Prolog

21 3 4
                                    

Liburan yang seharusnya berguna untuk mengobati stres dan menghibur diri, kini terbalik menjadi malapetaka ketika Lila kehilangan anaknya di pasar malam.

"Permisi, Pak. Lihat anak ini tidak?"

Lila menunjukkan foto seorang anak berusia sekitar 3 atau 4 tahun menggunakan seragam TK dengan rambut ikal dan wajah yang mungil dari layar ponselnya dengan tangan dan suara yang setengah bergetar.

Seorang penjaga bianglala menyampirkan handuk kecilnya ke pundak, lalu mendekatkan wajahnya ke layar ponsel Lila. "Waduh, tidak neng. Kenapa, neng? Ilang?"

Lila mengangguk kuat. Jika tidak mengingat dirinya kini adalah seorang wanita berumur 25 tahun dan beranak satu, Lila pasti sudah menangis dari tadi. Dan kembali diingat, saat ini dia harus bertanggung jawab atas hilangnya seorang anak sekaligus dirinya sendiri adalah ibu dari anak itu, maka menangis adalah hal terakhir yang harus dilakukan Lila. Yang utama adalah mencari anaknya, Alaric, dan berusaha untuk tetap tegar dan tenang sampai ia menemukan Alaric.

"Waduh! Ayo neng saya anterin ke bagian depan. Mungkin mereka ada liat anak neng," ujar penjaga bianglala. "Sep, jagain bianglala bentar ya." Penjaga bianglala tersebut menepuk pundak seseorang yang berada di sebelahnya, lalu berjalan di depan Lila.

"Kenapa bisa sampai hilang neng?"

"Tadi..." suara Lila tercekat. Lila memukul-mukul pelan dadanya, mencoba menghilangkan rasa sesak yang kini memupuk di dadanya. Namun yang ada malah semakin sesak dan sakit. Sudah lama ia tidak sekhawatir dan setakut ini.

"Biasanya, sih, ketemu neng. Tapi anak neng masih kecil banget. Takutnya anak neng belum bisa bedain mana yang bahaya dan mana yang enggak."

Ucapan penjaga bianglala tersebut tidak membuatnya semakin membaik. Setelah mendengar ucapannya, Lila tidak mampu melawan rasa takut dan paniknya. Jantungnya berdebar kencang. Tangannya yang sedari tadi berkeringat dingin mengepal kuat gagang permen kapas yang tadi ia beli untuk Alaric. Hawa dingin di Jogjakarta semakin memperburuk perasaan Lila. Dan pada akhirnya langkah Lila terhenti.

Isakan yang awalnya kecil perlahan menjadi besar dan mengundang perhatian orang-orang. Namun Lila tidak peduli, ia menunduk dengan tangan kanan masih memegang ponsel dan tangan kiri masih memegang permen kapas. Orang-orang berdiri mengelilinginya, bertanya-tanya apa yang terjadi dengan wanita tua ini hingga membuatnya menangis di tengah pasar malam.

"Neng?" Penjaga bianglala yang baru menyadari bahwa orang yang dibantunya sudah tak mengikutinya lagi, ikut menjadi panik. Ia segera memutar langkahnya dan menerobos kerumunan orang-orang yang sedang menonton Lila.

"Waduh neng, jangan nangis. Pasti ketemu." Penjaga bianglala menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sembari celingak-celinguk berharap melihat anak hilang tersebut di antara kerumunan orang-orang yang menonton mereka.

"Mama!"

Pekikan tersebut segera menarik perhatian Lila dan membuatnya mendongak. "Alaric!" balasnya sambil mencari-cari arah suara teriakan tersebut. Seketika matanya menangkap seorang bocah berambut ikal yang berlari ke arahnya.

Lila menjatuhkan semua barang yang dipegangnya dan segera berlari menghampiri anak sematawayangnya tersebut. Lila mendekap erat Alaric dalam pelukannya. Rasa sesak dan sakit pada dadanya seketika hilang digantikan dengan perasaan lega yang luar biasa.

Lila melepas pelukannya dan beralih menatap wajah imut Alaric. "Alaric gak kenapa-kenapa kan, nak?" tanyanya sambil mengusap lembut pipi Alaric, memeriksa bahwa anaknya tidak lecet sedikitpun.

Alaric menghapus air mata yang membasahi pipi Lila. "Gak papa, Ma." Lila kembali memeluk Alaric dan mencium pipinya. "Mama kok bisa ilang, sih?"

Mendengar pertanyaan polos Alaric membuat Lila tertawa lega. Jika dilihat dari kondisi mereka sekarang, Lila dengan mata merah sehabis menangis dan Alaric yang anehnya terlihat lebih tenang daripada Lila, membuat siapapun yang melihat mereka yakin bahwa Lila adalah ibu yang hilang.

Tiba-tiba saja Alaric melepas pelukan Lila, lalu menarik tangan seorang lelaki yang sedari tadi menonton mereka. "Tadi Alaric takut banget, tapi untung ada om ini."

Lila mendongak sambil berdiri untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terhadap 'om' yang Alaric maksud. Namun tidak sepatah katapun keluar dari mulut Lila saat ia sudah melihat jelas pria yang kini ada di hadapannya. Begitupun dengan pria tersebut.

"Om, ini Mama Alaric."

Salah satu sudut bibir pria tersebut tertarik ke atas. Ia tak percaya dengan apa yang dilihat serta yang dialaminya malam ini. Namun itu nyata, sehingga ia harus percaya. "Lila?"

Lila tidak menjawab. Rasa tak percayanya sama dengan yang dirasakan pria tersebut. Namun untuk Lila, ada hal lain yang ikut mengganggunya.

"Lucu, nama anak kamu sama dengan nama saya."

Ya, fakta bahwa kini 'Alaric' dari masa lalunya bertemu dengan 'Alaric' yang dimilikinya saat ini.

******

Welcome di cerita pertama aku. Maaf banget kalau ada tata bahasa yang kurang dipahami🙏 Masih belajar banget ni.

Jangan lupa komen dan vote ya. Makasiii banyak❤️

The Missing Old LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang