part 3

42 3 11
                                    

Meski tidur pada pukul dini hari, Hyunjin tetap saja terbangun pukul enam tepat. Alarm handphonenya berbunyi. Untung saja tak mengganggu tidur teman sekamar lainnya. Gadis itu segera beranjak dari tempat tidurnya, masuk ke dalam kamar mandi yang tersedia di kamar itu dan mencuci wajahnya. Ia mengecek napasnya, berdecak, lalu kembali ke kamar mengambil sikat gigi dan pasta gigi miliknya.

Hyunjin tipikal orang yang tidak nyaman dengan bau mulut. Juga rasanya tidak nyaman jika belum menyikat gigi. Pasalnya ia langsung terlelap saat masuk kamar semalam dan tak sempat membersihkan dirinya.

Gadis itu membuka pintu kamar. Keluar, lalu menuju dapur. Semalam Heejin bilang kalau teh dan kopi di sana. Maka gadis itu melangkahkan kaki pelan-pelan ke dapur, hendak menyeduh teh untuk menghangatkan diri. Udara pagi di gunung benar-benar dingin. Walau ia tetap keluar dengan lengan pendek.

Asap mengepul dari teh panas yang ia bawa di tangannya. Hyunjin segera menuju halaman luar. Memang sudah rencananya untuk menikmati pagi melihat indahnya pemandangan depan yang menampakkan hamparan hijau bagai lukisan di dinding kamarnya. Ia mendudukkan diri di teras kayu villa tersebut. Ingin duduk di rumput tapi embun yang bertebaran pasti akan membuat celananya basah.

Pagi itu benar-benar tenang. Beban pikirannya ia usir sejenak agar tak mengganggu interaksinya dengan alam. Sudah lama sekali sejak terakhir kali Hyunjin merasakan setenang ini. Jauh dari hiruk-pikuk dan debu perkotaan. Dalam hati gadis itu berterimakasih pada Heejin yang memaksanya ke sini dan Nicholas selaku pemiliknya.

Ia menyeruput pelan teh seduhannya. Memastikan air panas itu tak terlalu panas untuk membakar bibir dan lidahnya.

"Cantik, ya?"

Suara tersebut mengagetkan Hyunjin. Hyunjin menoleh ke samping. Entah sejak kapan K duduk di sebelahnya dengan segelas teh juga di tangan kanannya.

"Barusan kok," gumam K seolah membaca pikiran Hyunjin. "Boleh, kan duduk di sini?" K meminta ijin.

"Duduk aja," jawab Hyunjin. Tidak ada nada permusuhan dan gelagat tidak nyaman yang ia tunjukan. Lagipula kemarin ia bertingkah demikian karena kesal pada Nicholas. Walau tak bisa dipungkiri ia memang menghindari K.

"K," panggil Hyunjin.

"Hm?"

"Gue udah tunangan. Dua bulan lalu. Akhir tahun nanti gue nikah."

K tersenyum, sangat tahu tujuan Hyunjin memberitahukan hal ini.

"Bagus lah. Selamat, jangan lupa undang gue."

Hyunjin menoleh pada K yang tersenyum padanya. Pandangan keduanya bertumbuk. Kali ini tak ada jantung yang bertalu seperti drum konser. Semuanya baik-baik saja. Senyuman K menular pada Hyunjin. Menciptakan bulan sabit di bibir gadis itu.

Hyunjin mengangguk.

"Kekanakan banget kalau mikir gue sama lo bisa balik kayak dulu. Gue udah cukup dewasa buat tahu ada sesuatu yang gak bisa dibalikin kayak semula. Termasuk hubungan gue sama lo di masa lalu," kata K. Berusaha menghindari penggunaan kata 'kita' pada kalimatnya. Sekali lagi kalimatnya diangguki oleh Hyunjin. Satu beban di hati gadis itu luntur.

***

Sudah pukul dua saat Hyunjin pamit pulang pada Nicholas karena sudah dijemput sang tunangan. Padahal sudah ia bilang tak perlu karena ia akan pulang bersama yang lain saja.

Heejin meminta ikut pasalnya Jake bilang masih ingin nginap sehari lagi bersama Nicholas dan K. Katanya masih ingin foto-foto dan bersantai. Foto-foto. Saking sibuknya bersungut pada Nicholas Hyunjin bahkan tidak sempat mengabadikan moment di sana. Biarlah, disimpan saja dalam otak. Tidak semua liburan harus diposting.

"Gimana acaranya?" Sunghoon bertanya.

"Lumayan," jawab Hyunjin.

Sunghoon mengangguk. Kemudian pria itu fokus lagi menyetir ke depan.

"Eits. Hyunjin ketemu mantan loh Hoon." Heejin menambah suara dari belakang. Hyunjin sudah malas menanggapi. Di sisa perjalanan menuju rumah itu, gadis itu diam saja. Kelelahan akibat kurang tidur.

Sampai di rumah, Hyunjin yang hendak turun ditahan oleh Seunghoon. Raut wajah pria itu sangat serius membuat Hyunjin semakin ingin segera melarikan diri dari dirinya.

"Beneran kamu ketemu mantan?"

"Hm." Gadis itu mengangguk. "Kenapa?"

"Gak papa."

Hyunjin menaikkan sebelah alisnya. "Serius?"

Sunghoon mengacak rambutnya seperti orang frustasi. Hyunjin menghempas napas lelah.

"Gak usah khawatir. Aku sama dia udah sama-sama dewasa buat tau ada beberapa hal yang gabisa dibalikin kayak semula. Termasuk hubungan aku dan dia di masa lalu." Hyunjin menggenggam tangan Sunghoon. "Dan aku gak sekekanakan itu untuk ngorbanin masa depan aku yang udah jelas untuk masa lalu yang udah jelas disebutnya masa lalu."

"Sekarang aku sama kamu. Kamu juga tau itu. Gak usah khawatir aku bakal berpaling, aku bukan tipe yang main-main soal hubungan. Aku udah yakin dan percaya sama kamu. Please do the same."

Senyum lembut tersungging di bibir Hyunjin, menular sampai ke bibir Sunghoon. Pria itu menautkan rambut Hyunjin ke telinga gadis itu. Membentuk bingkai wajah gadis itu lebih jelas. "Kamu benar. Sepertinya aku terlalu mikirin hal-hal gak penting."

Begitu. Memang begitu seharusnya. Tutup buku, buka yang baru. Masa lalu biarlah masa lalu. Tak perlu terlalu diingat, cukup dijadikan pelajaran saja untuk berproses ke depannya. Karena yang sesungguhnya sudah mengulurkan tangan, menunggu kita untuk menyambutnya.

Boundaries (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang