Berpisah

186 34 7
                                    

Sinar matahari pagi kembali menyambut Changbin dengan kilaunya yang cantik itu. Dengan mata yang setengah terbuka, ia berusaha menutup tirai jendela dan kembali memeluk boneka snorlax yang senantiasa menemani Changbin setiap tidur.

"Changbin? Bangun yuk. Kamu masih mau bolos kerja kayak gini?" terdengar suara hangat sang kekasih mencoba membangunkan Changbin.

Changbin menggeleng lesu. "Besok aja aku masuknya. Aku masih mau habisin hari bareng kamu, kak Chan." Yang dipanggil Chan itu menghela napas pelan.

"Yaudah, janji ya hari ini hari terakhir bolos? Kalau gak aku siram lagi kamu pake minyak telon." Ancam Chan.

"Kakak berisik. Ayo kakak tidur lagi aja bareng aku. Aku mau peluk." ucap Changbin mencoba meraih lengan pacarnya. Chan yang sebenarnya juga masih mengantuk memberikan lengannya untuk ditarik lagi ke pulau kapuk.

Chan merebahkan badannya disamping Changbin. Dipeluknya yang lebih muda dengan penuh kasih, tak lupa dengan  kecupan-kecupan manis. Hangat yang terasa seakan-akan menyalurkan rasa cinta satu sama lain. Diperhatikannya wajah pucat Changbin serta matanya yang masih sedikit bengkak karena menangis malam tadi. Hati Chan meringis sakit melihat pujaan hatinya menangis. Apalagi karena dirinya.

Kembali Chan tenggelam pada pikirannya. Tolong jangan pisahkan kami, mohon Chan kepada sang pemilik dunia.

Tapi Chan sadar, seberapa kencang ia berteriak memohon, ia tidak akan didengar. Bahkan sampai Chan menangis darah, apapun yang sudah terjadi, tidak bisa dirombak lagi.

Hanya ada satu cara untuk menyembuhkan hati masing-masing,

Ikhlas.

Lalu Chan bangun, tak kuasa dirinya melihat kesayangannya dilahap duka. Demi kebaikan dirinya sendiri dan Changbin, Chan menegaskan dirinya, bahwa ia akan menyeret Changbin dan dirinya sendiri keluar dari lubang kegelapan.

"Changbin sayang, kamu sadar kan kalau kakak sayang banget sama kamu?" tanya Chan sembari tangannya mengelus pipi halus Changbin.

"Sadar kok. Sadar banget. Kenapa kak?" yang ditanya mendongakkan kepalanya, menatap bingung mata indah Chan.

"Kamu sayang banget kan sama kakak?" bukannya menjawab, ia malah kembali melontarkan pertanyaan.

Changbin tersenyum, "Sayang banget dong! Aku sayang kakak lebih dari aku sayang sama aku sendiri. Kakak kenapa ih, aneh nanya-nanya kayak gitu." Changbin tertawa pelan lalu memeluk Chan lebih erat.

Chan menarik napas, lalu menghembuskannya dengan tenang. Ia melepaskan pelukan erat Changbin, lalu menarik badan yang lebih muda untuk duduk. Ia memposisikan dirinya dan Changbin duduk berhadapan.

Changbin masih menatap Chan dengan senyum manisnya. Chan menangkup wajah mungil Changbin, ibu jarinya mengusap pelan pipinya. Ditariknya perlahan kepalanya kedepan, dikecupnya dahi Changbin singkat, kemudian beralih mengecup kedua matanya lalu turun ke pangkal hidung, dan berakhir mencium bibir pucatnya. Changbin membalas ciuman Chan dengan lembut. Semenit lamanya ciuman itu bertahan, sampai mereka saling melepas tautan cinta mereka untuk menarik nafas.

Keduanya tau, peluk serta ciuman yang baru saja itu menjadi penutup dari hubungan mereka.

Dan pahitnya, mereka tidak bisa memberontak.

Tangis mereka berdua pecah. Chan merengkuh badan kekasihnya erat. Tidak mau. Chan tidak mau berpisah.

"Kakak..

disini aja ya?

jangan pergi.."

Changbin menangis sesenggukan. Nafasnya terengah-engah. Mencoba mengeluarkan beberapa patah kata lagi, namun gagal karena tangisannya yang enggan berhenti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BerpisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang