A/n :
Terimakasih sudah tertarik untuk baca cerita ini. Hope you all enjoy and like it.—————————
Matahari bersinar sangat cerah sejak pagi tadi, angin meniup lembut menimbulkan bunyi gemeresik akibat gesekan dedaunan di pohon hingga terdengar ke kamarku. Jika sudah begini, tak ada alasan lagi untukku untuk tidak menjadi produktif walaupun hari ini adalah hari libur. Dengan geraman panjang, pagi tadi aku bangkit dari ranjang ternyaman menuju kamar mandi. Pagi hari di hari libur seperti ini tidak akan ada yang namanya berebut kamar mandi dengan adikku, jadi aku bisa mandi dengan tenang tanpa terburu-buru. Semoga saja memulai hari dengan siraman air dingin akan membantuku terhindar dari kata "rebahan".
Terbukti hingga matahari berada tepat diatas kepala, aku masih dapat duduk tegak di atas kasurku. Jemariku bergerak cepat diatas keyboard laptop. Bukan, aku tak sedang mengerjakan tugas walaupun list tugas kuliahku menumpuk dan masih banyak yang belum dicoret dari daftar. Tapi aku asumsikan mereka— tugas-tugasku, bisa menunggu dan tentu saja aku yakin bisa menyelesaikan semuanya sebelum tenggat waktu yang ditentukan. Karena sekarang, ide-ide cerita dalam kepalaku tak bisa lagi ditampung dalam otak, mereka bisa segera hilang kapanpun. Jadi sebelum semuanya keluar melalui telinga atau yang lebih buruk lagi keluar dari pantat dalam wujud kentut, lebih baik aku tuangkan dalam draftku.
Ketukan pada pintu kamar yang terbuka membuat pergerakan jemariku berhenti. Suara Mama terdengar bahkan sebelum aku sempat memberikan jawaban atau sekedar menoleh. Kulihat ibuku yang kini berusia pertengahan empat puluh tahun itu berdiri di ambang pintu lengkap dengan celemek yang masih melekat di badannya, untung saja tanpa centong sayur. Bisa kutebak, pasti mama sedang memasak makan siang.
"Teh, nanti agak sorean ikut Papa jemput Tua Sam di bandara ya." Tua yang dimaksud adalah Papa Tua, sebutan untuk kakak orang tua kita yang biasa digunakan di daerah Timur Indonesia, semacam Uwa dalam bahasa sunda, tahu kan? Papa memang orang Ternate, sedangkan Mama orang Sunda. Aku tak pernah tinggal di tempat asal Papa, karena itu aku tak begitu mahir bahasa daerah ayahnya itu. Ayahku juga jarang sekali berada di rumah, karena memang kebanyakan pekerjaannya dilakukan di luar kota. Jadi jarang sekali kami sharing tentang kultur yang ia bawa dalam darahnya. Itu juga membuatku tak begitu mengenal saudara-saudara dari pihak Papa, kami hanya sekedar mengenal saja, dengan formalitas. Mau bagaimana lagi, aku kaku jika berhadapan dengan orang yang tak benar-benar kukenal dekat.
Walau agak bingung tadi itu Mama memberiku perintah atau bertanya, pada akhirnya aku mengiyakannya saja. Mama kemudian kembali ke dapur setelah mengatakan bahwa makan siang akan segera siap dan menyuruhku agar segera turun ke lantai bawah dan membantunya menyiapkan meja makan. Aku memilih bergumam, mengiyakan asal perintahnya dan kembali melanjutkan kegiatan menulisku yang sempat tertunda tadi. Aku bukannya tak mendengarkan apa yang Mama suruh, hanya saja.. aku akan melakukannya nanti, okay?
Setelah jumlah kata dalam tulisanku dirasa cukup, aku segera menutup layar laptop dan beranjak dari kasur menuju dapur. Mama masak cukup banyak hari ini. Mungkin karena akan ada Tua Sam datang ke rumah. Kemungkinan besar ia akan menginap disini.
Tepat ketika jam menunjukkan pukul tiga sore, aku, Rama— adik lelakiku yang terpaut empat tahun lebih muda, dan Papa berangkat menuju Bandara. Sedangkan Mama menunggu di rumah, katanya masih banyak yang harus ia kerjakan. Biasa, ibu-ibu kan memang ribet kalau ada tamu, batinku.
Hanya butuh sekitar satu jam waktu tempuh dari tempat tinggal kami. Tak begitu banyak obrolan yang kami lakukan dalam perjalanan, itupun lebih banyak adikku yang mendominasi. Aku pun baru tahu jika Tua Sam datang kesini dengan Kak Issam dan Azka, sepupu laki-lakiku. Mereka tiga bersaudara, Kak Issam merupakan anak pertama, ia sudah lulus kuliah sekitar dua tahun lalu di salah satu universitas di kota ini dan sempat tinggal di rumahku sebelum akhirnya memilih menyewa kamar kos. Sekarang ia sudah bekerja di salah satu perusahaan tambang, keren ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUMI - CUma MImpi
RomancePraya, gadis 20 tahun itu sangat tahu bahwa dirinya adalah salah satu manusia paling mudah baper. Tak ada satupun temannya yang tahu tentang hal ini, setidaknya itu yang ia pikir. Gengsi keleus, pikirnya. Suatu hari, tak ada angin, tak ada hujan, ta...