Atla menatap tajam pagar yang menjulang tinggi di depannya. Suara teriakan bersahutan dari dalam terdengar sampai ke luar. Rumah ini, rumah yang memiliki kenangan tersendiri bagi Atla. Meski tidak terlalu banyak seperti anak-anak pada umumnya.
“Bunda, Samudera juara dua!” teriak Samudera antusias. Wajar saja jika dia bangga dan antusias atas apa yang didapatnya hari ini, terlebih lagi dia berekspektasi bahwa Sang Bunda akan memeluk lalu menciumnya.
“Juara dua doang, bukan juara satu kayak Adera!” tegas Sang Bunda.
Samudera tersenyum tipis, “Maaf, Bunda. Maaf, Samudera belum bisa hebat kayak kak Adera. Tapi Samudera janji, Samudera akan bisa lebih hebat lagi dari yang sekarang.”
Meski kecewa dan sakit hati, Samudera memaksakan bibirnya untuk tetap tersenyum. Samudera menatap sendu sertifikat dan piala kejuaraan yang dibawanya tadi. Tangannya gemetar memegang kedua benda itu.
“Terserah kamu! Saya mau tidur!”
“Selamat malam, Bunda,” ujar Samudera pada Bundanya yang kini sudah melenggang pergi.
Dia menatap sedih bahu Sang Bunda yang semakin lama semakin mengecil. Perjuangannya sia-sia. Lelahnya belajar kini tidak ada arti lagi baginya.
“Aku laki-laki, jadi harus kuat!” tegas Samudera pada dirinya sendiri.
Rahangnya mengeras ketika mengingat sebagian kecil kenangan dari apa yang dialaminya dulu. Iya, Samudera dan Atla adalah orang yang sama. Hanya saja saat di rumah, Atla mengenal dirinya dengan Samudera.
Sakit.
Lagi-lagi Atla harus menelan kenangan pahit itu. Mengungkit pun tidak ada gunanya, tapi rasanya sesak sekali jika harus mengingat semuanya.
Atla menatap tiga benda di tangannya. Meski sedikit gemetar, Atla tetap nekat untuk memberitahu kedua orang tuanya bahwa dia juara lagi hari ini.
Jika harus mendapat penolakan lagi, itu bukan masalah untuknya. Yang terpenting orang tuanya tahu bahwa Samudera yang dulu kini telah bangkit dan menjadi Atla yang lebih hebat dari Samudera.
Dia menggeser pagar hitam di depannya. Dia terakhir berkunjung ke sini sekitar tiga tahun lalu. Wajar saja jika pekarangan rumah ini banyak yang berubah.
Atla melangkah masuk ke dalam lagi untuk menekan bel yang berada di pintu utama.
“Kamu tuh emang ga bisa didik anak, ya!”
“Istri macam apa kamu ini?!”
“Istri ga berguna!”
“Nyesel aku nikahin kamu!”
Prang!
Atla tertegun mendengar semua teriakan Papanya. Selama ini, Atla mengenal sosok Papanya adalah sosok pelindung dan tidak kasar. Tapi apa? Atla ragu sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atlantic Ocean (ON GOING)
JugendliteraturAtlantic Ocean, jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia maka artinya akan menjadi Samudera Atlantik. Ini tentang Atlantik. Sesuai dengan namanya, lelaki ini penuh dengan misteri. Wajahnya yang selalu terlihat datar, mulut pedasnya ketika berbicara...