1.Terkejut

18 3 1
                                    


Jakarta 07 Maret 2021

Saat itu kota sedang sepi. Obsidian yang mengarah ke suatu tempat tak lagi banyak. Masyarakat sedang di rumah. Menghindari kerumunan dan menjaga jarak. Masker adalah aturan sekarang. Barang siapa yang melanggar tidak akan bisa selamat kata orang.

Rasa sepi yang merundung banyak orang itu juga dirasakan oleh dua orang yang kini justru duduk di sebuah kedai dibawah payung besar yang sepi dari pengunjung. Tenang mereka masih menggunakan masker dan menjaga jarak.

“Pak boss, bagaimana kalau,” perempuan itu menatap laki laki didepannya yang sedang minum jus jeruk tapi terlihat memikirkan hal lain.

“Jangan bengong mulu dah. Serem tau lo!” kata perempuan itu sambil menggoyang goyangkan bahu laki laki didepannya.

“Apaan si Manda, orang lagi minum jus jeruk juga,”

“Ya gue tau tapi kedip kek, Nakula”

“Ada apasih? Ada masalah? cerita jangan dipendem sendiri,” tanya Manda pada Nakula.

“Ngga ada apa apa, lagi mikirin next project, ditagih mulu sama Mas Dewa,” Nakula tersenyum sambil mengacak acak rambutnya, “Saya capek.”

“Hadeh, design rumah siapa lagi sih. Sepi gini pandemi, lagian lo nggak minta kolaborasi sama tim lain aja sama Mas Dewa, lo kan adiknya,”

“Andai Mas Dewa itu merasa kalau saya ini adiknya, sudah dari dulu ya saya minta kolaborasi.”

Nakula menjawab dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ada marah, sedih, dan ekspresi dari perasaan perasaan lainnya. Memnag benar kalau Nakula ini tidak akur dengan kakak kandungnya sendiri yaitu Sadewa. Alasannya? Tidak ada yang tahu.

“Lagian gua juga bingung, kenapa sih lo gamau ditawarin posisi Head Division pas rapat waktu itu? Nih ya, andai lu jadi Head Division..”

“DUH SAYA GAMAU BAHAS MASALAH ITU LAGI, TITIK.”

“Eh, ngga begitu Na, maksud gue..”

“Seseorang pernah berkata kepada saya,” Nakula bangun dari duduknya dan merentangkan tangan tiba tiba. Layaknya mendapatkan wejangan dari langit tiba tiba Nakula berkata,

“Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa,” (Jangan jadi orang yang merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa)

“Anjir, bebisaan wae sia mah!” (bisa saja kamu)

“Aing mah ngartos juga basa jawa, tutupen botolmu.. tutupen oplosanmu..”

"Manda! Itu lagu dagdut gila,”

“Ya, sama wae lah pak Boss.”

“Saya tidak tahu lagi nda, semenjak papa sama mama meninggal karena kecelakaan waktu itu, Mas Sadewa berubah. Kadang saya kasihan, dia jarang bicara kalau di rumah.”

“Tapi, saya lebih kasihan lagi sama diri saya, tiap hari kerjaan makin sepi. Nggak di Arsitek, nggak di kedai, semua sedang tidak berjalan dengan lancar.”

“Pak boss, semua itu sudah Tuhan yang ngatur.”

“Hmm, iya Manda benar. Hanya saja terkadang saya kepikiran mau jadi seperti apa kehidupan saya selanjutnya. Untung saja kamu masih mau bekerja dengan saya, waluapun gajinya pas pasan.”

“Ah, nggak papa pak boss. Saya disini mah enak, kata saya sih ek sakumaha wae beuratna pagawean, bakalan hampang lamun henteu di pigawean, kkkk,” (seberat apapun pekerjaan, akan terasa ringan kalau tidak dikerjakan,kkk)

“Maksudnya?”

“Ah , ngga. Manda ga bilang apa apa kok!” Manda cengar cengir melihat Nakula yang tidak tahu maksud kata katanya tadi.

“Humpp, kita tutup Manda kedainya sudah mau jam segini juga.”

“Eh, kok sudah tutup saja, masih jam berapa ini mah!” Manda tidak setuju dengan arahan Bossnya untuk menutup kedai. Memang kedai sedang sepi, tetapi tidak menutup kemungkinan akan ada pembeli yang datang.

“Gapapa, sepi juga,”

“Eh, siapa tau ada tukang surat ngasih surat warisan ke kamu,”

“WARISAN TAI KUCING!! YANG ADA SAYA DIWARISI BANYAK KERJAAN RUMAH SAMA MAS DEWA.”

“Eh, siapa tahu. Kayak itu buktinya!” Manda menunjuk Pak pos yang tiba tiba saja datang menghampiri mereka berdua.

“Selamat pagi ada surat dari..”

“Ah, pak saya saja yang baca,” Nakula menyaut surat itu tiba tiba yang membuat Pak Pos tersebut terkejut.

“Oh, yaudah mas. Ini tanda tangan!” pinta Pak Pos kepada Nakula.

Nakula menanda tangani lembar yang diberikan, “Makasih ya mas.”

Pak Pos tersebut akhirnya pergi dari pekarangan kedai yang masih satu halaman dengan rumah.

Surat itu dibuka oleh Nakula. Tidak butuh waktu lama untuk segera membukanya. Karena Nakula pikir itu surat untuknya, tertulis di amplop bagian depannya.

Surat tersebut cukup unik. Dari depan saja, amplopnya sudah berbeda. Ada kesan vintage namun bergaya Jawa. Ada tulisan beraksara jawa didepannya. Nakula seperti familiar dengan gambar yang  menjadi klip untuk surat tersebut. Ia seperti pernah menjumpainya. Atau mungkin, ia tidak akan lupa akan hal itu.
Intuisinya mengatakan, ia akan kembali ke suatu masa dan tempat yang sangat tidak ingin ia ingat lagi. Entah tentang sejarahnya, tempatnya, atau bahkan orang orangnya.

Namun, rasa penasaran Nakula membeludak. Dibukanya isi dari amplop itu. Dan kata pertama sudah membuat Nakula terkejut dibuatnya.

RADEN RAKA ABINAYA






Hii, this is my third new story. hope u guys enjoy. and plis vote and comment as much as u can. muchhie thankiess.
🌈

J O G J ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang