Tembang campursari sejak tadi pagi masih bergema. Sakha tidak punya pilihan selain menerima kenyataan bahwa acara pernikahan tetangganya akan berlangsung selama tiga hari penuh. Mau tidak mau telinganya harus terbiasa dengan dentuman musik keras-keras yang tidak kenal waktu. Kebiasaan orang yang melakukan perayaan besar-besaran tak kenal waktu begini, bukan hal yang bisa Sakha komentari dengan teori-teori yang ia terima di bangku perkuliahan. Kendati berseru tentang hak hidup tenang dambaannya pun, Sakha tahu tidak akan ada yang mendengarkannya di sini. Alih-alih mendapat sorakan setuju, yang ia dapat paling-paling pukulan sang ibu di pundaknya –serta serentet omelan yang tak berkesudahan.
Liburannya tidak berjalan begitu baik. Padahal niatnya pulang ke rumah di tengah hiruk pikuk perkuliahan adalah menenangkan diri. Ah, bukannya Sakha menyalahkan budaya orang yang suka melakukan perayaan. Hanya saja, ia tidak cocok dengan hal seperti itu. Barangkali ini hanya sebuah ketidakberuntungan Sakha yang tengah kabur dari realita hidupnya.
Sembari menyesap batang rokok yang ia selipkan di jemarinya, Sakha memandang lagit gelap; malam-malam memang paling enak merokok di atap. Untung saja pakaian yang dijemur ibunya sudah diambil, jadi sesi merenung Sakha sembari memandang langit dan rumah-rumah tetangga tidak terganggu oleh daster, kaos oblong, atau bahkan dalaman milik saudaranya. Ia duduk di sembarang tempat, asal bisa menemukan sandaran yang menopang punggung lelahnya.
Mulut dan hidung Sakha mengembuskan kepul asap. Pikirannya masih kalut akan satu nama. Perempuan yang sudah dua bulan tidak lagi menjadi kekasihnya secara resmi. Radinka, Sakha masih mengira-ngira bagaimana kabar perempuan itu sekarang. Mungkin beberapa kali ia masih bisa menemukan sosok itu di kampus, akan tetapi tetap saja Sakha kehilangan seluruh jalur menemui si mantan guna bertanya kabar. Di jam-jam seperti sekarang bisa dibayangkan Radinka tengah sibuk menghapus riasan di depan kaca, kadang kalau sedang ada di kos Sakha, ia akan mengomel tentang si lelaki yang tidak mempunyai cermin besar dengan pantulan sebadan. Selalu begitu dan Sakha tidak akan goyah untuk tetap malas membeli kaca karena sudah punya satu yang tertempel di lemari kos. Kecil dan hanya memantulkan wajah hingga bahu dan dada. Ya, setidaknya masih bagus.
Radinka yang bukan golongan makhluk kuat begadang pasti sudah mencuci muka dan gosok gigi, mungkin tengah berbaring di ranjangnya dengan terpaan kipas angin yang masih menyala. Pakaian tidur favoritnya adalah kaos oblong milik Sakha yang sudah tidak terpakai. Terkadang Sakha protes tentang bagaimana perempuan itu sering menyia-nyiakan set piyama yang sudah dibeli. Jawaban yang diterima selalu sama, "Kaosmu dingin, Kha. Kalau beli kaos baru, sayang banget dibuat tidur." Memang benar Radinka adalah si pengumpul kaus bekas Sakha. Walau begitu, Sakha yang masih jadi budak cinta, tentu menganggap Radinka tetap cantik-cantik saja seperti biasa.
Biasanya jika tahu-tahu kelaparan, Radinka akan memesan makanan kecil atau mampir ke minimarket demi membeli jajanan. Kalau ada Sakha, mereka akan pesta makan dulu sebelum akhirnya terlelap dalam gulungan selimut. Kira-kira, camilan malam yang Radinka lakukan sekarang tanpa Sakha, apakah masih sama enaknya seperti dulu? Sakha penasaran, yang dipesan Radinka masih sama atau tidak. Ah! Mendadak lelaki ini teringat lagi akan satu hal. Mimpi-mimpi buruk yang terkadang datang yang membuat peluh menetes dari dahi Radinka, apakah masih ada? Sakha ingin tahu, apa ada yang menepuk punggung perempuan tersebut hingga terlelap kembali?
Ah, sial. Sakha terkekeh, baru sadar bahwa Radinka benar-benar sukses menyita atensinya malam ini dan malam-malam sebelumnya (atau bahkan malam-malam yang akan datang, siapa yang bisa menebak?). Dia terus-terusan memikirkan bagaimana hari-hari perempuan berlesung pipi itu tanpanya. Entah Radinka merasakan hal yang sama, atau justru Sakha hanya berkubang dalam kekhawatiran dan rindunya sendirian. Entah Radinka sedang bahagia-bahagia saja melihat lini masa Twitter sebelum tidur, atau justru sama-sama tengah merasa kosong seperti apa yang Sakha lalui sekarang. Entah dan entah, Sakha tidak akan pernah tahu jawabannya jika ia tidak bertanya.
Rokok sudah terbakar habis. Kini Sakha menatap layar gawainya yang menampilkan satu ruang obrolan Whatsapp. Dia sudah mengetikkan sesuatu, akan tetapi tahu persis bahwa sampai kapan pun jarinya tidak akan berbuat nekat. Maka demi menyalakan satu batang rokok lagi, Sakha meletakkan gawainya di dekat kaki.
'Udah tidur, Raa?' miliknya, tidak akan pernah terkirim.
Tembang campursari masih terdengar sebagai latar belakang renungan malam Sakha, berdentum-dentum hebat di gendang telinga seakan memberi ejekan puas padanya. Ia bersandar ke tembok, terkekeh kecil; kedengarannya pasrah dan sedih.
One and Only-nya dulu, Radinka Putri Ayunda, sudah mengajukan pensiun dini sejak lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Now [Sehun EXO]
FanfictionSakha dan Radinka sudah putus sejak dua bulan yang lalu. Si lelaki masih galau, duduk-duduk di atap rumahnya yang penuh jemuran, sambil mendengarkan lagu campursari dari tetangga sebelah, menggumam chat-tidak-ya sampai malam semakin larut. Kemudian...