Hari ini, aku menjalani rutinitas pagiku sebagai wanita karir usia 26 tahun dengan membaca koran digital dari handphoneku. Dua tahun ke belakang ini, membaca koran di pagi hari dengan topik pembahasan politik maupun isu-isu dalam dan luar negri menjadi kegemaranku. Aku mulai tertarik dengan hal yang bisa dibilang kebiasaan bapak-bapak ini, ketika aku menyadari di usia matang seperti ini aku harus peka terhadap berita terkini dan mulai serius menanggapinya.
Di usia sekarang ini, usia yang katanya adalah usia yang matang untuk membangun rumah tangga, aku terus dicerca dengan pertanyaan seperti, "Kapan nikah?" atau, "Buruan cari jodoh, ntar keburu rahimnya kering lhoo, amit-amit nih, nanti susah buat punya keturunan."
Kalau ditanya capek ga ditanya hal yang sama selama beberapa tahun terakhir ini? Ya tentu saja, jawabannya sangat capek. Bukannya aku tak suka jika harus ditanyakan hal seperti itu, tapi kalau keseringan juga lama-lama tak berkenan juga di hatiku. Biasanya sih, yang suka banyak berkomentar tentang hidupku itu kebanyakan ibu-ibu. Orang tuaku saja lebih memilih untuk tak ambil pusing dengan perkara pernikahanku ini. Kenapa harus dipukul rata kalau semua orang itu wajarnya menikah di usia segini lah, segitu, siapa yang awalnya menetapkan standar umur menikah seperti itu? Aku juga sudah berusaha, memang belum ada yang berjodoh saja. Setiap melihat temanku yang satu per satu sudah sold out, aku diam-diam berdoa agar segera menyusul menikah juga.
Sebetulnya, aku merasa aku sudah bisa memenuhi kebutuhanku sendiri, mulai muncul pertanyaan seperti, "untuk apa aku menikah? Toh kebutuhan hidup semua sudah bisa kupenuhi sendiri" jadi terbangun mindset di otakku untuk tidak terlalu membutuhkan bantuan orang lain baik itu teman maupun pasangan. Hidupku yang sekarang bisa dibilang private karena hanya berisi keseharianku dengan keluarga dan dengan beberapa teman kantorku.
Bersama keluarga, aku tak pernah merasa kesepian. Apalagi, hadir anggota keluarga baru di dalam rumah, Kumi, kucing ras Madura yang aku adopsi dari temanku. hadirnya mereka di kehidupanku membuat kehidupan yang aku jalani ssekarang, yang kata orang-orang ada di masa quarter life crisis ini mennjadi lebih ringan dan menyenangkan.
Tetapi, aku juga tak ingin terlalu bodo amat dengan masalah seserius menikah ini. Aku mau mempersiapkan semuanya dengan sangat matang. Awalnya sih, aku bekerja dengan niat untuk menabung demi masa depan yang terjamin, anak yang bisa bersekolah hingga minimal tamat sarjana, dll. Dan ternyata, setelah tabungan itu terkumpul, giliran jodohku yang belum terlihat sampai sekarang.
Membaca koran juga sebenarnya menjadi salah satu upayaku untuk menjadi wanita yang cukup menarik di mata pria. Aku ingin menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan lawan bicaraku, agar aku tak kehabisan topik pembicaraan dan terkesan membosankan saat diajak berkomunikasi. Tentu, aku bukan tipe orang yang terlalu serius ketika mengobrol, hanya saja aku ingin mengimbangi antara bahasan serius dan becandaan.
Terlepas dari masalah telat menikah, aku seperti jarang menemui masalah lain yang lebih berat dari ini. yang sedang kuhadapi sekarang ini adalah masalah yang menyangkut di seumur hidupku, bahkan masalah pekerjaan saja tak pernah kutemui yang lebih memberatkan dari masalah ini. Ingin rasanya aku
Pagi ini, sama seperti pagi-pagi sebelumnya, ketika aku keluar kamar, aku mendapati mama yang sedang sibuk menyiapkan makan pagi. Harum tumisan bumbu yang sedang mama tumis memasuki indra penciumanku, menusuk sangat kuat dan tajam, ini adalah salah satu asap yang tak 'kan membuatku sesak napas setelah asap sate.
Pergi ke kamar mandi adalah tujuanku saat ini, tidak sebelum si tengil satu ini menghentikan langkahku.
"Eh, berhenti di sana, Kak! Ini kamat mandi aku dulu yang pakai," Interupsi adikku satu-satunya--Rendi.
"Apaan sih, tumben amat lo mau mandi pagi, biasanya aja mandi jam 10!"
"Gue ada tambahan pembelajaran pagi ini, ngalah sekali sama adik ga papa kali, udah ah, bye, gue duluan yang pakai kamar mandi," Ucapnya seraya memasuki kamar mandi dengan menutup kencang pintunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sorrowful Memories
RomanceCitra Kelana Adinda, seorang yang menganggap dirinya sendiri kuat. Namun, bersama Gabriel Aditya ia dipaksa harus memperlihatkan sisi lemahnya. Empat belas tahun sudah berlalu sejak pertemuan terakhirnya dengan Gabriel, Citra masih belum bisa mengha...