Bocah lelaki umur lima tahun itu melompat keluar dari mobil angkutan umum saat mobil itu berhenti sempurna ditepian jalan. Dibelakang si bocah ada pria paruh baya ikut jua turun, lalu membayar ongkos angkutan umum yang ditumpanginya dengan sang bocah. Tangan kanan pria paruh baya itu menggenggam lengan si bocah agar tidak kabur, bisa bahaya jika si bocah tiba-tiba lari ketengah jalan raya.
"Kakek gak telat kerjanya kalau anterin rio kesekolah dulu?" Tanya si bocah, kepalanya mendongak menatap pria paruh baya yang merupakan kakek si bocah bernama rio itu.
"Enggak, kakek hari ini masuk agak siang. Jadi bisa anter rio ke TK." Jawab sang kakek.
Mereka berjalan memasuki komplek Brimob, Rio bersekolah di TK Bayangkari. Sebuah taman kanak-kanak sederhana di dalam komplek Brimob. Tepat didepan Tk tersebut terdapat markas Brimob.
Rio sering menyebut para anggota Brimob itu pahlawan. Mereka keren. Rio bilang jika dewasa dia ingin menjadi salah satu dari mereka.
Lalu kakek bilang, jika ingin seperti paman hebat disana rio harus pandai. Pandai segalanya.
Saat itu, rio tidak paham apa itu artinya pandai segalanya?
Rio pikir, dirinya cukup pintar.
Nilai matematikanya dapat bintang sampai lima dari bu tati. Wali kelasnya.
Saat TK nya mengadakan lomba 17 Agustusan dengan paman-paman anggota brimob pun dia dapat piala sampai dua. Dua!! Wah, keren sekali bukan?
Maka dengan imajinasi seorang bocah lima tahun, rio pikir dirinya bisa menjadi pahlawan seperti paman-paman berseragam itu.
Membantu orang banyak, memakai seragam keren, memiliki bentuk tubuh bagus, dan memiliki otak cerdas.
Tapi ternyata, kehidupan tidak berjalan sesuai imajinasinya.
Rio umur lima tahun dan rio umur dua puluh tiga tahun berbeda.
Rio sudah tidak mau menjadi seperti paman brimob yang keren lagi.
Bukannya tidak ingin sih, tapi rio rasa, dirinya tidak pantas untuk memegang amanat begitu besar seperti paman-paman keren itu.
Rio rasa dirinya yang sekarang lebih cocok disebut berandal.
Padahal dulu kakek pernah bilang, "Sekolah yang betul, ikuti kata guru kalau rio mau jadi orang sukses. Karena semua ilmu yang dibutuhkan untuk kehidupan kamu di masa depan lima puluh lima persen kamu dapatkan di sekolah. tiga puluh persen ada dalam pergaulan. lima belas persen ada dalam lingkup keluarga."
Rio saat itu balik bertanya, "Kenapa lingkup keluarga hanya lima belas persen?"
Kakek menyesap teh manis hangat di gelas mug besarnya, pukul empat sore. Rio bukannya pergi mengaji malah duduk di teras bersama sang kakek yang sedang duduk manis.
Dirinya juga tidak ingat persis apa yang menjadi awal mula percakapanya dengan sang kakek.
"Karena, waktu kamu itu paling banyak habis disekolah, dengan gurumu, di tempat ngajimu, dengan ustadmu. Keduanya sama-sama memberi ilmu yang banyak dibandingkan lingkup keluarga. Betul tidak?" Kakek menjelaskan sembari membalikkan tanya.
Rio mengangguk.
"Lalu,-" Kakek kembali melanjutkan, "Disekolah, kamu bertemu teman, kamu bergaul dengan mereka. Dalam pergaulan kamu juga dapat ilmu untuk bersosialisasi. Mempraktekkan apa yang gurumu jelaskan disekolah."
Kakek menjeda sebentar omongannya, menatap rio. "Dalam pergaulan, kamu belajar untuk menghormati orang yang lebih tua, mengayomi yang lebih muda dan menghargai sesama."
Rio diam, sedikit mencerna apa yang dikatakan kakeknya. Umur rio bahkan baru sepuluh tahun mungkin saat itu.
Kakek tertawa melihat raut bingung rio, "Sudah sana mandi, lalu pergi ngaji. Udah jam empat, bentar lagi si ucup nyamper kan?"
Yusuf atau ucup itu teman ngaji rio, dia tinggal di perkampungan belakang komplek rumahnya.
Pertemuan mereka cukup aneh, nanti kapan-kapan akan rio ceritakan mungkin.
Rio mengangguk lalu bangun dari bangku rotan yang ia duduki. Melangkah ke jemuran dekat pagar, mengambil handuk.
Baru saja berbalik, teriakan yusuf terdengar dibalik pagar. "RIOOOO!! RIOOOO!! NGAJI NGGAK??!!"
Rio memutar balik tubuhnya, berlari kecil kearah pagar, membukakan pintu pagar. Wajah ucup terlihat, wajah khas bocah sehabis mandi dengan bedak bayi di area jidatnya yang tidak tertutupi sempurna oleh peci yang dikenakan.
"Ngaji dong, kan hari ini ustazah mila ulang tahun." Jawab rio sumringah.
"Tapi kok masih pake baju bola?" Tanya ucup, dia turun dari sepeda BMX andalannya yang selalu dia bawa kemanapun.
"Ini baru mau mandi, mau nungguin gak?" Tawar rio.
"Yaudah jangan lama loh."
Rio mengangguk, menyuruh ucup masuk, meninggalkan sepedanya berabai begitu saja diaspal depan pagar rumah rio. Sedangkan rio langsung melesat masuk kerumahnya untuk mandi.
"Assalamualaikum. Eh, ada kakek? Libur kek?" Tegur ucup saat melihat kakek duduk di bangku rotan, setelan pakaian yang digunakan selalu sama. Sarung wadimor dengan kaus oblong merk crocodile.
"Iya, cup. Mau pisang goreng gak?" Kakek mengangkat piring kaca berisikan pisang goreng yang uapnya mengepul, "baru diantar nenek dari dapur."
"waduuhh kebetulan banget nih kek, boleh nih?" Ucap Yusuf malu-malu, "Hehe, henak banghet kek, huuhh.." omongannya tidak jelas karena mulutnya sibuk menetralisir hawa panas dari pisang goreng fresh from penggorengan nenek yang langsung digigitnya liar tanpa ditiup dulu.
Kakek tertawa lagi, bibir tipis kakek berkata, "Makanya makannya baca bismillah dulu. Tunggu pisangnya sampai hangat cup, jangan langsung di hap."
Yusup hanya cengar cengir, mulutnya sibuk mengunyak pisang goreng buatan nenek yang selalu juara. Tangan kanannya siap mengambil lagi untuk ronde ke dua, jika saja rio tidak muncul.
"Duh, malah makan pisang disini. ayo, nanti telat." Ajak rio. Menuntun sepedanya sendiri keluar pagar.
"Rio berangkat ngaji dulu ya kek, Assalamualaikum."
"Ucup juga kek, makasih pisang gorengnya kek."
Mereka pamit pergi setelah salim tangan dengan kakek.
Mengingat masa-masa itu, rio jadi membandingkan. Apa saja yang berubah dari dirinya saat itu dan kini.
Selain tentu saja umur yang bertambah tua, dan wajah tembamnya yang saat ini sudah hilang.
Apalagi yang berubah.
Kehilangan apa saja dirinya untuk sampai diposisi saat ini, untuk sampai di umurnya saat ini.
Hari ini pukul empat sore, di teras yang sama namun suasana yang berbeda. Dengan dirinya yang telah berbeda pula.
Tanpa kakek. Tanpa ucup. Dan juga tanpa jiwanya yang dulu.
《《 Ketika rindu yang tidak tersampaikan 》》
Hanya random short story, penghilang stress.
_Milik Rio alatas wijaya_
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGAN DIBACA!
Teen Fiction"Cuma catatan seonggok manusia dewasa yang takut kehilangan kenangan masa kecilnya yang berharga." "Waktu itu jahat, saat lo udah kehilangan kesempatan itu. Waktu gak bakal kasih lo kesempatan buat kembali."