Prolog

18 1 0
                                    

HAPPY READING GUYS..

SORE ini, langit tampak mendung, tak ada senja yang terlukis di luasnya langit sore seperti biasanya. Angin berhembus kencang, menerbangkan surai hitam milik seorang gadis. Hawa dingin yang menyeruak menerpa tubuh gadis itu, membuatnya langsung mengusap kedua lengannya, dingin.

Ditambah lagi gadis itu hanya mengenakan kaos oblong, celana training, dan beralasan sendal selop.

Di depan sebuah pemakaman gadis itu menghentikan langkahnya, kepalanya mendongak menatap tulisan 'PEMAKAMAN UMUM MERPATI PUTIH'. Sebelum ia kembali melanjutkan langkahnya, sesaat dia menghembuskan napasnya berat. Untuk ke sekian kalinya ia kembali ke tempat keramat ini. Menjenguk seseorang yang selalu ia rindukan.

Hingga akhirnya kini ia telah berada di sebuah makam yang ditumbuhi rumput-rumput hijau, berada di tengah ratusan makan yang berjejer rapi.

Nadia Darwanti Mahendra
binti
Lukman Agussani Mahendra

Lahir : 12 Juni 1980

Wafat : 12 Juli 2015

"Bunda.." ucap gadis itu, lalu berjongkok sembari meletakkan beberapa tangkai bunga tulip, bunga kesukaan bundanya, lalu mengelus gundukan tanah di depannya.

"Sagara, rindu.." gadis itu bersuara lagi.

Nadia Darwanti Mahendra adalah ibu dari seorang gadis bernama Sagara Sadawira. Wanita itu meninggal saat Sagara masih berumur 11 tahun, kepergian Nadia menjadi pukulan besar untuk Sagara yang saat itu tengah memasuki masa remaja. Dimana dia butuh seseorang yang mampu mendengarkan keluh kesahnya. Penyebab meninggalnya, Nadia, yaitu karena wanita itu mengidap sebuah penyakit yang sudah beberapa tahun terakhir dia rasakan. Lebih tepatnya penyakit Jantung.

Sagara menunduk, air matanya lagi-lagi menetes. Ingin sekali gadis itu mengadu pada sang bunda, bahwa sebenarnya dia lelah. Lelah menghadapi kejamnya dunia, apalagi dengan kepergian bundanya membuat semuanya seakan tak pernah ada yang berpihak padanya.

Setiap saat gadis itu selalu menahan tangisnya karena tak mau ada seorang pun tau dirinya menangis. Tetapi di depan bundanya seperti sekarang ini, tangisan itu selalu pecah. Mungkin jika bunda Nadia masih hidup, saat ini Sagara tengah didekapnya, dibisikkan nya kata-kata penenang seperti saat ia kecil dulu. Dan Sagara rindu moment itu.

Awan yang tadinya mendung kini mulai meneteskan air nya, seolah langit pun ikut bersedih bersama dengan gadis itu.

Rintik hujan, ya. Rintik hujan memutar kembali kenangan itu.

Diluar tengah hujan deras, dan kini seorang gadis berusia 10 tahun tengah memandang wanita cantik yang tak lain adalah bundanya, sedang memasukkan baju-baju miliknya yang selesai dicuci dan dilipat tadi ke dalam lemari. Udara dingin yang masuk lewat jendela menerbangkan gorden-gorden disana. Hening beberapa saat, hingga akhirnya gadis itu bersuara.

"Bunda.. kenapa bunda sama ayah kasih nama belakang Sagara itu, Sadawira? Kenapa tidak pakai nama belakang ayah saja? Seperti bunda yang pakai nama belakang kakek". Ucap anak gadis itu penuh antusias.

Seorang wanita cantik yang baru saja menutup pintu lemari putrinya itu, lantas berjalan mendekati putri semata wayangnya itu dengan senyum yang menghiasi wajahnya. Lalu mendudukkan dirinya di sebelah anak itu.

"Em.. kenapa ya?" ucapnya menggoda sang anak dengan senyum jahil.

"Kenapa, bunda?"

"Mau tau banget nih..?"

"Bunda jangan mulai deh," ucap Sagara merajuk.

Nadia hanya tersenyum melihat tingkah putrinya itu, lantas wanita itu membawa Sagara ke pelukannya, diusapnya rambut lurus sang putri, kemudian ia mulai menceritakan apa yang ditanyakan oleh putrinya tadi.

"Kamu mau tau kenapa ayah sama bunda kasih nama belakang kamu itu Sadawira dan bukan nama belakang ayahmu?". Tanya Nadia dan dibalas anggukan antusias oleh Sagara yang saat ini menatap wajahnya dalam pelukan.

"Sagara Sadawira, namanya sangat bagus bukan?"

"Bagus, bunda".

"Arti dari nama Sagara adalah lautan dalam bahasa sansekerta kuno, begitu juga dengan arti dari Sadawira yaitu tak kenal rasa takut. Jadi, jika arti nama itu digabungkan menjadi lautan yang tak kenal rasa takut." Kali ini tangan wanita itu terulur mengusap bahu putrinya, dan sesaat mencium keningnya.

"Kamu tahu kan bahwa lautan itu sangat luas? Bahkan saking luasnya, ujungnya pun tak bisa terlihat oleh mata. Ia juga selalu memberikan ketenangan bagi siapapun mereka yang singgah hanya untuk menenangkan diri. Meskipun terkadang lautan itu sering terguncang oleh besarnya badai, ia selalu berusaha menahan diri agar badai itu tak menyentuh daratan, yang dimana banyak manusia yang berada berdampingan dengannya. Dia tak merasa takut, melawan badai itu sendirian, meskipun ia terkadang gagal".

"Begitu juga dengan kamu, bunda ingin kamu menjadi seseorang yang tak kenal rasa takut, kamu harus bisa meredam seberapa besar pun rasa takut yang menghampiri kamu. Bunda juga ingin kamu bisa memberikan ketenangan bagi siapapun yang berada didekat kamu"

"Dan jika suatu saat nanti bunda tidak lagi berada di dekat Sagara, bunda ingin Sagara berjanji, bahwa Sagara tidak boleh merasa takut, karena bunda selalu berada di dekat Sagara. Disini, dihati kecil Sagara" tangan wanita cantik itu menunjukkan dada putrinya sambil tersenyum.

"Bunda, tidak akan pergi kan?" ucap Sagara dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

Wanita itu hanya menggeleng pelan, mengusap air mata yang tiba-tiba jatuh dari pelupuk mata putrinya.

Meski saat itu usia Sagara masih 10 tahun, tapi anak itu sudah mengerti apa yang dikatakan oleh bundanya itu. Dan kata-kata itu akan selalu ia ingat sampai kapanpun.

"Jadi, ceritanya seperti itu" ucap Rania sembari mengangguk-anggukan kepalanya, "terimakasih ya, bunda, sudah mau cerita". Sambung gadis itu tersenyum.

"Kembali kasih sayang, yasudah sekarang tidur ya, sudah malam, kan besok harus sekolah".

"Iya"

Nadia membatu menyelimutkan putrinya, Kemudian mengecup kening Sagara cukup lama.

"Selamat tidur, lautannya bunda"

"Selamat tidur juga, bunda".

Tak lupa Nadia juga menutup jendela kamar Sagara, karna diluar sedang hujan, sebelum akhirnya wanita itu meninggalkan kamar Sagara dan melangkah keluar.

Sepenggal kenangan itu kembali Sagara ingat, saat ini air matanya benar-benar tumpah tak bisa ia bendung. Ia benar-benar sangat merindukan sosok bundanya.

Dan disini lah, semua lika-liku kisah kehidupan Sagara akan dimulai.

*****

GIMANA PROLOG NYA GUYS??
SEMOGA SUKA YA

JANGAN LUPA VOTE AND KOMENT YA, SEKALIAN SHARE JUGA HIHIHI (✿^‿^)

seeu soon ❤️

SAGARA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang