•o•)/ cerita ini sekadar fiksi belaka. Asikkkk bisa debut di kapal kulit jeruk, hohoho.
Kata orang, hari pernikahan itu paling sedap dirayakan bak hari kelahiran. Menghabiskan waktu bersama, saling tukar cerita, membagi tawa, lalu senggama panas di pulau kapuk. Jika dibayangkan, rute seperti itu memang tidak selalu berhasil sih! Tetapi kan lumayan, buat menghibur diri. Zhehan membayangkan plot tidak jelas barusan lantaran Gongjun sangat buruk soal kejutan. Hal-hal sederhana apalagi hidangan lezat restoran sangat tidak diperlukan bagi keduanya.
Suami tampannya itu terbilang serba bisa. Daripada buang-buang cuan demi makanan porsi kecil, dia lebih senang memanjakan lidah Zhehan dengan hasil buatannya sendiri. Termasuk soal lumat-melumat dan sundul tongkat. Romantisan? Zhehan jauh lebih jago. Dirinya sangat percaya diri soal itu.
Memang, kalau membayangkan sesuatu itu hampir tak ada celah gelap yang bisa disusupi. Semuanya indah oleh warna koral tak menyakiti mata yang tersebar di segala sudut. Zhehan bahkan tersenyum sendiri membayangkan skenario asal-asalan dalam pikirannya tadi.
Pulau kapuk?
"Junjun terlalu menyayangi dapur. Mungkin mengotorinya sedikit bukan masalah?" monolog Zhehan, beriring tawa yang terdengar sedikit usil. Lalu mulailah ia berfantasi macam-macam dan tenggelam dengan dunianya sendiri.
Gawai berdering. Cukup nyaring sampai membangunkannya dari sesi khayalan.
Sederet nama sang suami terpampang. Padahal hanya panggilan telepon biasa, tapi Zhehan masih sempat memeriksa tenggorokannya.
"Aku akan mandi dengan sabun terbaik untuk hari ini. Lekaslah pulang dan buatkan aku sesuatu yang pedas, Junjun," senyum lebar Zhehan terlihat amat tampan dan juga manis. Rona bahagia menggantung di tulang pipinya yang tertarik tinggi. Terus berlangsung sementara dari garis seberang, seseorang terdengar mendengungkan kekehan ringan.
"Ta ge tidak perlu bersiap pun aku akan baik-baik saja. Masakanku membutuhkan perut laparmu untuk menampung banyak makanan buatanku hari ini. Gege, tapi aku harus memastikan Daikun baik-baik saja."
Sekejap kemudian, senyum lebar itu meluntur hingga lenyap sama sekali.
"Daikun?"
"Semua harus berjalan lancar. Amat disesalkan tak ada seorangpun yang bisa kupercaya untuk menjaganya di sini. Tetapi, jangan khawatir. Begitu tiba di rumah, kupastikan tak ada gangguan apapun dan kau akan kekenyangan oleh masakanku."
Telepon telah terputus. Bahkan Zhehan belum sempat menyerukan keberatannya yang tertahan di ujung lidah.
Lagi. Dan lagi.
Kecacatan dalam pernikahan mereka, kenapa harus hari ini turut mengacau?
"Kau. Selalu saja merebutnya."
Zhehan membiarkan gawai miliknya terhempas di lantai. Ujung netra melirik kaca jendela. Langit sore sedikit keemasan dengan hiasan kapas awan. Sekilas tampak bersih juga indah tiada dua.
Tetapi, sedikit disesalkan. Riak mendung seolah mengejar dari sisi lain yang jauh dari jangkauan pandangan.
===========================================
Seingat Zhehan, kala itu telah mencapai dini hari.
Ia terjaga dari tidur. Dan menemukan tubuhnya terbungkus dekapan hangat seseorang. Sedikit bergerak ke samping, raut lelah Gongjun yang tengah terlelap menyambutnya. Bahkan rasa hangat lebih dari biasanya menyengat lengan Zhehan.