Aku mengambil sebuah kotak memori masa terindah dan masa terpahitku.
Kotak dengan stiker benda benda astronomi, satu hal yang paling sukai di dunia ini.
Berhubungan dengan satu...
Aku berjalan mundur satu langkah, mengingat kembali kejadian 5 tahun lalu.
"Hai" terakhir darinya...
Bahkan aku tidak tahu, kata itu adalah sapaan atau selamat tinggal.
Ada rasa yang janggal dalam benakku saat menyadari kenyataan, bahwa aku tak pernah hadir saat ia paling membutuhkanku.
Buku kecil berwarna biru laut dengan namaku tampak kecil di kanan atas.
RenDromeda.
Kuberi judul seperti itu karena semua isi buku ini tentang satu sosok yang membuatku mengerti nilai kebebasan dalam kehidupan.
Mencoba membuka halaman pertama, tetapi rasa penyesalan itu masih berbekas di jantungku.
Ya...
Aku mempunyai riwayat penyakit jantung.
Tetapi aku rasa sampai detik ini, jantungku masih berdetak dengan normal.
Lupakan dengan kelemahanku, biarkan aku bercerita tentang sesuatu yang aku sukai.
Selain astronomi, surat-surat singkat darinya juga menjadi favoritku. Surat surat ini sangat lusuh karena sudah dibentuk menjadi pesawat terbang oleh kami.
-
Menurut banyak orang, Venus adalah planet paling cantik. Tetapi mengapa aku lebih suka bulan? -Ren
Haha, Venus terlalu jauh untuk bisa dilihat dengan mata kosong. Datanglah ke ruang astronomi sekolahku jika kau ingin melihat keindahannya. -Luna
Tidak perlu, aku masih bisa melihat keindahan bulan dari balkon asrama setiap detik. -Ren
-
Teringat, saat itu sudah tengah malam. Beberapa siswi banyak yang belum tidur, sehingga mereka membangunkan aku setelah melihat surat itu terbang sampai tepat di depan pintu kamar asramaku.
Aku bertanya-tanya saat itu, "Darren kenapa sih? Sudah malam begini, malah baru bales suratku."
Ia tersenyum ke arahku yang sedang berdiri di jendela kamar sambil membaca surat darinya, apakah dia melihatku?
Tentu saja.
Darren memberikan isyarat sepertinya, "Hai? Apakah aku membangunkanmu? Maaf, aku sulit untuk tidur malam ini." Sambil menunjuk ke arah langit.
Saat itu aku sangat mengantuk dan tak ingin ada yang mengganggu waktu tidurku.
Aku pun tak menggubris apa yang ia tunjuk. Langsung saja aku menutup tirai dengan ekspresi sebal.
Tanpa sadar jika itu adalah keputusan terburukku. Menutup tirai? Menutup juga kisahku dengannya.
Keesokan paginya saat itu, kabar duka sudah menyelimuti dua sekolah, puluhan keluarga, dan satu jantung rapuh ini.
Deg...
Dadaku terasa sesak, tepatnya di kiri atas. Seperti ada yang menusuk.
Aku tak kuat berdiri, aku terjatuh tak berdaya dari balkon kamar rumah sakit.
Bukhh!...
"AAAAAAA!!!"
Teriakkan nyaring itu samar terdengar dari telingaku.
Seketika banyak cahaya mobil mengerumuniku. Aku merasa kepalaku seperti lengket dan basah. Baunya sangat amis.
Tetapi satu yang membuatku tenang, RenDromeda.
Buku ini adalah saksi bisu penyesalanku, maka aku biarkan buku ini berjalan mundur 5 langkah.
Sesuai dengan usia dimana pertama kali aku menemuinya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes Closed
Romance❝ Why can't I say that I'm into you? Even down to my last step, it's blue. ❞ - Luna in her last page of RenDromeda Eyes Closed by Lullaren 🦋