PROLOG

30 7 0
                                    

PROLOG
Kepergian Adalah Sebuah Kata Paling Tidak Masuk Akal

— 𖥸 —

Tak ada yang dapat menghindar dari ikatan takdir yang telah disusun oleh Sang Pencipta. Kehidupan ini tak lain hanyalah sebuah tempat fana yang menuntun seseorang pada takdir dan ceritanya masing-masing. Setiap insan memiliki kisahnya sendiri-sendiri, dan masing-masing insan itu pula akan menjadi tokoh utama dalam kisahnya sendiri.

Suasana ibu kota hari ini cukup padat, rentetan mobil pribadi menjejali jalanan Jendral Sudirman. Hiruk pikuk pendagang asongan menjajakan dagangannya mulai dari tissue, rokok, koran, permen, dan masih banyak lagi. Kepulan asap dari kendaraan roda dua juga menambah kesan amburadul dan tidak tertatanya jalanan di ibu kota ini.

"Sampai sekolah masih lama, ma?" ucap seorang gadis dengan seragam SMA sambil membenarkan potongan rambutnya di kaca.

"Sabar sayang, kamu gak lihat macet banget kayak gini? Lagipula, kamu itu udah cantik, gak perlu kamu cantik-cantikin lagi sayang."

"Mama bisa aja," balas gadis itu.

Brugh!

Sepeda motor melaju kencang dan tak sengaja menyenggol mobil yang dinaiki gadis itu, menyebabkan kaca spion sebelah kiri pecah. Mama gadis itu membunyikan klakson dengan keras, namun pemuda yang menyenggol mobil itu terlanjur melaju kencang dan menghilang diantara penuhnya jalanan.

"Anak berandal, bukannya tanggungjawab malah kabur seenaknya. Baru juga kemarin mama service mobilnya, sudah rusak lagi sekarang," protes wanita yang sudah berumur 40an itu.

"Sudahlah ma, kita kan juga pendatang, lain kali kita lebih berhati-hati. Tuh sudah hijau, mobil ayo sudah jangan dipikirkan lagi."

Mamanya mengangguk, ia segera melajukan mobil saat mobil di depannya sudah terlebih dahulu melaju. Namun, semuanya menjadi gelap tiba-tiba.

Brugh! Dyarr!

Takdir berkata lain, hari itu, menjadi hari yang mengerikan dan menjadi sebuah tragedi menakutkan di masa yang akan datang.

— 𖥸 —

Gadis itu bernama Bianca, tergeletak lemas di atas aspal yang hangat karena sinar matahari. Ia terpental cukup jauh dari mobil yang ia naiki. Pandangannya jatuh ke dalam mobil yang ia naiki tadi, pandangannya sangat jelas meskipun sedikit buram. Namun ia masih dengan jelas melihat bahwa wanita satu-satunya yang ia miliki terduduk lemas di dalam mobil dengan darah segar keluar dari kepalanya.

Bianca tercekat, lidahnya kelu untuk mengatakan kata yang ingin ia katakan. Perlahan pandangannya memudar, kedua matanya memaksanya untuk menutup matanya dan terbawa dalam ironi jiwa yang kelam.

Tolong mama...

Suara sirine ambulance membawa Bianca dan mamanya ke rumah sakit. Bianca dapat terselamatkan meskipun kaki kanannya patah dan perlu di terapi. Akan tetapi, wanita yang Bianca miliki sebagai keluarga satu-satunya tidak terselamatkan akibat pendarahan hebat yang terjadi di kepala.

Hari itu menjadi hari paling tidak ingin Bianca hadapi. Bagi Bianca, mamanya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini. Takdir hidup Bianca cukup berat. Setelah kepergian ayahnya dua tahun silam karena wanita lain, Bianca harus hidup berdua dengan mamanya. Dan kini, satu-satunya keluarga yang Bianca miliki pun pergi meninggalkan Bianca untuk selamanya.

Semerbak bau rumah sakit menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Bianca. Ia bangun dari koma setelah tiga hari berada di rumah sakit. Ia menatap sekeliling untuk melihat dimanakah dirinya berada. Seorang laki-laki bertubuh jangkung sedang duduk di sofa dengan earphone yang terpasang di telinganya.

Bianca menatap lekal laki-laki itu, ia sama sekali tidak mengetahui siapakah ia. Beberapa detik kemudian laki-laki itu membuka matanya dan menatap Bianca. Keduanya saling menatap untuk waktu yang cukup lama.

"Lo udah bangun?" ucap laki-laki itu.

Bianca mengangguk. Ia menatap bingung laki-laki di hadapannya itu dan ingin mengeluarkan banyak kata dari mulutnya.

"Oh, gue Bara. Anaknya mama Agnes, temenennya tante Olla. Tante Olla udah ngga ada, Bi, lo yang kuat ya. Yang terpenting lo harus sembuh dulu sekarang."

Bianca terdiam mendengar ucapan laki-laki yang mengatakan bahwa dirinya adalah Bara. Air matanya menetes keluar saat kabar duka itu secara mendadak masuk ke telinganya. "Lo nggak bercanda, kan? Mama gue nggak mungkin udah gak ada! Mama gue wanita yang kuat, nggak-nggak mungkin mama udah gak ada!"

Bianca memegang kedua telinganya dan berteriak histeris. Sontak Bara segera memeluk tubuh Bianca dan menenangkannya. Bianca menangis sejadi-jadinya. Sedangkan Bara hanya dapat mengusap rambut gadis itu dengan lembut sambil memberikan kata semangat padanya.

"Tolong, jangan tinggalin gue," ucap Bianca lirih sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri di pelukan Bara.

— 𖥸 —

Author Note
Halo semuanya, salam kenal. Kalian bisa panggil aku Ye. Cerita ini terinspirasi saat aku gak sengaja lihat film. Setelah aku lama nggak nulis lagi, akhirnya mencoba untuk kembali ke dunia fiksi ini. Doain ya, semoga apa yang aku tulis ini bisa cepat selesai dan tidak aku gantung seperti karyaku sebelumnya.

Dan semoga, cerita ini dapat berkesan di hati kalian dan menjadi salah satu cerita yang kalian sukai.


See you on next part!

BaraswaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang