintu."

   Athea berjalan menuju meja makan dan mengabaikan tatapan heran teman-temannya. Tidak ingin ambil pusing, Rafael berjalan menyusul Athea lalu diikuti oleh Henry dan Nathania. Gabriel berlari menuju pintu dan menguncinya. Dengan cepat ia menyusul teman-temannya di meja makan.

   Suasana di meja makan menjadi canggung karena aura dingin yang keluar dari tubuh Athea. Akhirnya acara makan malam berjalan dengan cepat. Athea pulang lebih dulu dengan berjalan kaki, meninggal rasa heran dan khawatir dari yang lainnya.

    Athea berjalan sambil menundukkan kepala. Angin berhembus menerbangkan helaian rambutnya yang tergerai. Suara langkah Athea terdengar sehingga menjelaskan keadaan lingkungannya yang sepi.

Tap 
Tap 
Tap

   Tiba-tiba Athea berhenti melangkah, ia mengangkat kepalanya. Cahaya tajam terlintas di mata coklatnya yang gelap.

"Dengar saya baik-baik," ujar Athea tiba-tiba.

   Ia menatap ke langit dengan smirk yang dapat membuat seseorang ketakutan hingga lupa bernafas.

"Saya tidak tau siapa anda, apa maksud anda, atau tujuan kedatangan anda. Yang pasti kalau anda dan 'kelompok' anda menyentuh orang-orang saya walau hanya goresan, saya akan membalasnya dengan banyak kepala."

   Setelah mengatakan hal tersebut ia menundukkan kepala dan melanjutkan langkahnya. Meninggalkan gumaman kecil yang terdengar di kesepian malam, "Atau sungai darah."

   Angin berhembus menerbangkan helaian daun pada pohon, menemani suara langkah Athea yang semakin mengecil dari pendengaran seorang berjubah hitam. Di kegelapan malam, ia bersembunyi di balik pohon dengan meloncat dari satu dahan pohon ke dahan pohon lain untuk mengikuti Athea.

   Setelah Athea mengatakan hal tadi, ia tidak mengikutinya lagi. Ia hanya tersenyum kecil dengan pandangan yang tak lepas dari Athea. Ia menatap langit dan berguman, "Ini bukan keinginanku, juga bukan Keinginanmu, tidak pula dengan orang yang menyayangimu di kegelapan, ini ... adalah takdir yang harus dijalankan."

   Ia menghela nafas lelah sambil membalikkan badan.

"Aku berharap kamu gak akan menjauhkan diri dari kami saat kamu tau siapa kamu sebenarnya. Adik, takdir akan menyatukan kita ... suatu saat nanti ...." ujarnya dalam hati.

   Ia meloncat bergabung dengan kegelapan dan menghilang, seolah sebelumnya memang tidak ada orang, meninggalkan gumaman kecil, "Kamu harus bisa."

***

°22 Agustus 2021°

Bloed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang