Comeback. 1.

34 4 1
                                    

Perubahan.

Adakalanya satu kata tadi menggambarkan suatu kebaikan. Ada juga saat-saat dimana semuanya terkesan semakin memburuk. Begitu juga dengan keadaan mental seorang Gabriel. Selepas kepulangan Ibunda 1 bulan lalu, sosok Gabriel yang semula ceria, ramah, kerap kali usil dengan teman-teman sebaya maupun adik kelas, kini berubah bak air yang membeku.

Kini ia sedang menatap foto besar bergambar sosok wanita cantik yang tengah memeluk kedua anaknya. Gabriel dan adiknya, Elsa. Kedatangan adiknya dari Jepang pun sedikit menghibur Gabriel. Ia kini harus hidup menjadi tulang punggung keluarga. Sosok ibunya yang tak berkerabat banyak, merupakan wanita yang kuat, tangguh, berpendirian, dan menjalani hidup dengan asa yang kuat. Walau menghabiskan sisa hidupnya tanpa seorang kepala keluarga.

Ayah Gabriel meninggalkan mereka bertiga saat Elsa baru saja menginjak umur 4 tahun. Entah bersama wanita lain atau apapun, Gabriel kecil sudah muak dengan sosok Ayahnya yang tega membuat Ibu menangis sepanjang hari.

Kini saatnya ia yang menjadi penanggung jawab dirinya dan adiknya. Ibunya akan membantu dari jauh.

Jam menunjukkan pukul 06.45 pagi. Gabriel sedikit menyeka ujung matanya dan beranjak menuju kamar adiknya.

"Elsa, kalau udah siap-siapnya kita berangkat. Jangan lama-lama." Ucapnya seraya mengetuk pintu bercat putih di hadapannya.

"Iya, Mas." Jawab Elsa dari dalam kamar.

Gabriel dan Elsa tinggal di rumah peninggalan Ibunya. Rumah ini menjadi saksi bisu perjuangan Ibu yang ditinggal pergi oleh suaminya. Berjuang dengan memboyong dua anak kecil di pelukan dan mempertaruhkan hidup dan mati untuk kebahagiaan dua anaknya.

Gabriel menunggu di depan pintu rumah sambil memeluk dua buah helm. Tak berselang lama, Elsa keluar kamar dengan pakaian rapi khas anak SMA serasi dengan seragam kakaknya.

Kepalanya menunduk seraya menggunakan sepatu. Selepas itu, ia kembali masuk ke dalam rumah dan mengitari seluruh penjuru ruangan untuk mengecek keamanan setiap jendela dan pintu.

Ini hari pertama gadis itu sekolah. Setelah paruh pertama ia menghabiskan kelas X di Jepang, ia terpaksa pindah karena tidak ingin berjauhan lagi dengan keluarga. Ia tinggal di asrama putri dan bersekolah di sekolah menengah pertama khusus putri hasil beasiswa prestasi miliknya. Namun, karena kepulangan Ibunda, ia harus juga menghentikan studinya di negeri sakura itu. Ia lebih memilih untuk pulang menemani kakaknya agar tidak sendirian. Lagipula, ia butuh seseorang yang menjaganya dengan sepenuh hati sebagai keluarganya.

"Nih, kunci pintunya." Ucap Gabriel sembari memberikan helm ungu milik Elsa. Matanya turun memandang bagian bawah tubuh Elsa.

"Kamu pakai celana training?" Tanyanya.
"Gaboleh sombong punya kulit mulus. Nanti ada yang iri." Jawabnya sambil memakai helm dan berjalan meninggalkan Gabriel dengan bibir menganga mendengar jawaban adiknya itu.

Gabriel turut mengekori Elsa menuju motor kesayangannya itu. Sembari Gabriel menyalakan mesin, Elsa membuka gerbang rumah dan membiarkan motor kakaknya keluar dari pekarangan rumah. Setelahnya ia mengunci pintu gerbang dan segera menaiki motor kakaknya.

"Pegangan." Tangan Elsa menuruti ucapan kakaknya.

***

Gabriel mengendarai motornya dengan cukup cepat dan mulus. Ia berhenti di lampu merah persimpangan jalan. Elsa yang menaruh dagunya di bahu Gabriel hanya menghela nafas.

"Anak SMA-nya Mas kaya gimana orangnya?" Tanya Elsa tepat di telinga Gabriel.
"Ga gimana-gimana. Mas juga nggak tau kalo sekarang. Kan liburan kemarin Mas ga ketemu lagi sama teman-teman Mas." Jawab Gabriel santai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mr. Tsundere : DKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang