Part 14

866 84 2
                                    

Sejak kejadian ditaman waktu itu, Firman sama sekali tidak pernah menghubungi Zivanna, dia harus menjauh. Ya, itu memang hal yang tepat untuk ia lakukan. Bersama Zivanna maka hanya akan membuat Zivanna menderita seumur hidupnya.

Hanya beberapa waktu lalu Efran ke kantornya untuk membahas kerja sama perusahaan mereka dan ia juga mengatakan Zivanna tengah sakit seminggu ini. Firman benar-benar menahan diri untuk tidak berlari dan memeluk Zivanna saat itu juga. Tapi ia harus menahan diri, ini untuk kebaikan Zivanna, mereka tidak mungkin bisa putus kalau ia terang-terangan masih memperhatikan Zivanna walau akhir-akhir ini dadanya sering sakit akibat menahan rindu.

Firman mengenyahkan segalanya kekhawatirannya tentang Zivanna dan memilih menyibukkan diri dengan segala urusan perusahaannya. Ia yakin lambat laut Zivanna juga akan terbiasa tanpanya. Terlebih, kini Efran menemaninya disampingnya, disaat-saat terpuruk dalam hidupnya.

              *******

Efran tengah berjalan menuruni anak tangga dengan menenteng tas kantornya. Hari ini rapat dengan beberapa pemegang saham dan terakhir ia akan mengunjungi Zivanna yang kata tante Joanna kondisinya sudah membaik hari ini. Efran sangat mengkhawatirkannya hingga jika tak bisa berkunjung karena sibuk ia akan senantiasa menelpon tante Joanna untuk menanyakan kondisi Zivanna.

Efran sedikit lega karena seperti dugaannya tante Joanna memberi lampu hijau ia mendekati putrinya, tapi om Adam, ia tak tahu, lelaki paruh baya itu terlihat sedang bermasalah dengan istrinya.

Ditangga paling ujung Efran melihat Irna yang tengah membersihkan perabotan milik ibunya. Ketika mata mereka bertubrukan, wanita itu segera memalingkan pandangannya dan segera pergi menuju dapur.

Efran menghembuskan nafas kasar, baiklah, terserah dia saja. Efran segera bergabung dengan keluarganya untuk memulai sarapan paginya.

               *******

"Makasih lo Fran, kamu udah merhatiin Zi disaat dia terpuruk kayak gini, tante harap Zi suatu saat bisa melihat ketulusan kamu. Sebenarnya kadang tante merasa menjadi orang tua yang kejam, tapi tante tidak punya pilihan. Bahkan sekarang mas Adam bersikap dingin pada tante setelah Zi sakit-sakitan. Tapi tante yakin suatu saat mereka berdua akan mengerti kalau ini yang terbaik. Tante harap kamu bisa membahagiakan Zi. Zi putri tante satu-satunya, dia harapan tante satu-satunya."

Tante Joanna menatap Efran berkaca-kaca saat ia mengantar Efran yang hendak pamit pulang ketika Zivanna sudah tertidur. Wanita paruh baya itu sedikit tertekan keadaan Zivanna dan sikap suaminya. Efran memaklumi, selama ini om Adam dan Firman memang sangat dekat,dan keputusan tante Joanna mungkin sedikit merenggangkan keduanya.

"Tante gak usah khawatir, perasaan saya pada Zi tidak penting. Bagi saya asalkan Zi bisa bahagia itu sudah cukup. Dan tante, jangan terlalu tertekan dengan keadaan, nanti Tante bisa drop. Tante jaga kesehatan saja, saya akan selalu ada buat Zi dan keluarga tante" Efran menepuk pundak tante Joanna menenangkan wanita yang tengah terisak pelan itu.

"Ya udah tante, Efran permisi dulu, udah malem, tante juga harus istirahat, selamat malam tante" Efran menenangkan tante Joanna kemudian pamit pulang, hari sudah larut dan tubuhnya juga perlu diistirahatkan.

            ********
Efran melangkah memasuki rumah dengan langkah lunglai. Dasinya sudah longgar, kemejanya sebagian sudah mencuat keluar dan jas nya ia sampirkan pada pundaknya. Penampilannya benar-benar berantakan, senada dengan hatinya. Permasalahannya menyangkut Irna yang masih membebaninya meskipun wanita itu masih diam sampai sekarang, dan Zivanna yang sampai sekarang terlihat menutup diri darinya.

Sampai diruang makan ia memperhatikan ibu dan adiknya yang tengah makan sambil berbincang ringan, mereka berdua sontak menoleh melihat kehadirannya.

"Lama banget ditungguin kak, aku tinggal deh sama mama makan duluan" Erin tersenyum meringis menatap kakaknya.

"Lagian kamu kayaknya capek banget Fran, kerja yang biasa aja, jangan kerja kayak kuda gitu gih, nggak tega mama lihatnya"  Nyonya Nina menimpali sembari berdiri,meraih tas dan jas Efran yang menggantung ditangan dan pundaknya.

"Papa kamu malam ini pergi dadakan ke Bogor, katanya klien yang kemarin jadi nanam saham di perusahaan kita" terang Nina pada putra tunggalnya itu.

"Bagus deh kalo gitu ma, nggak sia-sia mama rempong kemarin. Oh ya ma, aku laper banget, aku mau oseng usus" Efran terduduk dimeja makan sembari menyandarkan wajah lelahnya.

"Bi Harum, osengnya" Nyonya Nina memerintah sembari kembali duduk dan menghabiskan makanannya.

Sementara ditoilet dapur, bi Harum tengah sibuk memijit tengkuk Irna yang sedari beberapa hari ini terlihat tidak sehat.

"Udah bi nggak apa-apa kok, bibi dipanggil nyonya itu, aku udah selesai kok mualnya" Irna berdiri kemudian menyeka keringatnya yang sedari tadi mengalir karena terus muntah.

"Kamu yakin cuma masuk angin, kamu hari-hari ini pucet banget lo" Bi Harum keluar dari toilet kemudian menuangkan air hangat dan memberikannya pada Irna.

"Udah nggak apa-apa, setelah muntah udah enakan lagi kok" Irna tersenyum sambil meraih gelas air hangat bi Harum kemudian meminumnya pelan."

Ditengah bi Harum yang bersiap menyajikan oseng ususnya, tiba-tiba paman Roni memanggil dari belakang meminta bi Harum untuk membantu mengangkat tong sampah yang menghalangi pintu karena hari ini pak Asep tidak masuk kerja.

"Bi Haruuuum" terdengar seruan Nyonya Nina dari ruang makan membuat Irna dilema. Jika ia tak segera mengantarkan oseng ususnya, Nyonya Nina pasti akan memarahi bibinya. Tapi jika ia nekat mengantarkannya, Irna tau persis oseng usus ini makanan disajikan untuk siapa.

Dua bulan ini Irna sengaja menghindari pertemuan atau bersinggungan dengan Efran. Irna masih sangat trauma dan sakit hati. Bagaimana tega setelah tanpa sadar melecehkannya, pria itu malah mengancamnya secara tidak langsung untuk tutup mulut. Padahal jika Irna tidak berpikir panjang akan kebaikan tuan Adrian, sudah Irna bongkar semua keburukan lelaki itu.

"Biiii, kok lama sih" suara Nyonya Nina kembali menginterupsi Irna. Dengan terpaksa ia membawa piring berisi oseng itu dan berjalan menuju ruang makan.

Dipintu Irna tertegun sebentar mengambil nafas, kemudian berjalan menuju meja makan.

"Lo, kok tumben kamu Ir, bi Harum mana, biasanya belakangan kamu tugas bagian masak" tanya Nyonya Nina. Belakangan memang Irna jarang menampakkan diri dimeja makan melayani mereka dan lebih fokus pekerjaan didapur.

"Bibi sedang membantu paman mengangkut tong sampah dibelakang Nyonya, hari ini pak Asep tidak masuk kerja, bagian belakang jadi sedikit berantakan" Irna menunduk sembari meletakkan oseng ususnya didepan Nyonya Nina.

"Lo, kok disini taruhnya, Efran itu yang mau osengnya, saya sama Erin udah kenyang. Sana kamu layanin Efran, kamu ambilin nasi sama osengnya, kasian Efran kucel capek kayak gitu" tunjuk Nyonya Nina pada Irna yang salah menaruh osengnya.

"I, iya Nyonya" jawabnya gugup.

Efran memperhatikan intens gadis lusuh dan pucat yang kini berjalan menghampirinya dengan sepiring oseng usus. Rasa iba kembali menyergap hatinya.

Tepat didepan Efran entah mengapa mencium bau badan lelaki itu membuat Irna kembali mual. Tapi Irna berusaha menahannya, tidak lucu kan kalo ia tiba-tiba muntah didepan majikannya. Namun semakin dekat pada Efran, bau itu semakin menyengat dan membuat kepalanya terasa berputar. Dan tanpa ia duga sakit kepala itu membuatnya semakin lemah dan gemetar, hingga tak lama iapun pun kehilangan kesadarannya dan

Prang

Bunyi piring jatuh menyentak kesadaran Efran dari lamunannya, ia melihat Irna menjatuhkan piring berisi oseng ususnya dan gadis itu terlihat sempoyongan, Efran sigap berlari hingga menangkap tepat ketika tubuh pingsan gadis itu hendak luruh ke lantai.

01082021


Edelweiss (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang