-

9 0 0
                                    

Suatu hari di siang yang terik, sebuah rumah minimalis dipenuhi oleh cahaya matahari yang sedang naik. Di balik rumah itu, ditinggali oleh keluarga sederhana. Dimana figur sang ayah merupakan seorang pelaut yang hanya bisa pulang setiap dua bulan sekali, serta sang ibu yang berperan sebagai ibu rumah tangga. Lengkap dengan Raya—gadis yang baru menginjak usia tujuh belas tahun.

Di hari itu sang ibu baru saja selesai memasak lantas mulai menata meja makan, masih dengan celemek yang melekat di tubuhnya. Begitu selesai, panggilannya untuk sang anak memenuhi ruangan.

"Rayaaa, cepet keluar. Makanannya udah siap."

Panggilan itu berlalu tanpa adanya jawaban. Hingga sang ibu harus mengulang kembali. "Raya! Cepet makan sini!"

Suara pintu terbuka menunjukkan Raya yang keluar dengan penampilan rapinya dilengkapi tas yang sudah ia taruh di pundak. Raya berhasil membuat ibunya keheranan. Dengan dahi yang berkerut ibunya pun bertanya, "loh? Mau kemana?"

"Aku mau ada kumpulan ekskul dulu bu, cuma sebentar kok. Maaf gak ngabarin, aku juga tadi lupa baru inget tadi ..."

"Ck, dasar. Lain kali coba jangan pelupa gini. Catet kalau ada jadwal biar inget."

"Iya bu, maaf. Tapi sekarang aku udah telat banget. Aku pamit ya ..." Raya berujar sembari mencium punggung tangannya. Sesegera mungkin ia berjalan terburu-buru keluar rumah.

"Tapi makan dulu!" teriak Ibunya, berharap sang anak bisa berbalik dan menurutinya.

"Nanti raya makan di luar kok bu! Assalamu'alaikum!"

Tanpa mendengar jawaban dari ibunya, Raya langsung saja pergi meninggalkan rumah.

Raya tidak berbohong perihal kepergiannya untuk keperluan ekstrakulikuler. Namun hanya saja setelah keperluan tersebut selesai ia tidak langsung pulang, melainkan malah asyik bermain bersama teman-temannya. Mereka mengajak Raya berkunjung pada sebuah kafe yang baru-baru ini dibuka. Padahal perutnya masih penuh dengan bakso yang ia makan selama kumpulan tadi.

Perbincangan mereka terus berlanjut hingga berkumandangnya suara adzan penanda waktu ashar.

Bukannya segera beranjak menunaikan panggilan sholat. Kumpulan anak muda itu malah terus melanjutkan pembicaraan mereka yang penuh dengan "katanya". Banyak prasangka yang mereka bawa ke dalam perbincangan seperti: "Kalian tau gak? Katanya guru kita yang hampir pensiun itu punya istri baruuu, gila gak sih."

Masalah benar atau tidak, itu jadi urusan belakangan yang penting perbincangan mereka tidak habis begitu saja.

Raya yang sedari tadi duduk disana hanya memperhatikan, ia mendengar semuanya sambil menyeruput jus mangga yang dipesan. Hingga suatu panggilan masuk menginterupsi dan membuatnya beranjak menjauhi kerumunan.

"Assalamualaikum Raya, kamu masih di mana? Udah sholat ashar belum?"

Kontan, Raya menjawab. "Wa'alaikumussalam, Raya masih kumpulan bu. Bentar lagi baru mau break sholat ashar."

"Beneran? Inget yaa jangan lupain sholat kamu. Nanti celaka!"

"Iya bu tenang aja."

Raya mengakhiri percakapan singkat dengan sang ibu, kemudian kembali menghampiri teman-temannya yang masih belum beranjak.

Kembali mendengarkan pembicaraan yang masih terbungkus konsep yang sama namun dengan topik berbeda. Hingga tanpa tersadar ia pun menunda waktu sholat.


——————• • • • • • ——————


Setelah melewati Sabtu di hari kemarin, tiba pula hari Minggu yang begitu padat dengan orang-orang yang menikmati akhir pekan. Karena kebetulan beberapa siswa seperti siswa SD hanya memiliki Minggu sebagai hari libur mereka. Apalagi dengan cuaca cerah yang tidak terlalu panas, amat disayangkan jika hanya berdiam di rumah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Telepon Dari IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang