Bagian 1

5 0 0
                                    

Yeay ... alhamdulillah!" teriak Fahri sambil berjingkrak-jingkrak di ruang tamu. Ibunya yang sedang menyertika baju pun dibuat kaget. Lalu menghampiri Fahri ke ruang tamu. "Ada apa, Ri? kok sampai teriak-terik seperti itu?" tanya ibunya yang penasaran. "Ini, Bu, lamaranku diterima perusahaan di Purwakarta. Lusa, aku sudah mulai pelatihan,"ucapnya dengan senyum semringah.
"Lusa? Berarti besok kamu berangkat!"tegas ibunya Fahri.
"Iya, Bu. Doakan ya, semoga lancar."
"Ibu pasti akan selalu mendoakan kamu, Nak! Yang penting kamu jaga diri, jaga kesehatan, awas pola makan kamu coba diatur. Jangan lupa olahraga juga. Ibu khawatir seperti yang sudah-sudah," celoteh ibunya mengingatkan Fahri.
"Siap, Bos." Wajah Fahri tampak berseri-seri.
Kinanti mengucap salam. Lalu segera masuk mencari Fahri. 
"Bu, Fahri dimana?"
"Lagi ke kamar mandi dulu, ada apa?" tanya Ibu sambil melirik Kinanti.
"Mau minta tolong Fahri, besok minta diantar ke Toko Indah."
"Fahri itu besok mau ke Purwakarta, lusa dia mulai pelatihan. Dia juga baru setengah jam yang lalu cerita sama Ibu," jelas bu Hani sambil membereskan pakaian.
"Besok? Kok gak bilang-bilang sama Teteh sih!" gerutu Kinanti.
Fahri keluar kamar mandi. Wajahnya tampak segar, senyumnya mengembang. Dia terlihat amat bahagia.
"Duh, yang udah dapat kerjaan," goda Kinanti.
"Iya, dong."
***
"Gimana, Ri, dapat bagian apa di perusahaan?"
"Operator, Teh. Tapi aku masih kerja shif nih, lumayan melelahkan.
Setelah percakapan itu, Kinanti berharap Fahri bisa melakoni pekerjaannya dengan baik.
Setahun sudah, akhirnya Fahri naik jabatan sebagai supervisor. Jabatan ini bisa dia dapatkan karena Fahri termasuk karyawan yang disiplin dan rajin, sehingga kinerjanya dinilai baik. Dia pernah cerita pada Kinanti, dialah yang menghandle semua urusan kantor, bahkan pemilik perusahaan jarang sekali mengawasi. Fahri sempat mengeluh ingin berhenti kerja. Tapi, ibunya dan Kinanti selalu menyemangatinya.
Tiba-tiba, Zulfan menelpon bapaknya Fahri, mengabari bahwa Fahri sedang sakit. Dan mengatakan jika Fahri sekarang berada di kosannya di Bandung.
"Zul, tolong Fahri di bawa ke dokter ya, ceritakan keluhannya. Besok bapak baru bisa jemput ke Bandung." Sambungan telepon pun terputus. Pak Hasan langsung menceritakan semua percakapan itu pada istrinya, Kinanti, juga Ammar. 
Ada apa dengan Fahri? Perasaan Kinanti begitu khawatir pada keadaannya, pasalnya selama setahun ini, bahkan sedari kuliah, Fahri tak pernah berkeluh kesah tentang sakit. Lalu ada apa ini?
Mengingat kondisi sekarang, negeri ini sedang dilanda wabah virus Corona. Apa mungkin? Pikiran Kinanti melayang membayangkan sesuatu yang terlalu jauh terjadi pada Fahri.
"Kinan, kenapa kamu melamun?"sontak Kinanti kaget dengan ucapan Ammar.
***
Sejak subuh, kedua orang tua dan suami Kinanti sudah berangkat menuju Bandung untuk menjemput Fahri. Kinanti berharap apa yang dipikirkannya semalam bukan sesuatu yang besar. Nyatanya pikiran buruk masih menyelimuti kepalanya. Dia berusaha menenangkan hatinya dengan mendengarkan musik di sofa ruang tamu. Sesekali dia melihat jam di tangannya. Tak sabar mendengar informasi dari Ammar, suaminya.
Jam menunjukan pukul 13.00 WIB, Ammar menelpon. Dia katakan sudah di Bandung dan ketemu Fahri. Menurut Zulfan, setelah melakukan tes seratus soal, Fahri menelponnya agar menjemput di lokasi tes. Fahri katakan kalau dia sudah tidak kuat jalan. Karena kondisi Fahri demam tinggi, Zulfan merasa khawatir, lalu membawanya ke dokter. Menurut pemeriksaan sementara dari dokter di klinik, Fahri harus melakukan cek darah di laboratorium.
Pukul 23.00 WIB, mereka sudah sampai rumah kembali. Kinanti tak langsung menemui Fahri, karena harus menjaga kedua anaknya.
Secangkir teh hangat sudah dia siapkan untuk Ammar. 
"Minum dulu, Mas," titah Kinanti.
"Sebentar, aku ke kamar mandi dulu."
Beberapa menit kemudian, Ammar pun keluar kamar mandi lalu duduk di sofa. Dia mulai menyesap teh buatan Kinanti.
"Capek!" keluhnya. "Bapak, aku tawarkan untuk berhenti di rumah sakit sampai tiga kali, malah pilih pulang. Padahal Fahri harus segera di cek lab. Entahlah!".
"Kenapa begitu?" Kinanti tampak heran mendengar celotehan Ammar.
"Ah, tidak punya keputusan jelas saja."
Keesokan harinya, Kinanti segera menemui Fahri. Dia terlihat pucat dan lemas. Selama dalam perjalanan semalam, Fahri sering mual dan muntah. Ibunya menuturkan cerita itu saat berada di ruang keluarga. "Kenapa gak bilang kalau Fahri sakit? Kan gak harus ikut tes di Bandung?" Kinanti mengusap-usap rambut adiknya yang sedang berbaring di kasur. 
Fahri mendehem," Udah tanggung, Teh."
Kondisi Fahri makin hari makin lemah, akhirnya bapaknya membawa ke klinik untuk cek darah. Hasil pemeriksaan mengatakan bahwa Fahri mengalami penyakit anemia. Penyakit anemia merupakan kondisi ketika jumlah sel darah merah lebih rendah dari jumlah darah normal. Dokter memberi rujukan agar segera melakukan transfusi darah ke rumah sakit daerah di Palabuhanratu.
Esoknya, Fahri langsung dibawa ke rumah sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan, Fahri harus menjalani perawatan sampai betul-betul pulih dari penyakit anemia. Meskipun dirundung sedih karena tak bisa menemani sang adik, tapi Kinanti selalu menanyakan kabar terbaru tentang Fahri dari ibunya melalui sambungan telepon.
"Gimana kondisi Fahri sekarang, Bu?".
Kinanti menelpon Ibunya setelah beberapa hari Fahri dirawat.
"Besok sudah bisa pulang, Teh."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rembulan BerbisikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang