The Story

275 28 6
                                    

Malam ini, di sebuah Ballroom Hotel bintang lima, penuh dengan orang-orang ber Jas dan ber gaun mewah. Hampir disetiap tempat terdengar tawa bisnis yang begitu memuakkan. Aku, di sini hanya duduk seperti boneka yang akan tersenyum apabila ada yang menyapa.

Bisa tidak sih, aku makan dengan tenang?!

Seperti biasa, pertemuan bisnis tak berguna ini pun aku hanya bisa makan secukupnya sambil melihat kedua orang tuaku. Setelah itu aku diperkenalkan pada rekan-rekan mereka, dipaksa selalu tersenyum dan berlaku sopan. Ketika malam ini ada yang tidak beres, maka pada hari Sabtu akan ada hukuman yang menanti.

Jadi konglomerat memang berlimpah harta, berlimpah kasih sayang juga,




























Tapi palsu







"Karina honey, sini." Oh, sudah saatnya? Aku berdiri perlahan setelah meletakkan piring sushi yang bahkan aku hafal bobot bibit bebetnya. Yah, itu produksi restaurant Paman Taeyong. Selalu ada di setiap pertemuan yang diadakan Papa.

Aku menghampiri kedua orang tuaku dan memberi salam bagai seorang putri di depan pasangan yang menatapku kagum.

Setelah memperkenalkan diri, kedua pasangan yang bernama Paman Taehyung terlihat menahan geram. Sedangkan istrinya, Bibi Sooyoung terlihat cemas sembari menenangkan suaminya.

Sepertinya Papa paham apa yang terjadi. Anak mereka menghilang di tengah acara, bukan? Haha, rasakan. Aku mendukungmu siapapun itu. Pasti nasibnya tak jauh berbeda denganku.

"Karina? Kamu kenapa, honey?" Mama menatapku khawatir, Papa dan rekannya sudah pergi. Ah, aku tenggelam dalam pikiranku lagi rupanya.

"It's ok, Ma. Can we go home?" Mendengar pertanyaan spontan dari mulutku, wajah Mama berubah sedih. "Setelah ini pulang. Sekarang ikut Mama dulu." Aku bertanya-tanya, kenapa Mama semangat sekali? Tidak seperti biasanya.

Setelah sampai di depan ruang, pintu terbuka dengan sendirinya. Lalu, aku tau mengapa Paman dan Bibi Kim tadi cemas mencari anaknya. Huh, pasti anak mereka laki-laki.

"Ma," tahanku. Mama siap menghadap wajahku dan mendengarkan protes apa yang keluar dari mulutku. Emosi yang tadi menumpuk, hilang digantikan getaran kecil di tubuhku. Ya, aku menangis.

"Ini yang terakhir. Mama mau kamu nurut." Aku menggeleng, aku tidak pernah percaya dengan kata-kata terakhir. Itu hanya tipuan Mama agar aku menurut saat itu juga.

"Karina." Suara Mama datar. Badanku bergetar ketakutan. Aku benci Mama, aku benci diriku yang selalu takut dengan Mama sendiri walaupun sekarang umurku sudah menginjak 18 tahun.

Aku terpaksa menurut. Setelah tenang, Mama menyerahkanku pada penata rias di sana. Aku duduk diam, berusaha menghentikan sesenggukanku yang masih muncul.

"No, baby. Don't cry~ kamu mau ketemu sama Pangeran, loh. Masa nangis sih, nanti make up nya jelek. Pangerannya kabur kan malah nambah problem. If I were you, I just do what my parents want."

Terima kasih, kata-kata yang sangat tidak menghibur. Aku akan mengabaikan tukang rias ini kalau bertemu kedepannya.

Daripada itu, aku harus memikirkan cara bagaimana aku harus kabur dari sini.

Tiba-tiba, pintu terbuka. Semua atensi beralih ke sana kecuali para penata rias yang mengerjakan tugasnya. Bibi Sooyoung muncul dengan raut wajah sedih. Mama menghampiri dan tampak menenangkan Bibi Sooyoung. Melihat adanya kesempatan, aku memundurkan kursiku tiba-tiba lalu berlari menuju balkon. Mengabaikan pekikan kesakitan -karena kakinya terkena kursiku- dan kebingungan orang-orang.

Soon-to-be Fiancee Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang