*Cerita ini langsung tamat
Semua yang ada di dunia ini sudah ditentukan bagaimana awalnya, bagaimana mestinya, dan bagaimana akhirnya. Awal kadang menyedihkan dan akhir terkadang bahagia. Bahkan bisa kebalikannya. Tuhan sudah merencanakan semuanya, tak ada yang bisa merubahnya. Pencipta pun terkadang tak mampu, karena awal yang sudah ditentukan tak akan bisa dirusak di tengah jalan. Terkecuali Tuhan mengirimkan keajaiban yang menghampiri sang peminta harapan, lalu membebaskannya dari belenggu kesengsaraan.
Seorang gadis berusia 19 tahun bernama Qeela Alishta merasakan bagaimana manisnya diawal dan pahitnya di akhir. Bersama sahabatnya sejak SMP bernama Rafasya Hidayat, Qeela merasakan bagaimana rasanya hidup sebelum ia merasakan sakit hati yang paling terdalam. Melayang tinggi di langit, melihat indahnya awan putih lalu dijatuhkan oleh skenario Tuhan yang menyakitkan. Akibat penyakit turunan keluarga, Qeela pada akhirnya didiagnosa menderita penyakit Arteri Koroner yang cukup parah.
Qeela harus terbaring di ranjang rumah sakit yang dingin dan tak nyaman. Makanan yang ia rasakan di sana sangat hambar, bahkan bisa membuatnya kehilangan nafsu makan. Sungguh membuat sengsara, hampir membuatnya stress. Namun dirinya tetap teguh karena percaya ia akan sembuh dari penyakit sialan ini. Neneknya saja bisa sembuh, tentunya ia yang masih muda ini pasti bisa sembuh. Bermodalkan pegangaannya untuk sembuh bersama Rafasya di sebelahnya, ia akan mengubah rasa pahit ini menjadi rasa manis seperti dulu. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membatahkan segala jenis kemauan yang sudah direncanakan Tuhan, dan menanti harapan yang ia anggap nyata.
Sejujurnya Rafasya tak suka jika melihat sahabatnya ini terbaring berhari-hari di ranjang rumah sakit tanpa adanya tindakan lanjut dari dokter. Dirinya ikut terluka setiap ia melihat Qeela menangis di gelapnya malam sendirian, tanpa adanya pundak untuk bersandar.
“Ini terlalu susah buat kamu”
“Pasti sakit ya?”
“Bisa tidak aku saja yang ada di sana?”
Pertanyaan dan perkataan ini selalu melintas dan berputar di benak Rafasya. Ini merupakan hal yang tak bisa ia lihat dan pikirkan, bahkan untuk sedetik pun.
Terkadang mereka memikirkan bagaimana rasanya kembali di saat kesengsaraan belum menyerang. Tersenyum seakan tak ada beban, bermain apapun itu tanpa rasa sakit diantaranya, serta memakan makananan yang manis alih-alih makanan hambar. Sedih jika diingat kembali, namun hanya ini penyembuh lara dari sakit yang dipikul sekarang.
“Jadwal sudah ditetapkan, operasi akan dilaksanakan hari Rabu sekitaran jam 5 sore. Doakan yang terbaik, agar jadwal tetap sama dan operasi berjalan lancar”. Sungguh hal yang membuat bahagia bagi pasien pengidap Arteri Koroner ini, begitu juga dengan kedua orang tua Qeela yang saling berpelukan karena bahagia yang tak terelakkan.
“Akhirnya kamu dapet jadwal operasi Qeel, yang kuat ya?”. Ucapan Rafasya yang tenang membuat Qeela tersenyum lebar di balik bibirnya yang putih pucat.
Pipinya yang tirus pun membuat senyuman indahnya menghilang bersamaan dengan masa remajanya yang terhalang penyakit.
“Namun buruknya, operasi ini berisiko tinggi terhadap tubuh pasien sekarang. Jika dianalisis, hanya 45% kemungkinan pasien bisa sembuh dari penyakit ini. Tapi kami pihak rumah sakit akan menjanjikan bahwa pasien akan bertahan sehabis operasi. Jangan buat pasien stress, selalu buat dia bahagia”. Perkataan Dokter yang menyayat hati membuat tubuh lemas seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Harapan
RandomBukan cerita berpart, melainkan hanya 1 part layaknya film movie. Hasil dari karya yang dibuat saat mengikuti NUBAR dan beberapa cerita yang pure dari pemikiran author. Selamat membaca, semoga suka!