•Jauh Lebih Aneh •
•
•
•
•
•Hari-hari berikutnya Fikar bersikap canggung pada Adela. Ia tentu tak bisa melupakan kejadian malam itu sampai-sampai ia tak bisa tertidur. Besoknya Adela bangun, mau tahu apa yang dilakukan perempuan itu. Dia bilang Fikar terlihat berbeda ketika rambutnya sedang berantakan, karena waktu itu ia masih belum sempat menyisir rambutnya setelah mandi.
Saat Adela mengatakan itu entah mengapa ia jadi salah tingkah. Yang benar saja, mereka sudah kenal dari lama tapi kenapa ia tiba-tiba merasakan ini.
"Fikar lo tuh harusnya jaga sikap ya didepan anak-anak. Gue gak mau dilihat bergantung sama lo."
Tadi Adela mengirim pesan padanya saat setelah di umumkan kalau jam ke empat dan kelima, guru-guru akan mengadakan rapat. Makanya mereka berdua ada di roftoop seperti ini.
"Maksudnya Del?"
Adela berdecak kecil, Fikar ini masih saja tak mengerti padahal ia sudah berulang kali mengatakan kalau Fikar tak boleh memperlihatkan kedekatannya dengannya.
"Tadi di kantin kenapa lagi sih bawain gue jajan? "
Fikar mengusap tengkuknya yang tidak gatal, apa perasannya saja atau karena terlalu memikirkan masalah waktu itu, entah mengapa Adela kenapa semakin hari semakin terlihat cantik. Walaupun punya kulit kecokelatan tapi Adela sangat menarik perhatiannya.
Adela menjentikkan jarinya didepan Fikar karena cowok itu diam saja. "Hei kenapa bengong aja?"
"Gu...gue di suruh sama Tante Sintia."
Adela memutar bola matanya malas, tapi Fikar malah bersikap berlebih yang mana ia makin gugup saja.
"Lain kali jangan disuruh lagi. Lo tahu kan hubungan gue sama dia buruk. Lagian pasti dia ngomong yang enggak-enggak tentang gue sama lo, atau paling dibandingin lagi."
Fikar mendesah berat, kata itu lagi, Fikar bosan mendengarnya. Padahal kalau Sintia ngomong begitu ia tentu saja tak suka. Menurutnya Adela itu punya bakat sendirinya.
"Del maaf kalau gara-gara gue lo jadi dibandingin sama gue. Gue sebenernya gak suka sama sikap Tante Sintia, tapi gimana pun akan gak sopan kalau gue main pergi aja saat dia bicara sama gue."
"Makanya sekali-kali sikap yang jelek dong!" Seru Adela, Fikar ingin terkekeh melihatnya karena Adela lucu sekali tingkahnya.
"Dimana-mana tuh Del, kita harus bersikap baik, dimana sih belajar kayak gitu."
"Ya itu gue sendiri lah. Makanya jangan haus pujian karena mau dikatain baik terus."
Fikar meringis mendengar perkataan Adela. Tajam sekali ucapannya, untung ia tak ambil hati karena sudah sering dikatai sama perempuan ini.
"Jangan gitu prinsipnya, lo itu baik, dan hanya orang-orang tertentu yang tahu. Lagian lo punya bakat sendiri kok, yaitu pintar ngedance, dan gue apresiasi itu."
Tahu bagaimana reaksi Adela? Wajahnya terlihat sedang menahan sesuatu. Kayak geli saja ada orang yang memuji seperti itu apalagi itu Fikar. Dibanding dirinya, Lisa yang paling jago dance di sekolah dan selalu mendapatkan banyak pujian. Tapi bukan berarti Adela tak pernah dapat pujian, ia tentu selalu dapat pujian dari sahabatnya dan teman kelasnya tapi tidak dengan anak kelas lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
11/12
Teen FictionKau bertanya kenapa aku bisa mencintaimu?. Jawabannya adalah aku tidak tahu. Yang kutahu hanya kau gadis pemilik mulut pedas yang bisa membuatku bergetar. Kau pernah mengatakan aku laki-laki yang hanya memikirkan bagaimana cara menyelesaikan semua r...