tiga;

32 13 1
                                    

ㅤㅤPRANG!

ㅤㅤ"Ibu!"

ㅤㅤMinho berlari dengan sigap ke arah sumber suara. Keringat bercucuran pada keningnya, rasa cemas menggerogoti habis akal sehatnya. Ia tidak dapat berpikir positif saat ini.

ㅤㅤDan benar, perasaannya benar. Ibunya sedang berusaha meraup oksigen dengan susah payah, dengan pecahan gelas di depan nakasnya. Ibunya terlihat susah bernapas.

ㅤㅤMinho mendekati tubuh ibunya dengan cepat, kemudian menggotong tubuh rapuh wanita paruh baya tersebut dan segera merebahkannya kembali di atas ranjang-yang sudah tak terasa lembutnya namun tetap nyaman---milik ibunya.

ㅤㅤDengan tangan gemetar, lelaki bermarga Lee itu meraih obat-obatan yang terletak di atas nakas. Mengeluarkannya satu persatu dari dalam bungkus namun tak kunjung selesai karena getaran pada tangannya terasa semakin kuat.

ㅤㅤAkhirnya obat-obatan yang sedari tadi dengan susah payah ia keluarkan berhasil ia berikan kepada ibunya. Tidak lupa untuk segera mengambil gelas baru dan mengisinya dengan air untuk membantu sang ibu mengonsumsi obatnya.

ㅤㅤ"Ibu, mau ke rumah sakit? Penyakit Ibu kayaknya makin parah, Minho takut Ibu kenapa-kenapa," ujar Minho, dengan cemas yang tercetak jelas pada wajahnya.

ㅤㅤ"Enggak usah, Minho. Ibu gak mau repotin kamu cari pinjaman lagi yang jumlahnya tak sedikit. Lagian ini Ibu cuma telat minum obat aja kok." Ibunya mengulas senyum ke arah Minho, berusaha meyakinkan anak semata wayangnya bahwa ia tidak apa-apa.

ㅤㅤ"Ibu gak usah pikirin pinjaman, pasti Minho cepet kok dapetnya. Ya, Bu? Ke rumah sakit.." Minho mendudukan dirinya di ujung ranjang sang ibu, tangan kanannya ia gunakan untuk memijat pelan kaki ibundanya.

ㅤㅤ"Gak usah, nak. Ibu beneran nggak apa-apa." Wanita itu kembali memaksakan senyumannya, berusaha menyingkirkan rasa sakit yang sedari tadi menyergap habis kepalanya.

ㅤㅤ"Nggak. Ke rumah sakit, aku panggilin ambulans sekarang."

ㅤㅤTak sempat menolak permintaan sang putra, ibunya meremas kencang baju yang menghalangi dadanya. Rasa sakit yang entah dari mana datangnya itu hampir membuat beliau tak sadarkan diri, namun beruntung bahwa ia masih kuat menahan segala rasa sakitnya.

ㅤㅤ"Ibu? Kenapa?" Rasa cemas semakin membuncah. Ibunya yang tak kunjung menjawab pertanyaannya membuatnya sontak meraih ponselnya pada saku celananya dan segera mendial nomor telepon darurat untuk memanggil ambulans.

- ✤ -

ㅤㅤ"Kondisi beliau semakin parah. Beri dia banyak istirahat, namun tetap membiarkannya melakukan beberapa aktifitas yang tidak terlalu sulit untuk menjaga imun tubuhnya." Wanita dengan jas putih juga kacamata yang terpasang apik pada wajahnya itu menjelaskan kondisi ibu Minho dengan mendetail, tanpa melewatkan detail-detail kecil.

ㅤㅤMinho mengangguk paham, kemudian mengambil secarik kertas bertuliskan resep obat-obatan untuk sang ibu di atas meja. Ia meneliti satu-persatu tulisan tangan yang sebenarnya tidak dapat ia baca sama sekali. Namun ia tahu, bahwa jumlah obat yang harus ia tebus tidaklah sedikit.

ㅤㅤ"Untuk obat, silahkan ambil di apotek. Dan selesaikan pembayaran di resepsionis."

ㅤㅤMinho mengangguk, kemudian menggengam jemari ibunya. Ia mengelus jemari yang di beberapa bagian sudah terlihat keriput itu dengan sayang. Rasa khawatir akan sang ibu jelas ia rasakan, belum lagi khawatir tentang; bagaimana ia harus melunaskan pengobatan ibunya kali ini.

LUCIOLES | MinsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang