Prolog

1.3K 119 10
                                    

Sisian tergelap dari sudut dunia memang selalu mengundang tanda tanya besar bagi orang awam yang melewatinya. Karena pada dasarnya mereka selalu tak percaya bahwa hal itu ada. Pemerintah saja sudah berusaha memborbardir kawasan seperti ini demi mewujudkan negara yang tentram.

Tapi siapa sangka. Otak licik para pengusaha selalu bisa menyuap aturan indah dengan sedikit bumbu uang. Tentu saja. Siapa yang tak tergiur mengenai materi dunia. Orang sedisiplin apapun akan langsung bertekuk lutut jika itu nominalnya tinggi.

Tak beda dengan pria yang satu ini. Bukan. Ia bukan tipe pria disiplin yang tadi dikatakan. Disini, ialah yang menjadi oknum penyuap demi bisa masuk salah satu club ternama dan menjadi member VIP dalam satu malam.

Beberapa gelas vodka ia teguk. Sesekali menatap dance floor, yang dihinggapi puluhan orang untuk bersenang-senang. Ia terkekeh hambar. Semua yang ada disana pasti memiliki beban masing-masing, sama seperti dirinya. Bedanya, mungkin mereka hanya memiliki satu tujuan untuk datang kesini, yaitu bersenang-senang. Tapi ia, ia memiliki satu tujuan lain. Apalagi jika bukan balas dendam.

"Tuan, apakah kau sudah menemukan tujuanmu?" Salah seorang pelayan yang berhasil ia suap bertanya. Mengundang tatapan tajam yang membut bulu kuduk berdiri.

"Aku sudah membayar agar bisa duduk disini." Desisnya. Membuat pelayan pria itu mengangguk dan melenggang pergi.

Si pria pun kembali pada tujuan awal. Memerhati setiap jengkal manusia demi menemukan sosok yang tengah ia cari. Tak ada foto atau bentuk spesifik, hanya beberapa ujaran yang ia yakini sebagai tanda pengenal si wanita perusak hubungan keluarganya.

Wanita itu bertubuh mungil, berambut hitam, memiliki mata seperti sabit dan tingginya tak lebih dari 165 cm. Si wanita merupakan pelayan di club ini dengan daya tarik tersendiri. Karena mampu menarik pria hidung belang agar mau memberi banyak tip padanya. Definisi jalang yang sesungguhnya.

Satu telepon masuk. Kembali mengusik penglihatannya untuk berfokus pada si penelpon.

"Katakan!"

"Tak banyak. Aku belum menemukan seseorang sesuai ciri-ciri itu. Mungkinkah dia tidak bekerja?" Suara santai dari seberang membuat si pria berdecak hebat. Si pria menekan-nekan telinganya karena dentuman musik yang tak mau jeda.

Untuk seukuran club besar seperti ini akan sangat sulit menemukan satu orang itu tanpa foto.

"Kau tak ingat? Dia hanya akan off di malam minggu dan senin. Ingat, wanita yang jika pekerjaannya sudah selesai akan pulang mengenakan mantel coklat bermotif bunga tulip. Sama seperti di foto Ayah."

Tak ada balasan setelahnya. Sepertinya pria lain diseberang hanya mampu mengangguki. Menghela dan berpasrah hingga waktu yang ditentukan telah habis. Malam pun semakin larut, membuat ia merelakan tidur berkualitasnya demi membantu sang kakak untuk menyelesaikan masalah keluarga yang tak menemu titik temu.

"Akan ku balas dendam Mama." Pria itu bergumam. Membuat beberapa pasang mata menganggapnya mabuk.

Tapi, saat mata kecil itu kembali menelisik ia menemukan sesuatu. Ibarat mawar di tengah gurun. Akhirnya ia menemukannya. Sosok wanita yang sama seperti ciri-ciri tertera, mengenakan mantel coklat bermotif bunga tulip tengah melenggang memecah kerumunan.

Ia pun semakin yakin karena beberapa pria hidung belang mulai mendekatinya. Namun dengan sopan ia menolak, ia terlihat terburu untuk keluar. Mengundang raut kekecewaan dari pria-pria tadi.

"I got you." Ujarnya lagi, seraya mengeluarkan beberapa lembar uang dan menjepitnya di bawah gelas vodka.

Ia menyeringai lebar. Tak sabar merealisasikan rencana yang siapa tahu, mampu menghancurkan si wanita perusak hubungan keluarganya. Ingin menekankan, jika jalang tetaplah jalang. Tak akan bisa bersanding bersama orang bergelimang harta seperti keluarganya.

Rencana yang telah ia susun sedemikian rupa akan ia lakukan. Di mulai dengan masuknya si pria pada sebuah taxi yang sudah disewanya. Itu tak seberapa, menyewa taxi hanya untuk satu malam tak akan membuatnya bangkrut seketika.

"Here we go." Kemudian ia menjalankan taxinya, berusaha mendekat pada wanita yang tak tahu apa-apa.

...

Sedang diposisinya. Si gadis tengah kebingungan mencari angkutan. Malam sudah semakin larut. Jarum pendek pada jam tangannya sudah menunjuk angka sepuluh. Ia takut akan dikunci dari dalam dan tak bisa masuk ke rumah.

Tak apalah untuk malam ini ia menaiki taxi. Lagi pun, ia baru saja mendapat gaji bulanannya. Karena pada pukul ini, bus terakhir telah lewat.

Setelah beberapa menit menunggu, sebuah taxi melewat, dan dengan otomatis terhenti tepat di hadapannya. Tak ada pikiran buruk yang menggerayanginya. Intinya ia bisa pulang dan selamat bisa masuk rumah.

Namun ada hal yang mengganjal. Jika biasanya para driver taxi akan bertanya kemana tujuannya, pria dihadapannya hanya diam dan menjalankan taxi tersebut tanpa kata. Mengundang raut kecurigaan yang mendalam saat si gadis memerhati dari belakang. Lihatlah pakaian serba hitam itu.

Sejak kapan supir taxi mengenakan topi dan menutup seluruh wajahnya. Juga sejak kapan juga seorang supir taxi mengenakan pakaian terbilang mewah di balik jaketnya. Tapi ia segera menepis pikiran buruknya. Toh ini adalah jalan yang tepat untuk menuju jalan raya.

"Tolong antarkan saya ke jalan xxx."

Tak ada jawaban. Tapi seringaian buas terpatri di sudut bibir si pengemudi.

Hingga kejelasan mendukung segala hipotesisnya. Si gadis mulai panik sesaat setelah pria itu membawanya berbelok menuju pertokoan sepi yang sudah sangat gelap. Membuatnya dilanda kewaspadaan tinggi.

Mesin mobil pun dimatikan. Kesiapan membawanya untuk memegang gagang pintu mobil. Tapi sayang, si pria di depan sana sudah menguncinya lebih dulu. Membuatnya berlaku sia-sia karena terus menggedor pintu tak terbuka.

Keringat dingin mulai membanjiri. Pikirannya buntu, entah mesti berlaku apa. Terlebih saat pria itu mulai berbalik kearahnya. Menatap matanya seolah ingin menelanjangi.

Semerbak alkohol tercium dalam hidungnya. Kadar ketakutannya pun menjadi.

"Mau melakukan sedikit permainan, manis?"

Si gadis langsung membola. Tak percaya bahwa nasib buruk tengah menghampirinya.

"J—jangan!"

Pria itu terlihat berdecak dengan main-main.

"Tapi sayang, ada sesuatu yang mesti kau puaskan."

Setelahnya, hanya terdengar sebuah teriakan pilu sebelum keheningan kembali mendera.

Satu yang si gadis itu ingat. Dirinya sudah tak berharga sejak malam itu terjadi. Kotor adalah satu hal yang mampu mendefinisikannya. Ketika takdir selalu tak adil memperlakukannya. Membuat dirinya yang sudah di cap buruk semakin menjijikkan.

Menyisakan sebuah trauma mendalam dalam dirinya. Menciptakan perih yang tak ada penawarnya.

_______

Mungkin hanya itu untuk prolog cerita ini.

Untuk chapter selanjutnya, kemungkinan besar akan dipublikasi sedikit lebih lama.

Maaf sebelumnya karena sudah melewati janji.

Akhir-akhir ini aku tengah berfokus pada hal lain.

Sesuatu hal yang tak pernah ku rasakan sebelumnya:)

Ayo tunjukkan rasa antusias kalian.

Salam Nn0

T B C

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang